Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja meninjau langsung pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/5/2025). (Dok. Bawaslu Sulsel)
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja meninjau langsung pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/5/2025). (Dok. Bawaslu Sulsel)

Jakarta, IDN Times - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal mengusulkan agar lembaga Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diubah menjadi Badan Ajudikasi Pemilihan Umum (Badilu). Hal tersebut dilakukan agar ke depannya lembaga ini bisa memperkuat proses menyelesaikan sengketa dan penanganan pelanggaran.

"Untuk usulan mengubah Bawaslu menjadi Badilu ini sebenarnya karena kita ingin memperkuat proses ajudikasi dan juga penanganan pelanggarannya," kata dia kepada IDN Times, Sabtu (11/10/2025).

1. Fungsi pengawasan dan pencegahan Bawaslu cenderung tidak berjalan

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja meninjau langsung pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/5/2025). (Dok. Bawaslu Sulsel)

Haykal menuturkan, perombakan Bawaslu dilakukan karena fungsi pengawasan dan pencegahan cenderung tidak efektif dijalankan. Oleh karena itu, Perludem mendorong agar transformasi Bawaslu ini fokus pada proses penanganan perkara. Sehingga ajudikasi dan penanganan pelanggaran administratif jadi kewenangan utama Bawaslu.

"Sementara untuk fungsi pencegahan dan juga pengawasan itu tidak hanya melekat pada satu lembaga menurut kami, tapi juga kepada seluruh lembaga penyelenggara pemilu, bahkan juga peserta dan juga pemilih untuk melakukan pencegahan dan juga pengawasan terhadap perjalannya proses pelaksanaan pemilu itu sendiri," tegasnya.

2. Tanggapan KPU soal usul KPU dan Bawaslu jadi lembaga adhoc

Anggota Bawaslu Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi, Puadi saat mencoblos pada Rabu (27/11/2024) (IDN Times_Veronica Theresia)

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, menanggapi soal munculnya usul agar lembaganya dan Bawaslu diubah menjadi lembaga adhoc.

Adhoc sendiri artinya jajaran yang ditunjuk hanya ditugaskan dalam jangka waktu yang lebih pendek atau tidak permanen. Contoh sederhana badan ad hoc pemilu ialah PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih.

"Itu kan wacana yang muncul pasca-pelaksanaan pemilu pilkada, mari kita sama-sama memposisikan diskursus ini untuk kemudian kita pilih yang terbaik dan harus dorong masuk dalam aturan perundang-undangan," ucap dia saat ditemui di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (20/12/2024).

Pria yang akrab dipanggil Afif itu menegaskan, KPU sebagai lembaga negara akan mengikuti apapun ketentuan yang diatur dalam undang-undang (UU). Ia mengimbau agar berbagai usul yang muncul di permukaan publik harus dikaji lebih lanjut.

"Jadi hal-hal baik, engineering rekayasa pemilu yang ideal itu jangan sampai menguap di diskursus saja, tetapi bagaimana yang terbaik berdasarkan kajian, kemudian masuk dalam rencana perubahan undang-undang," tutur Afif.

3. Revisi UU Pemilu masuk prolegnas prioritas 2026

Rapat Komisi II DPR RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebagaimana diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati sebanyak 67 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2026. Salah satu di antaranya adalah Revisi UU Pemilu yang akan digodok jelang Pemilu 2029 mendatang.

Penetapan ini diambil dalam Rapat Panja bersama pemerintah dan DPD RI tentang RUU Prolegnas 2025 dan 2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

Mulanya, seluruh fraksi menyampaikan pandangannya secara lisan dan menyatakan setuju terkait daftar prolegnas prioritas 2026 tersebut.

Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, lantas meminta persetujuan dari seluruh fraksi apakah hasil evaluasi perubahan kedua RUU pada prolegnas prioritas tahun 2025 dan penyusunan prolegnas RUU prioritas tahun 2026 dapat disetujui untuk dibawa ke rapat paripurna.

"Kami meminta persetujuan rapat, apakah hasil evaluasi perubahan kedua RUU pada prolegnas prioritas tahun 2025 dan penyusunan prolegnas RUU prioritas tahun 2026 dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?" tanya Bob Hasan.

Seluruh fraksi menyatakan setuju. Bob kemudian mengetok palu sidang.

Editorial Team