Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Polemik Gereja di Cilegon, Begini Syarat Pembangunan Rumah Ibadah

Warga melintasi Gereja Pantekosta Bukit Zaitun (kiri) dan Masjid Dakwah Wanita (kanan) di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (5/4/2022). Masjid Dakwah Wanita dan Gereja Pantekosta Bukit Zaitun merupakan dua rumah ibadah yang letaknya berdampingan dan dibangun bersamaan pada tahun 1960 (ANTARA FOTO/Jojon)

Jakarta, IDN Times - Polemik pembangunan rumah ibadah di Cilegon, Banten, belakangan menjadi perhatian berbagai pihak. Pasalnya pembangunan gereja di sana kerap mendapat penolakan.

Bahkan, Kementerian Agama menggelar pertemuan dengan Wali Kota Cilegon beserta sejumlah tokoh untuk membahas penyelesaian polemik rencana pembangunan gereja di Cilegon.

Video Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon, Helldy Agustian dan Sanuji Pentamarta ikut menandatangani penolakan pendirian gereja viral hingga akhirnya buka suara.

Terkait pendirian rumah ibadah, sikap Kepala Daerah sebenarnya sudah punya pedoman dengan merujuk pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

1. Pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang

Ilustrasi- Anggota jemaah mengikuti ibadah Jumat Agung via daring di Bandar Lampung, Jumat 10/4/2020 (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama Wawan Djunaedi bahkan menyebutkan PBM tersebut mengatur bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. 

Dia menjelaskan persyaratan khusus yang harus dipenuhi terkait pendirian rumah ibadah pertama, daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat.

“Jadi, tidak ada alasan apapun bagi kepala daerah untuk tidak memfasilitasi ketersediaan rumah ibadat ketika calon pengguna telah mencapai 90 orang,” kata Wawan dalam keterangannya, dilansir Jumat (16/9/2022).

2. Pemerintah daerah wajib fasilitasi lokasi pembangunan rumah ibadah

Persiapan jelang ibadah Natal, di Gereja Katedral, Jakarta, Rabu (23/12/2020). Gereja Katedral Jakarta akan menggelar misa malam Natal dan misa Natal 2020 dengan membatasi umat yang hadir untuk beribadah sebanyak 20 persen dari kapasitas gereja (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Syarat kedua adalah dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Ketiga, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota.

Kemudian yang keempat, rekomendasi tertulis Forum Inspirasi Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten atau kota. 

Dijelaskan jika persyaratan pertama terpenuhi sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.

3. Surat Keputusan Bupati tahun 1975 sudah tidak lagi relevan

Ilustrasi aktivitas ibadah di gereja. ANTARA FOTO/Fauzan

Dengan adanya polemik di Cilegon ini, Kemenag bahkan menilai, berbagai pihak perlu mendapatkan informasi yang sangat baik bahwa Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tanggal 28 Maret 1975 sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar penolakan pendirian gereja. 

Regulasi tersebut diterbitkan pada saat komposisi penduduk muslim daerah Cilegon sebesar 99 persen, sebagaimana disebutkan pada konsideran menimbang pada SK Bupati dimaksud.

Sementara situasi kota Cilegon sekarang sudah berubah. Berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, komposisi umat Kristen di Cilegon telah mencapai 5.857 (1,6  persen), sementara umat Katolik mencapai 1.425 (0,4  persen) Jumlah tersebut setara dengan 1,9  persen. Sementara komposisi umat non muslim secara keseluruhan mencapai 2,7 persen.

“Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu ikhtiar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Dwifantya Aquina
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us