Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kabaharkam Komjen Pol Fadil Imran (kiri) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X (kanan). (Dok. Humas Mabes Polri)
Kabaharkam Komjen Pol Fadil Imran (kiri) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X (kanan). (Dok. Humas Mabes Polri)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Komjen Pol Fadil Imran melakukan gebrakan dengan membentuk program Polisi RW.

Fadil berencana akan menjadikan Polisi RW sebagai program nasional. Diketahui Polisi RW ini adalah salah satu program dirinya sewaktu masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai secara konsep program tersebut cukup baik karena dapat mendekatkan polisi dengan masyarakat.

Namun demikian, Bambang menilai secara ideologis jangan sampai Polisi RW ini menjadi alat politik, sebagaimana pendekatan Orwellian. Apalagi saat ini sudah menjelang masa-masa pemilu 2024.

“Penggunaan polisi dalam pemenangan pemilu itu sudah pernah terjadi,” kata dia kepada IDN Times saat dihubungi Jumat (19/5/2023).

1. Jangan sampai jadi alat kontrol dan memata-matai masyarakat

Ilustrasi - Puluhan polisi bersiaga menjelang demonstrasi mahasiswa soal RKUHP di sekitar Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2022). (IDN Times/Yosafat Diva BW)

Bambang juga mengingatkan jangan sampai Polisi RW yang akan dimasifkan di seluruh Indonesia itu bisa menjadi alat untuk memata-matai aktivitas masyarakat. Termasuk menjadi alat kontrol. Apalagi sudah mendekati pemilu seperti sekarang.

Bambang menjelaskan Orwellian adalah cara pandangan yang dikembangkan oleh George Orwell dalam novelnya berjudul 1984.

“Orwellian itu cara pandang yang dikembangkan oleh George Orwell dalam novelnya berjudul 1984. Yang bertema tentang seputar totalitarianisme, pengintaian massa, dan pengendalian pola pikir dan perilaku dari orang-orang di dalam masyarakat yang dilakukan oleh negara,” kata dia.

2. Bhabinkamtibmas dinilai masih ideal

Sejumlah anggota Provos dan Satresnarkoba yang disiapkan untuk melakukan penjemputan bagi anggota Polres PPU (IDN Times/ Ervan Masbanjar)

Lebih jauh, Bambang menuturkan bahwa keberadaan Polisi RW perlu dijelaskan lebih detail lagi. Ia pun mempertanyakan apakah Polisi RW itu hanya berfungsi sebagai personel tambahan atau pembentukan fungsi baru dengan tugas khusus.

“Karena bila itu tugas tambahan tentu akan menambah beban kerja bagi personel yang sudah berat,” katanya.

Kalaupun sebagai satuan baru, tentu membutuhkan anggaran yang besar, sementara saat ini Bhabinkamtibmas masih ideal.

“Bila membuat satuan baru, tentu perlu anggaran besar sementara jumlah Bhabinkamtibmas sampai sekarang masih jauh dari ideal, hanya 46,6 persen dari jumlah desa dan kelurahan seluruh Indonesia,” ucapnya.

3. Lima catatan Kompolnas untuk Polisi RW besutan Fadil Imran

Polisi persiapan pengamanan sidang vonis 3 polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Terpisah, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti memberikan lima catatan supaya peran dan keberadaan Polisi RW gebrakan Fadil Imran itu bisa menjadi lebih optimal.

Pertama, perlu ada koordinasi yang baik antara polisi RW dengan Bhabinkamtibmas, Ketua RW, pimpinan wilayah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Kedua, perlu ada kontinuitas koordinasi, kehadiran dan kegiatan bersama agar tidak terkesan seremonial.

Selanjutnya, yang ketiga, Polisi RW perlu didukung modernisasi peralatan, misalnya CCTV dan piranti komunikasi.

Keempat, pelibatan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kamtibmas misalnya dengan siskamling, sehingga tidak hanya membebankan pada polisi.

Serta kelima, perlu ada inovasi-inovasi bersama untuk menguatkan harkamtibmas di wilayah tersebut.

“Kami melihat sangat penting bagi anggota Polri untuk mengedepankan pencegahan kejahatan melalui kegiatan2 preventif dan preemtif,” kata dia.

Editorial Team