Buku Bambang Susantono (dok. Bambang Susantono)
Bagaimana kisah di balik rekrutmen Bambang Susantono menjadi Ka OIKN? Berikut saya kutip lengkap bagian dari buku berjudul “Waktu-Waktu Terbaik” yang ditulis Fenty Effendy, mantan jurnalis senior, spesialis menulis biografi tokoh.
Bambang Susantono tengah memimpin rapat pada akhir Januari 2022 ketika ponselnya berdering dan di layar terbaca satu nama penting. Ketika diangkat, suara santun-takzim menyapanya.
“Selamat siang, Mas, dapat salam dari Presiden.”
“Oh ya, salam kembali, Pak Pratik.”
Bambang menjawab sambil bertanya-tanya dalam hati. Bukan gaya Menteri Sekretaris Negara [Mensesneg] Pratikno membuka percakapan dengan menyampaikan salam dari Presiden. Beberapa kali saling telepon sebelumnya, biasanya langsung membahas detil agenda antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Masatsugu Asakawa yang akan berkunjung ke Indonesia.
Karena sedang memimpin rapat, Bambang berjanji akan menelepon balik dan hal itu ia lakukan secepatnya. Namun giliran Pratikno yang tak bisa bicara karena sedang mendampingi Presiden Jokowi di sebuah acara. Waktu kosong baru tersedia beberapa hari kemudian dan saat itulah Bambang diminta menjadi Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara [IKN].
Kurang lebih Mensesneg Pratikno menyampaikan bahwa yang dibutuhkan untuk memimpin pembangunan IKN adalah orang dengan profil seperti Bambang Susantono: pernah di birokrasi sehingga memahami seluk beluknya dan mampu menggerakkannya secara maksimal, bisa berkoordinasi dengan berbagai pihak, dan punya network internasional.
Bambang mendengarkan penjelasan tambahan dari alasan-alasan tersebut. Ia sama sekali tidak membayangkan akan menjabat kepala otorita sebuah ibu kota yang belum ada. Di kepalanya justru muncul sejumlah nama. Dari menteri hingga kepala daerah. Sebagian sudah dikenalnya semasa di Kementerian Perekonomian, lalu ketika menjadi wakil menteri perhubungan. Sebagian lainnya semakin ia kenal rekam jejak mereka karena menjabat Wakil Presiden ADB.
Ia kemudian merespons penjelasan Pratikno: “Karena ini nuansa politiknya dan dimensi politiknya tinggi, Mas, maka sebaiknya yang memimpinnya dari dalam negeri. Lagi pula saya sudah enam tahun meninggalkan Indonesia….”
“Wah…, tidak bersedia ya, Mas?” Mensesneg Pratikno tak menyangka dengan jawaban itu. “Kira-kira, menurut Mas Bambang, orangnya dan kriterianya seperti apa?”
Bambang berjanji akan mengirimkan beberapa pemikiran, dan menepatinya seminggu kemudian. Ada tiga nama yang diusulkannya, semuanya berawalan “B”. Mensesneg mengucapkan terima kasih.
Informasi yang saya dapatkan, tiga nama yang diusulkan Bambang Susantono ke Presiden Jokowi lewat Mensesneg Pratikno adalah Basuki Hadimuljono, Budi Karya Sumadi dan Bambang Brodjonegoro. Bambang Susantono memberikan pujian atas kapabilitas ketiganya, sehingga dianggap cocok untuk memimpin OIKN.
Jadi, awalnya Bambang tidak berminat menjadi Kepala OIKN.
Bambang tidak menyimpan sendiri percakapan itu. Ia memberitahu Presiden Masa. Atasannya termangu-mangu mencerna permintaan tak terduga dari Jakarta. Keduanya sama-sama belum lupa, bahwa pada awal Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kapasitas sebagai wakil Pemerintah Indonesia, sudah berkirim surat mengenai posisi Bambang Susantono di ADB. Dengan surat tersebut, apabila pemegang saham ADB bersetuju, Bambang akan melanjutkan masa jabatan sebagai Vice President mulai Juli 2022.
Saya merasa sangat terbantu dengan Anda di sini. Nanti dibicarakan lebih lanjut. Kira-kira begitu inti percakapan mereka.
Bambang pamit dan kembali berkutat dengan kesibukan sehari-hari di lantai 8 gedung utama ADB. Kebiasaannya, kalau sedang memimpin rapat-rapat atau kalau sudah sampai di rumah, ponselnya silent mode. Jadi, ia kaget ketika keesokan harinya menemukan banyak sekali missed call. Dari Menteri Keuangan [Menkeu] Sri Mulyani Indrawati! Ditambah beberapa panggilan tak terjawab dari Wakil Menteri Keuangan Profesor Suahasil Nazara yang merupakan kolega lama dan yang mendorongnya juga untuk berkiprah di ADB.
Bambang segera menelepon balik Sri Mulyani dan meminta maaf karena tidak merespons panggilan yang seharusnya tak boleh diabaikan. Ternyata, topik yang mau dibahas Menkeu RI itu sama dengan Mensesneg RI: Ibu Kota Nusantara. Karena sudah saling kenal lama, sama-sama paham efektivitas sebuah organisasi, keduanya bertukar pikiran, antara lain tentang struktur IKN -- apakah akan berada di bawah menteri atau presiden, segala macam.
Sikap Bambang waktu itu, ia belum eksplisit mengiyakan. Hanya berdiskusi. Di akhir pembicaraan, Sri Mulyani mengatakan: Memang enggak gampang nyari figur. Jadi, siap-siap aja untuk pulang.
Jumat, 18 Februari, ada acara terkait penyelenggaraan G-20 yang dijadwalkan akan berlangsung di Bali pada akhir 2022. Presiden Masa mengunjungi Indonesia dan bertemu Presiden Jokowi di Istana Bogor.
Ketika pertemuan selesai, kedua presiden berdiri dan sama-sama mengulurkan tangan untuk bersalaman, Presiden Masa berucap: “Can I talk to you personally?”
Kira-kira begitu omongannya.
“Oh ya, ya. I also want to talk to you.”
Maka dua presiden itu pun terlihat berjalan-jalan di lorong Istana Bogor.
Keesokan hari, entah siapa yang membocorkan, media massa memberitakan tentang Bambang Susantono sebagai calon kuat Kepala Otorita IKN. Memang masih memakai kata “konon” dan “kabarnya” dan “sumber terpercaya”, tapi tak urung bikin heboh. Bambang yang menerima utas berita terkait nun di Manila, sebenarnya tidak nyaman dengan pengungkapan tersebut. Betapa pun, ia masih berkantor di ADB. Hal itu juga yang ia sampaikan kepada beberapa kolega yang menelepon dari tanah air.
Di samping itu, prinsipnya, dia perlu bicara dulu dengan Presiden Masa. Pembicaraan baru terjadi pada Selasa di pekan berikutnya.
“Bambang, your president is very firm about you that you are going to be ask to be home. Saya sudah sampaikan ke Presiden Anda, bahwa itu akan jadi big loss for ADB tapi kami bisa memaklumi bahwa ini panggilan Negara. Its going to be between you and him.”
Presiden Masa tidak bilang setuju, atau sebaliknya. Bambang mengerti, keputusan penuh ada di tangannya: tetap di ADB atau pulang ke tanah air.
Sejumlah teman yang mengetahui tawaran itu, dari membaca berita ataupun bisik-bisik elite, mendukungnya.
Todung Mulya Lubis, sesama alumni Berkeley, yang sedang bertugas sebagai duta besar di Eropa, serius mendorongnya. “Terima, Mas. This is a life time opportunity.”
Ada juga teman kuliah, saat S-1 di ITB dulu, mengambil kesempatan untuk bercanda maksimal: “Waah, ntar ada patung lu dong di sana?”
Yang dibalas Bambang dengan bercanda juga, gaya anak Jakartanya keluar: “Heh, gue masih hidup!”
Yang paling utama tentu berdiskusi dengan Lusie Indrawati, mantan pacar (sang istri) yang pernah jadi mahasiswi teladan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Duduk berdua, Bambang dan Lusie membariskan alasan-alasan yang bisa memperkuat kepulangan ke tanah air. Karena, sejujurnya, kembali ke Indonesia tidak masuk dalam rencana mereka dalam waktu dekat. Bambang masih ingin berkiprah di lingkup global. Ia merasa ilmunya terpakai, sangat dihargai-sangat dibutuhkan, dan masih sangat banyak yang ingin ia kerjakan di ADB.
Lusie pun demikian. Ia merasa nyaman di Manila. Ya lingkungannya, ya fasilitasnya, ya pergaulan dan kekerabatannya. Ia telah menjadi semacam “nyonya rumah” bagi para diaspora Indonesia. Sebab, ia yang kreatif dan senang berjejaring, sedang dipercaya memegang jabatan Presiden Indonesia Diaspora Network Global [IDN Global] chapter Filipina, untuk kedua kalinya, sekaligus mengampu jabatan Sekretaris Jenderal IDN Global. Tapi, kalau sudah diminta presiden seperti itu -- presiden yang mereka kenal sejak masih wali kota Solo dan hubungan pribadi juga baik, rasanya gimana ya? Dua-duanya merasakan gejolak batin yang sama.
Salah satu yang disampaikan Lusie adalah: “Selama ini kan program-program pembangunan berkelanjutan di ADB ada di bawah daddy. SDG’s itu sesuatu yang sedang daddy kerjakan dan daddy punya kesempatan untuk membangunnya dari nol, from the scretch. Sesuatu yang nggak kasat mata, sesuatu selain yang bisa disaksikan. Kan tangannya orang yang memang sudah punya pemikiran dan pengalaman di situ lebih baik dari pada orang yang enggak mikir ke situ?”
Bambang mengangguk. Betul juga.
Lusie menambahkan: “Dan, kesempatan untuk mengimplementasikan idea into reality, mewujudkan gagasan menjadi kenyataan semacam itu, langka! Rasa-rasanya belum pernah ada negara yang pindah ibu kota setiap ganti presiden, setiap lima puluh tahun sekali pun. Selama hidup, kayaknya enggak ada kesempatan kayak gini lagi.”
Setelah menderetkan barisan pikiran seperti itu, merenunginya baik-baik, barulah Bambang mendapat dorongan untuk pulang. Menemukan misi yang mengingatkannya kepada ayahnya almarhum, seorang dokter yang mengabdikan hidup untuk kesehatan prajurit. Dari dulu, ketika memilih bertekun dengan pembangunan infrastruktur pun, yang ia inginkan adalah bagaimana ilmunya bisa meningkatkan kualitas hidup orang banyak.
Sehari menjelang kalender Februari 2022 berakhir, Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menelepon. Menekankan soal kepulangan.
Ada pertanyaan logis yang menahan Bambang. Kalau mundur, landasan atau alasan mundurnya, apa? Ia tak mungkin balik lagi ke Manila apabila batal dilantik. Sudah ada cerita tentang bakal menteri yang urung dilantik padahal sudah sampai di istana. Jadi, perlu surat resmi dari Pemerintah Indonesia yang menegaskan memang memintanya pulang karena akan dilantik sebagai Kepala Otorita IKN.
Sri Mulyani memahami dan pastilah menyampaikan kepada Presiden Jokowi sebab sehari kemudian melayanglah surat dari Mensesneg Pratikno kepada Presiden Masa.
Sementara, kepada Bambang, Mensesneg memberitahu bahwa pelantikannya dijadwalkan 10 Maret 2022. Berarti, 10 hari lagi. Wow! Cepat sekali …. Ia mencoba menawar dengan mengatakan: wah, prosesnya mepet banget ya, Pak?
Dijawab: Ini sudah tiga kali ditunda, Mas Bambang. Mohon kerja samanya. Dan, jangan lupa, dulu Bu Ani dipanggil pulang dari World Bank hanya butuh waktu 30 jam.
Minggu, 6 Maret 2022, Bambang Susantono terbang ke Jakarta. Menjalani masa karantina tiga hari sesuai aturan penanganan COVID-19 waktu itu, lalu 9 Maret 2022 bertatap muka dengan Presiden Joko Widodo.
“Mas Bambang, ternyata reaksi publik positif.” Kata Presiden Jokowi, yang rupanya memantau dengan seksama ketika nama Bambang Susantono muncul sebagai kandidat Kepala Otorita IKN.
Bambang merespons spontan, dengan berterus terang: “Tapi, saya nggak ngerti soal politik, Pak.” Walau berada di luar Indonesia, ia sedikit-banyak meriset juga, bahwa rencana pembangunan IKN telah memantik perdebatan panjang dari soal regulasi, pendanaan, hingga kekhawatiran soal tergusurnya penduduk asli di sana.
Di sisi lain, untuk pertama kalinya Bambang mendengar langsung keseriusan Jokowi membangun ibu kota baru sebagai lompatan ke depan bagi bangsa Indonesia.
“IKN adalah transformasi peradaban. Kita tidak cuma punya ibu kota baru tapi juga membangun satu pola peradaban baru untuk mengelola kota di Indonesia ke depan. Kita ingin bikin kota yang akan jadi referensi, kota dunia. Harus cerdas, pakai digital, harus green, hutan tetap ada. Sustainable forest city.”
Itulah yang diingat Bambang tentang percakapan delapan mata mereka. Presiden didampingi Mensesneg dan Bambang Susantono bersama Dhony Rahajoe, calon wakilnya.
Bismillah. Malam itu juga Bambang Susantono mengetik dan kemudian mengirimkan surat pengunduran diri sebagai Vice President Knowledge Management and Sustainable Development di Asian Development Bank. Ia telah menyelesaikan banyak pekerjaan besar, beberapa di antaranya adalah pekerjaan strategis, seperti meletakkan peta jalan kebijakan pengelolaan pengetahuan dan pembangunan berkelanjutan di bawah payung “Strategi 2030”. Kini saatnya meninggalkan lembaga keuangan internasional itu, juga menanggalkan semua kedudukan yang melekat, yang selama ini mengoneksikannya dengan simpul-simpul pengetahuan yang powerful di seluruh dunia.
Tak sampai 24 jam dari pengunduran diri itu, Bambang Susantono dilantik di istana.
Apakah di kepalanya masih bergema “Manila, Manila, Manila?”. Sebab, barang-barang pribadinya, buku-bukunya, kertas-kertas kerjanya, dan semua perlengkapan pendukung yang menemaninya selama enam tahun di ADB, masih tertata rapi di meja kerja dan rumah jabatan yang apik. Dia pun belum sempat pamit secara proper, pantas, dengan Presiden Masa dan para kolega. Hanya diwakilkan oleh surat pengunduran diri [walaupun beberapa bulan kemudian ia bisa kembali dan berpamitan dalam satu seremoni khidmat-sederhana. Lalu, barang-barang dikirim dengan kontainer dan Lusie-lah yang sibuk mengurus semua itu, menatanya di rumah mereka di Bintaro, rumah yang pertama kali mereka diami sebagai pengantin baru di tahun 1990-an].
“Too much things happens,” katanya, tersenyum, lalu mengilas balik hari bersejarah 10 Maret 2022. “Habis dilantik, saya langsung ikut rapat kabinet.”
Sebagai Kepala Otorita IKN, kedudukannya setara menteri. Kendaraannya pun sedan yang sejenis dengan para anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, berikut nomor polisi yang dimulai dengan “RI”. Namun, saat itu, ia belum tahu akan berkantor di mana. Ia pun tidak punya gambaran paket remunerasi seperti apa yang akan diterimanya untuk melakukan transformasi peradaban bangsa nun di Kalimantan sana.
Ia sudah berterus terang dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo pada 9 Maret 2022: “Saya enggak ngerti soal politik, Pak.”
Karena -- satu hal yang pasti dan beririsan dengan garis waktu penunjukannya adalah bahwa Ibu Kota Nusantara yang berskala masif itu dimulai di ujung periode kedua kepemimpinan Jokowi.
Dan, ya, Presiden Jokowi sudah menjawab: “Politik, urusan saya.”
Kalender semesta telah menggariskan penanggalan baru untuk perjalanan hidup Bambang Susantono. Qodarullah. Ia memaknainya sebagai ketetapan dari Allah SWT. Sebagai profesional yang telah melanglangbuana sepanjang karirnya, ahli perencanaan kota dan pengembangan wilayah ini akan fokus bekerja saja, memberikan waktu-waktu terbaiknya.