Profil Saldi Isra, dari Dosen Jadi Hakim Kini Wakil Ketua MK

Jakarta, IDN Times - Hakim konstitusi, Saldi Isra, resmi terpilih menjadi Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028, Rabu (15/3/2023). Ia terpilih menjadi hakim konstitusi setelah berhasil meraih empat suara dari 9 hakim konstitusi pada rapat pleno pemilihan ketua dan wakil ketua MK.
Pria kelahiran Solok, 20 Agustus 1968 ini dipilih Presiden Joko "Jokowi" Widodo menjadi hakim konstitusi pada 11 April 2017. Ia ketika itu menggantikan Patrialis Akbar yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Patrialis divonis ringan yakni 8 tahun bui.
Karier Saldi dimulai dari menjadi pengajar di fakultas hukum Universitas Andalas selama 22 tahun. Dikutip dari laman resmi MK, pada 2010, Saldi dikukuhkan menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Unand.
Saldi juga dikenal sebagai tokoh antikorupsi. Ia pun pernah didapuk menjadi Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan.
Lalu, apa putusan yang berhasil dibuat oleh Saldi ketika menjadi hakim konstitusi dan dianggap kontroversial?
1. Saldi Isra pernah diganjar tokoh antikorupsi dari Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Watch (BHACA) pada 2004

Sementara, Perkumpulan Bung Hatta Award Anti Corruption Watch (BHACA) pernah memberikan penghargaan kepada Saldi sebagai tokoh antikorupsi pada 2004 lalu. Ia diganjar penghargaan itu lantaran berhasil mengungkap korupsi di DPRD Sumatra Barat sejak 1999 lalu. Lantaran upaya Saldi, sebanyak 43 anggota DPRD Sumbar berhasil dijebloskan ke penjara.
Ketua BHACA ketika itu, Betti Alisjahbana, memilih Saldi berdasarkan kriteria penilaian, yakni kualitas pribadi yang bebas dari tindak korupsi, tindakan yang dilakukan untuk membersihkan lingkungan di sekitar tindak korupsi, dan efektivitas hasil dari tindakan yang dilakukan terhadap pemberantasan korupsi.
Pengajar di Unand, Padang itu dinilai memiliki kualitas pribadi yang bebas korupsi karena kehidupan sehari-harinya yang sederhana, konsisten dalam mengungkap kasus korupsi di DPRD Sumbar sejak 1999- 2004.
Saldi mengaku terkejut ketika Bung Hatta Award diberikan kepadanya bersama Bupati Solok. "Saya sebenarnya mengusulkan orang lain," ujar Saldi ketika itu.
2. Saldi Isra ikut memperketat syarat bagi eks terpidana koruptor maju lagi jadi anggota DPD

Sementara, salah satu keputusan yang disorot oleh banyak pihak yakni soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan mantan terpidana termasuk eks napi koruptor boleh maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Namun, para residivis itu tak boleh langsung mencalonkan usai mereka keluar dari bui.
Mereka harus melewati jangka lima tahun usai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu, mereka tidak melakukan tindak pidana yang diancam pidana lima tahun atau lebih.
Lalu, mantan napi itu juga harus mengumumkan mengenai latar belakang dirinya sebagai residivis. Calon anggota DPD juga bukan pelaku kejahatan yang berulang kali melakukan tindak kejahatannya.
Putusan itu dibacakan dalam sidang terbuka di MK pada 28 Februari 2023 lalu. Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Saldi Isra menyebut terkait dengan jabatan publik yang dipilih melalui pemilihan, mahkamah melalui putusan nomor 85/PUU-XX/2022 telah menegaskan bahwa tidak ada lagi perbedaan rezim pemilu dan pemilihan kepala daerah.
Mahkamah telah memberlakukan syarat yang sama antara calon anggota DPR dan DPRD secara kumulatif dan calon kepala daerah. "Diselaraskannya antara norma persyaratan calon bagi mantan narapidana yang akan mengajukan diri sebagai kepala daerah dan calon anggota DPR dan DPRD telah memberikan kepastian hukum dan mengembalikan makna esensial pemilihan, yakni menghasilkan orang-orang yang memiliki kualitas dan integritas untuk menjadi pejabat publik," ungkap Saldi ketika bersidang.
Namun, mahkamah menilai belum semua pejabat publik diterapkan syarat yang sama, terutama calon anggota DPD. MK, kata Saldi, berpendapat bahwa ketentuan di dalam Pasal 182 huruf g perlu ditegaskan dan diselaraskan dengan memberlakukan jeda waktu lima tahun lebih dulu terhadap calon anggota DPD eks narapidana.
3. Saldi tercatat melaporkan harta kekayaan ke KPK mencapai Rp14,9 miliar

Ketika mengecek di komisi antirasuah, Saldi telah rutin melaporkan harta kekayaannya sejak awal ia menjabat hakim konstitusi. Ia melaporkan kali pertama pada 23 Mei 2017 lalu dengan total harta mencapai Rp6,6 miliar. Terakhir kali, Saldi melaporkan harta mencapai Rp14,9 miliar pada 31 Desember 2021.
Harta yang tercatat paling besar dan dilaporkan Saldi adalah kas dan setara kas yakni mencapai Rp7,5 miliar. Lalu, ada pula surat berharga senilai Rp3,5 miliar.
Sementara, terkait aset berupa rumah dan tanah, Saldi melaporkan hanya memiliki tanah dan bangunan yang berada di Solok dan Padang, Sumatra Barat. Total aset berupa tanah dan bangunan mencapai Rp2,7 miliar.
Sedangkan, alat transportasi yang dilaporkan oleh Saldi hanya dua unit yakni Toyota Yaris produksi 2016 seharga Rp240 juta. Kedua, adalah motor Yamaha 1FDC cast wheel tahun 2015 senilai Rp10 juta.