Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil pada Rabu (7/5/2025) mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendaftarkan uji formil Undang-Undang nomor 3 tahun 2025 mengenai TNI. Mereka yang terdiri dari tiga organisasi LSM menjadi kuasa hukum bagi tiga pemohon, termasuk putri bungsu mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid. Namun, Inayah tidak ikut mendaftarkan secara langsung gugatan formil itu ke MK.
Dalam pandangan koalisi masyarakat sipil reformasi di sektor keamanan, proses revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 mengenai TNI telah melanggar aturan di pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Selain itu, revisi Undang-Undang TNI dianggap telah melanggar asas hukum, demokrasi dan kedaulatan rakyat.
"Beberapa hal yang menjadi sorotan, sejak di dalam perencanaannya, UU TNI ini tidak sesuai prosedur. Jadi, surat presiden dulu yang keluar, baru kemudian revisi UU TNI ini terdaftar di prolegnas untuk pembahasan. Dari segi perencanaan pun banyak sekali bermasalah," ujar peneliti di Program Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Violla Reininda di depan gedung MK pada hari ini.
Selain itu, partisipasi publik yang bermakna nihil di dalam revisi Undang-Undang TNI. Seharusnya, kelompok masyarakat sipil seharusnya bisa dilibatkan dalam pembentukan revisi UU TNI.
"Tapi, pada kenyataannya proses dilakukan secara tertutup dan tidak saluran informasi yang bisa diakses oleh publik, seperti rapat-rapat di dalam hotel. Akses dokumen pun juga menjadi satu problem yang sangat penting," tutur dia.
"Bahkan, hingga saat ini dokumen UU TNI yang sudah ditanda tangani oleh presiden belum bisa diakses oleh publik baik di situs resmi DPR atau website pemerintah lainnya. Selain itu, ini terkesan seolah-olah tidak diundangkan dan tak dipublikasikan secara luas," imbuhnya.