Ilustrasi TNI. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Landasan dari usulan TNI tersebut, lanjut Julius, didasarkan pada kenyataan banyak prajurit aktif TNI yang memiliki wawasan tentang kepentingan nasional, serta keahlian yang dibutuhkan kementerian dan lembaga. Apalagi, kata dia, berbagai pembinaan fisik yang dialami prajurit TNI sejak muda membuat tenaganya masih bisa dimanfaatkan kementerian dan lembaga.
Landasan berpikirnya, kata Julius, kehadiran prajurit aktif itu akan memberikan kontribusi yang membuat kinerja kementerian dan lembaga lebih baik.
"Prajurit TNI aktif yang masuk kementerian atau lembaga adalah mereka yang memang punya keahlian yang dibutuhkan. Jadi tidak sekadar memasukkan prajurit aktif TNI ke jabatan-jabatan sipil,” tegas dia.
Dalam dokumen presentasi yang diperoleh, terlihat ada tambahan delapan kementerian dan lembaga, di mana prajurit aktif bisa duduk menjabat, dari sebelumnya hanya 10 kementerian atau lembaga. Prajurit aktif juga bisa masuk kementerian atau lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit TNI sesuai kebijakan Presiden.
Tambahan delapan kementerian dan lembaga itu adalah Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung (Kejagung), serta opsi terbuka untuk kementerian lain.
"Kalau dilihat, Pasal 47 poin 2 itu sebenarnya juga untuk menjadi landasan hukum kehadiran TNI di BNPB, BNPT, Bakamla, dan BNPP. Pasalnya, waktu UU TNI dibuat 2004, badan-badan ini belum ada. Jadi tidak banyak yang baru,” tutur Julius.