Bio Farma Mulai Pembuatan Vaksin COVID-19 

Melakukan rangkaian uji klinis

Jakarta, IDN Times - Indonesia akan segera memulai pembuatan vaksin COVID-19 secara mandiri yang akan dilakukan Induk Holding BUMN Farmasi Bio Farma.

Penelitian vaksin COVID-19 ini merupakan hasil kolaborasi global antara Bio Farma bersama Baylor College of Medicine, USA. Saat ini penelitian tersebut sudah terdaftar di tahap pengembangan kandidat vaksin WHO COVID-19 sejak Juni 2021 lalu.

Vaksin BUMN ini merupakan buatan Indonesia dan akan menggunakan metode Subunit Protein Rekombinan (protein Receptor Binding Domain/RDB). 

1. Dukung kemandirian Indonesia dalam memproduksi vaksin COVID-19

Bio Farma Mulai Pembuatan Vaksin COVID-19 Presiden Joko Widodo (kedua kanan) berbincang dengan Direktur Utama PT. Bio Farma Honesti Basyir (kiri) saat meninjau fasilitas produksi gedung 43 yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi vaksin COVID-19, di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/8/2020). ANTARA FOTO/HO/dok PT Bio Farma/

Pembuatan vaksin BUMN ini bertujuan untuk mendukung kemandirian Indonesia dalam memproduksi vaksin COVID-19, mengingat Indonesia membutuhkan vaksin dalam jumlah yang cukup besar, setidaknya untuk 208 juta penduduk. Jumlah ini belum termasuk vaksin untuk anak usia 6 hingga 11.  

Vaksin BUMN akan diskenariokan menjadi vaksin dengan adjuvan alum untuk indikasi booster (dosis  ketiga), atau sebagai vaksin primer (untuk pemberian dosis pertama dan kedua) pada formula novel adjuvan (alum + CpG).

Namun sebelum diberikan kepada masyarakat, keduanya tetap harus  menjalankan serangkaian uji praklinik dan uji klinis fase 1, 2, dan 3 sebagai vaksin primer. 

Baca Juga: Gandeng Nusantics, Bio Farma Rilis Tes PCR Kumur Bio Saliva

2. Melakukan rangkaian uji klinis

Bio Farma Mulai Pembuatan Vaksin COVID-19 Erick Thohir pastikan Bio Farma siap produksi 250 juta dosis vaksin COVID-19 per tahun di akhir tahun 2020 (Dok. Kementerian BUMN)

Untuk tujuan indikasi vaksin booster pada vaksin dengan adjuvant alum, akan dilakukan uji klinik pada saat hasil interim uji klinik fase 3 sebagai vaksin primer sudah diperoleh. Untuk vaksin BUMN dengan adjuvan alum, sudah mendapatkan Persetujuan Pelaksanaan Uji  Klinik (PPUK) untuk Uji Klinik Fase 1 dari Badan POM yang sudah ditandatangani pada 6  Desember 2021 oleh Kepala Badan POM, Penny K Lukito.

Sementara itu, untuk vaksin berbasis alum, sudah memasuki uji klinis tahap pertama. Suntikan pertama pun sudah dilakukan pada 13 Desember 2021. Total subjek yang akan terlibat dalam uji klinis fase 1 ini terdiri dari 60 subjek, yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu 30 subjek kelompok vaksin uji (calon vaksin BUMN) dan 30 subjek sebagai kelompok vaksin kontrol (vaksin yang sudah mendapat EUA). 

Adapun uji klinis tahap pertama untuk orang dewasa dan lansia akan dilakukan selama tiga bulan. Diharapkan pada April 2022 akan memasuki tahap uji klinis tahap 2 dan tahap 3.  

3. Penelitian vaksin COVID-19 bisa diakselerasi

Bio Farma Mulai Pembuatan Vaksin COVID-19 Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Kepala Divisi Produksi Farmasi Hikmat Alitamsar (kiri) meninjau fasilitas produksi gedung 43 yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi vaksin COVID-19, di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/8/2020). ANTARA FOTO/dok PT Bio Farma

Sementara itu, untuk vaksin BUMN yang menggunakan adjuvant alum+CpG yang akan digunakan sebagai vaksin primer, sedang melalui serangkaian uji praklinik imunogenisitas pada hewan uji rodent dan Non Human Primate (Macaca), toksisitas dan uji tantang pada Macaca. 

Rangkaian ini sudah mulai dilaksanakan pada 10 November 2021, dan akan berakhir pada Februari 2022. Jika hasil uji prakliniknya baik, barulah pada Februari 2022 akan dimulai uji klinis tahap fase 1, yang akan dilanjutkan dengan uji klinis 2 dan 3 untuk orang dewasa dan lansia di akhir Maret 2022, dengan jumlah subjek sebanyak 4.250 orang.

Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, setiap penelitian vaksin jenis baru dan untuk penyakit baru harus melalui tahapan-tahapan yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

“Dalam kondisi normal, satu jenis vaksin bisa dikembangkan dalam waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 10 tahun. Namun dalam kondisi darurat seperti saat ini, penelitian vaksin COVID-19 bisa diakselerasi, dengan tetap memperhatikan standar keamanan, khasiat, atau efikasi, dan mutu," ujar Honesti. (WEB)

Baca Juga: Terungkap! Segini Modal Bio Farma Bikin Reagen PCR

Topik:

  • Marwan Fitranansya
  • Ridho Fauzan

Berita Terkini Lainnya