Modernisasi Industri Pertanian dengan Aplikasi

Produk pertanian semakin berkualitas

Jakarta, IDN Times - Manfaat teknologi digital mulai merambat ke sektor pertanian Indonesia. Digital farming, dianggap bisa menjadi solusi bagi industri pertanian agar bisa lebih maju, modern, dan kompetitif. 

Di Provinsi Bali, komunitas Petani Muda Keren (PMK) besutan A.A Gede Agung Wedhatama, terbiasa menggunakan aplikasi pintar untuk memudahkan mereka dalam mengembangkan pertanian dari hulu ke hilir.

Menurut Wedha, dengan aplikasi yang mereka luncurkan yakni BOS Farmer dan BOS Fresh Apps, kendali mutu terhadap produk yang dipasarkan bisa terjaga dengan baik.

1. Pemanfaatan aplikasi bagi petani

Modernisasi Industri Pertanian dengan AplikasiA.A Gede Agung Wedhatama. (Dok. tabloidsinartani.com)

Aplikasi BOS Farmer digunakan para petani anggota PMK untuk memudahkan petani dalam mengembangkan usahanya. Wedha menjelaskan, dalam aplikasi tersebut petani bisa mengisi keterangan tentang komoditas yang ditanam, jadwal tanam, umur tanaman, luas lahan, hingga jumlah tanaman. 

Dengan algoritma yang dikembangkan sendiri oleh Wedha dan timnya, petani juga bisa mendapatkan informasi terkait periode panen, perkiraan jumlah panen, serta waktu pemupukan.

Selain itu, aplikasi tersebut juga bisa membantu proses quality control yang dilaksanakan dengan ketat. Salah satu syarat wajibnya adalah, produk pertanian harus dibudidayakan secara alami (nature farming), seperti menggunakan pupuk dan pestisida alami.

“Dengan begitu, produk petani Bali akan berkualitas dan sehat,” jelas Wedha.

Baca Juga: Petani Millenial Lampung Pakai Panel Surya Sumber Listrik Hidroponik

2. Pentingnya peranan big data

Modernisasi Industri Pertanian dengan AplikasiIlustrasi aplikasi-aplikasi mobile. (Pixabay.com/JESHOOTS-com)

Melalui aplikasi tersebut, pemanfaatan big data untuk keberlangsungan usaha pertanian juga bisa digunakan oleh anggota komunitasnya. 

“Jadi kita tahu, kapan punya komoditas apa, berapa, dan di mana. Dengan perkiraan data tersebut, PMK bisa mengatur anggotanya agar bergantian dalam menanam komoditas tertentu. Kita cari pasar dulu baru kita tanam. Bukan sebaliknya, tanam dulu baru cari pasar,” ujar Wedha. 

Sementara itu, di tingkat konsumen Wedha meluncurkan aplikasi BOS Fresh yang juga bisa diakses langsung oleh petani. 

“Ada penjualan langsung ke konsumen dan fair trade. Petani tahu berapa harga produknya dijual karena mereka bisa cek langsung,” katanya.

3. Menarik minat generasi muda

Modernisasi Industri Pertanian dengan AplikasiA.A Gede Agung Wedhatama inisiator komunitas PMK dan aplikasi BOS Farmer serta BOS Fresh (Dok. Mongabay Indonesia)

Petani millennial kini semakin menggeliat di berbagai daerah. Meski begitu, menurutnya industri pertanian di Indonesia, khususnya di Bali masih menghadapi berbagai tantangan. 

Ia melihat banyak petani di Bali yang berjuang untuk sejahtera, termasuk minimnya keterlibatan generasi muda dalam sektor pertanian, dan tidak adanya perdagangan yang adil antara petani dan pasar.

Hal itu pula yang memotivasi Wedha untuk menginisiasi komunitas Petani Muda Keren (PMK) pada tahun lalu, dan sudah beranggotakan sekitar 200 orang yang tersebar di seluruh Bali. 

PMK sendir memiliki klaster berdasarkan produknya, seperti kluster hortikultura, klaster cengkeh, dan lain-lain. Mereka bekerja dari hulu yaitu petani hingga ke hilir alias pembeli terakhir, konsumen. 

“Saya mengumpulkan petani agar mereka memiliki kebanggaan bahwa bertani itu cool, dan menjembatani pertanian dari hulu ke hilir. Dari menanam hingga menjual, eceran dan mengekspor,” jelas Wedha. CSC

Baca Juga: Ini Cerita Petani Muda yang Difasilitasi Lewat Program YESS Kementan

Topik:

  • Ridho Fauzan
  • Marwan Fitranansya

Berita Terkini Lainnya