Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mantan Menko Maritim Rizal Ramli (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli menilai dugaan transaksi pencucian uang Rp349 triliun yang diungkap oleh Mahfud MD menjadi skandal TPPU terbesar di dunia. Bila peristiwa itu terjadi di negara maju, maka sudah banyak orang yang dijebloskan ke penjara. 

"Dugaan TPPU senilai Rp349 triliun itu besar sekali di skala dunia. Di negara maju, ada yang nyolong let say US$10 juta bisa masuk penjara. Contohnya, Presiden Donald Trump kan dia sempat ditahan karena perkara duit Rp3 miliar-Rp4 miliar. Dana kampanye dia pakai untuk menyogok selingkuhannya supaya tutup mulut," ungkap Rizal dalam dialog virtual yang diadakan oleh LP3ES pada Rabu (12/4/2023). 

"Hanya karena duit Rp4 miliar, Trump saja sampai dipenjara. Kebayang gak kalau nominalnya sampai Rp349 triliun. Ini termasuk tera skandal, skandal paling besar di dunia. Dari uang money laundry, uang gak beres lah, narkoba, sogokan dan sebagainya," tutur dia lagi. 

Rizal mengaku mendukung penuh dibentuknya satgas untuk membongkar transaksi mencurigakan Rp349 triliun. Namun, ia menyayangkan mengapa Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut dilibatkan di dalam satgas tersebut. Hal itu lantaran dugaan pencucian uang terjadi di Kemenkeu. 

"Saya puji teman saya, Pak Mahfud karena langkahnya bagus untuk membongkar transaksi Rp349 triliun ini. Tapi, ketika dia masukin Sri Mulyani ke dalam satgas, saya katakan this is joke of the month. Ini kan justru orang yang jadi sumber masalah di Kementerian Keuangan," katanya. 

Lalu, bagaimana cara Mahfud untuk memastikan agar satgas pengungkapan transaksi Rp349 triliun itu tetap efektif mengembalikan dana ke kas negara?

1. Benny K Harman dorong dibentuk satgas independen, terpisah dari APH dan Kemenkeu

Anggota Komisi III dari fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman (www.demokrat.or.id)

Sementara, efektivitas satgas yang bakal dibentuk oleh Mahfud, turut diragukan oleh anggota komisi III dari fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman. Ia mengaku heran lantaran satgas itu justru bakal diisi oleh aparat penegak hukum dan pihak Kementerian Keuangan. 

"Kok mereka lagi yang jadi anggotanya? Padahal, sumber masalah ini kan ada di kapebeanan, perpajakan, hingga penegak hukum. Ndak masuk akal saya itu. Bagi saya, ini bagian dari agenda untuk closed kasus ini, mungkin secara halus," ungkap Benny di ruang rapat komisi III DPR dan dikutip dari YouTube IDN Times pada Selasa, (11/4/2023). 

Ia pun mempertanyakan keseriusan dari Mahfud dan Sri Mulyani dalam membongkar transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun ini. Alih-alih percaya kepada satgas yang bakal dibentuk Mahfud, Benny mengusulkan satgas independen atau tim pencari fakta. 

"Sebenarnya saya agak alergi dengan satgas. Karena ujung-ujungnya masuk ke laut semua. Kalau pemerintah benar-benar sungguh-sungguh, maka bentuk lah satgas independen. Kenapa? Karena sumber masalahnya ada di anggota di dalam satgas tersebut," kata dia lagi. 

2. Satgas transaksi Rp349 triliun akan diawasi ketat oleh komite nasional TPPU

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. (Tangkapan layar YouTube Kemenko Polhukam)

Sementara, keraguan sejumlah pihak itu langsung direspons oleh Mahfud. Ia menggaris bawahi bahwa kinerja satgas bakal diawasi secara langsung oleh komite yang dipimpin oleh dirinya. 

"Satgas akan melakukan supervisi terhadap LHA (Laporan Hasil Analisis) dan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) yang berisi laporan keuangan mencurigakan. Setiap surat yang dikirim oleh PPATK pasti turut melampirkan LHA dan LHP. Maka, tidak bisa dikatakan PPATK hanya mengirimkan surat tapi tidak ada LHA atau LHP-nya," kata Mahfud seperti dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam hari ini. 

Ia menambahkan tugas pertama yang bakal menjadi fokus satgas yakni membangun kembali kasus dari awal terkait LHA senilai Rp189 triliun. Berdasarkan data dari Kemenkeu, pelaku individu diketahui telah dijatuhi hukuman.

"Namun, pelaku perseorangan mengajukan PK (Peninjauan Kembali) dan akhirnya divonis lepas dari segala tuntutan hukum," tutur dia. 

Sedangkan, untuk pelaku korporasi, dinyatakan bersalah dan telah dikenai sanksi berupa denda. "Kami memprioritaskan LHP ini untuk memastikan apakah proses hukum terhadap LHP tersebut berhubungan LHP lainnya. Kalau sudah ada yang inkracht, itu tentu menjadi tindak pidana asal (TPA). Sedangkan, TPPU nya masih harus dicari," ujarnya. 

Ia juga menyebut bahwa satgas bakal mendalami LHA yang disebut oleh Kemenkeu sudah ditindak lanjuti. Sebab, kata Mahfud, di dalam hukum TPPU, aksi tindak lanjut belum tentu bermakna laporan itu sudah diselesaikan. 

3. Satgas akan mulai bekerja dalam waktu dekat

Menko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan satgas untuk menelusuri transaksi Rp349 triliun bakal bekerja dalam waktu dekat. Menurut informasi, satgas itu bekerja usai libur Idul Fitri. 

"Nanti lah sebentar lagi. Tapi, kan keputusan tadi bagus. Sudah merupakan apa yang kami putuskan di dalam dan disetujui," ungkap Mahfud usai mengikuti rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, (11/4/2023).

Ia mengatakan meski sudah ada komite untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU) tetapi tetap dibutuhkan satgas untuk mengurai transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. 

"Satgas ini hanya mencakup instansi yang terkait pajak dan bea cukai saja. Sehingga diputuskan tetap ada satgas dan bukan dikerjakan oleh komite," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Komite nasional pencegahan TPPU, kata Mahfud, bakal mengawasi satgas itu bekerja agar sesuai dengan target untuk membongkar transaksi Rp349 triliun yang dinilai mencurigakan. 

Editorial Team