Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota Komisi III Lebih Setuju Transaksi Rp349 T Dibongkar Lewat Pansus

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding ketika mengikuti rapat komisi III DPR. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah anggota Komisi III DPR terlihat masih mengusulkan agar transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun dibongkar lewat pansus hak angket. Padahal, Komite Nasional Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang sudah memutuskan agar transaksi fantastis itu diusut oleh satgas lintas instansi. 

Salah satu yang tetap mengusulkan agar transaksi tersebut diusut lewat pansus hak angket adalah anggota Komisi III dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding. Ia menilai tak mungkin persoalan yang terkait Kementerian Keuangan malah dituntaskan oleh satgas yang juga terdiri dari penyidik Kemenkeu. 

"Masak persoalan di dalam rumah, diselesaikan oleh orang rumah sendiri. Saya rasa lebih tepat bila diselesaikan di dalam pansus hak angket. Bagaimana Pak Kabareskrim? Setuju ya, Pak Menko? Setuju, Pak ya?" tanya Suding di ruang rapat komisi III sambil bertanya kepada Menko Mahfud pada Selasa (11/4/2023) di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat. 

Mahfud terlihat sempat mengangguk di ruang rapat. Lalu, gestur tubuh itu dianggap Suding sebagai bentuk persetujuan. 

Politisi lain yang setuju transaksi Rp349 triliun dibongkar lewat pansus adalah Taufik Basari dari fraksi Partai Nasional Demokrat. "Saya berharap nanti kita semua bisa mengawal ini dalam bentuk pansus (panitia khusus). Nanti antara komite dengan Menkeu dengan PPATK bisa kita bantu, kita kawal membongkar ini semua," ujar pria yang akrab disapa Tobas itu. 

"Karena kami ingin membongkar ini semua. Mudah-mudahan hak angket untuk membentuk pansus ini bisa disetujui," tutur dia lagi. 

 

1. Ide pembentukan pansus hak angket Rp349 triliun masih dibahas antar fraksi

Politisi Partai Nasional Demokrat, Ahmad Sahroni. (www.instagram.com/@ahmadsahroni88)

Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni mengatakan hingga saat ini belum ada rapat internal untuk membahas kemungkinan pembentukan pansus hak angket. 

"Usulan teman-teman untuk angket terkait isu tersebut masih dalam tahap pembahasan dari teman-teman fraksi lain tapi rapat internal belum. Tapi, ada usulan untuk gunakan hak angket apa yang menjadi Rp349 triliun kalau akhirnya penyelesiaan laporan dari Bu Menkeu tidak clear," ungkap Sahroni usai memimpin rapat. 

Ia pun menyebut pihaknya masih menunggu bagan terbaru dari Menkeu Sri Mulyani mengenai jenis transaksi yang dicakup di dalam Rp349 triliun. Lalu, berapa besar nilai transaksi keuangan di luar dari transaksi yang telah berkekuatan hukum tetap. 

Selain itu, Sahroni juga berharap Sri Mulyani dapat menjelaskan mana dari 300 surat yang diterima oleh Kemenkeu termasuk Laporan Hasil Analisis (LHA) dan informasi biasa. "Itu nanti akan kami tanyakan di rapat selanjutnya. Tadi Bu Menteri juga menjelaskan bahwa tidak semuanya (laporan) berasal dari PPATK. Ada yang memang inisiatif PPATK melaporkan, tapi ada juga permintaan dari Kemenkeu ke PPATK," ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa penjelasan dari Sri Mulyani sudah mulai menunjukkan titik terang tetapi belum final. Rapat yang digelar hari ini durasinya lebih singkat lantaran masing-masing menteri memiliki jadwal khusus. 

Mahfud harus menghadiri acara PDIP di area Jagakarsa. Sedangkan, Sri Mulyani harus berangkat ke Amerika Serikat malam ini. 

2. Mahfud bentuk satgas untuk mengusut dari awal transaksi Rp349 triliun

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD ketika berkunjung ke Batam, Kepulauan Riau. (Tangkapan layar YouTube Kemenko Polhukam)

Sementara, Mahfud sudah memberikan instruksi untuk membentuk satgas lintas instansi untuk mengusut dari awal transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. Target LHA yang bakal dibongkar kali pertama yakni transaksi senilai Rp189 triliun. Diduga itu merupakan bagian dari penyelundupan impor emas batangan ke Indonesia.

Satgas untuk menelusuri transaksi Rp349 triliun itu, kata Mahfud, bakal bekerja dalam waktu dekat. Menurut informasi, satgas itu bekerja usai libur Idul Fitri. 

"Nanti lah sebentar lagi. Tapi, kan keputusan tadi bagus. Sudah merupakan apa yang kami putuskan di dalam dan disetujui," ungkap Mahfud usai mengikuti rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. 

Ia mengatakan meski sudah ada komite untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU) tetapi tetap dibutuhkan satgas untuk mengurai transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. 

"Satgas ini hanya mencakup instansi yang terkait pajak dan bea cukai saja. Sehingga diputuskan tetap ada satgas dan bukan dikerjakan oleh komite," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

3. Ketua Komisi III DPR lebih mendukung pembentukan satgas

Ketua Komisi III DPR, Bambang 'Pacul' Wuryanto di rapat komisi. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Meski sejumlah politisi menunjukkan dorongan agar dibentuk pansus hak angket, namun Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto menampilkan sikap sebaliknya. Politisi PDI Perjuangan itu mendukung penuh pembentukan satgas yang diinstruksikan oleh Mahfud. 

"Ini mirip seperti lagu, kau yang memulai, kamu juga yang harus mengakhiri. Jadi, ini semua kami list. Ini akan menjadi tugas satgas untuk diselesaikan. Jadi, kami komisi III mendukung penuh untuk dibuat satgas," ungkap Bambang ketika mengikuti rapat kerja di komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (11/4/2023). 

Perkembangan hasil rapat, kata Bambang, wajib dilaporkan secara reguler oleh satgas dan Kepala PPATK. "Satgas harus bekerja sampai 300 laporan PPATK ini selesai. Kita tuntaskan itu. Jadi, ketua komite silakan membentuk satgas," tutur politikus PDI Perjuangan tersebut.

DPR memiliki masa sidang lima kali dalam satu tahun. Setiap perkembangan dari kinerja satgas, kata Bambang, wajib dilaporkan di masa sidang tersebut. 

"Kami ingin lihat laporan sekian sudah selesai, follow up-nya oleh Kementerian Keuangan seperti ini. Selesai semua sudah," ujarnya. 

Dengan begitu, maka tidak ada kebohongan di antara pemerintah, parlemen dan publik. "Jadi, Kepala PPATK yang memulai, maka Kepala PPATK juga yang mengakhiri," katanya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us