Apakah "Kocok Ulang" Untuk Pengganti Setya Novanto Perlu Dilakukan? Ini 4 Alasan yang Perlu Kamu Ketahui
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Desakan untuk melakukan pengocokan ulang semua pimpinan DPR terus diutarakan oleh Politikus PDI Perjuangan, Aria Bima. "Kocok ulang" atau pemilihan ulang Ketua DPR ulang dianggap Aria bisa menjadi solusi yang tepat mengatasi masalah keresahan rakyat terhadap kredibilitas anggota DPR saat ini. Dia mengatakan bahwa pencopotan Ketua DPR Setya Novanto masih belum cukup untuk membenahi lembaga legislatif. Meskipun MKD memberikan sanksi yang berat kepada Setya Novanto, perubahan yang signifikan juga masih belum tercipta.
Pasalnya partai pendukung pemerintah masih belum bisa mencalonkan pilihannya untuk jadi pimpinan DPR. Hal tersebut dikarenakan dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) mengenai pemilihan ketua DPR dilakukan secara paket. Menurutnya, ini adalah kesalahan yang fatal sejak awal. Proses pemilihan pimpinan secara paket tersebut harus diubah.
Pada Pasal 84 UU MD3 disebutkan bahwa pimpinan DPR diusulkan dari fraksi-fraksi dan bersifat tetap. Pasal 87 UU tersebut menyebutkan pula, bila salah satu pemimpin DPR diganti, penggantinya harus berasal dari partai yang sama.
Lalu alasan kenapa pimpinan DPR pengganti harus dari partai yang berbeda?
Editor’s picks
Menurut Aria Bima, ada beberapa alasan yang membuat pimpinan DPR pengganti harus berasal dari partai yang berbeda. Alasannya antara lain adalah sebagai berikut:
1. Publik tentunya sudah tahu bahwa kualitas pimpinan DPR saat ini sudah tidak kredibel dan tidak berwibawa. Banyak kasus pelanggaran yang telah terjadi, masalah Freeport menjadi salah satunya. Dengan kata lain pemilihan sebaiknya dikembalikan seperti periode Agung Laksono dan Marzuki Alie.
2. Dukungan juga datang dari Agung Laksono selaku ketua DPR 2004 – 2009. Dia mengatakan perlu adanya kocok ulang pimpinan DPR apabila Setya Novanto mengundurkan diri atau dimundurkan dari jabatannya berdasarkan hasil sidang dari MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan).