5 Hal yang Bisa Kita Lakukan Sambut Hari Satwa Sedunia

Lahan gambut Indonesia pegang peran penting dunia lho!

Jakarta, IDN Times - Banyaknya satwa liar memasuki permukiman penduduk belakangan ini karena habitat mereka semakin menyempit, atau bahkan hilang. Mereka juga tidak punya lagi makanan di hutan, sehingga mereka memasuki permukiman warga untuk mencari makan.

“Kalau habitat mereka terjaga, rumah mereka aman-aman saja, mereka tidak akan masuk ke area pemukiman. Jika diibaratkan dengan manusia, mereka tergusur dari rumahnya. Kalau digusur, kita mau tinggal di mana?” kata Koordinator Nasional Pantau Gambut Iola Abas dalam keterangan tertulis, Senin (4/10/2021).

Iola menjelaskan satwa yang tergusur dan masuk ke perkampungan itu terkadang dianggap sebagai hama oleh sebagian masyarakat, hingga kemudian dibunuh. Selain karena perburuan liar, habitat satwa yang rusak itu juga berpengaruh besar terhadap jumlah satwa liar yang dilindungi yang terus berkurang.

“Padahal, mungkin mereka datang ke permukiman hanya ingin minta tolong,” kata dia

Menurut Iola banyak faktor yang membuat habitat satwa itu hilang. Antara lain, deforestasi, alih fungsi hutan dan lahan gambut menjadi lahan perkebunan sawit skala besar, industri perhutanan, pertambangan atau pembangunan infrastruktur yang memerlukan pengeringan lahan gambut hingga terjadi kerusakan yang berakibat kebakaran hutan dan lahan gambut.

Padahal, kata Iola, lahan gambut Indonesia memegang peran penting bagi dunia. Lahan gambut di Indonesia yang luasnya mencapai 15 juta-20 juta hektare mampu menyimpan sekitar 53-60 miliar ton karbon. Ini berarti, kata dia, Indonesia menjadi salah satu kawasan utama penyimpan karbon dunia. Jika cadangan karbon yang tersimpan di tanah terlepas ke udara, maka karbon bisa menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.

Ini lima hal yang bisa kita lakukan dalam rangka memperingati Hari Binatang Sedunia yang jatuh pada hari ini, untuk menyelamatkan 35 spesies mamalia, 150 spesies burung, dan 34 spesies ikan, yang hidup di lahan gambut.

Baca Juga: 5 Fakta Unik Keanekaragaman Satwa di Indonesia, Bikin Takjub! 

1. Jangan membeli dan memelihara satwa langka

5 Hal yang Bisa Kita Lakukan Sambut Hari Satwa Sedunia(Dok. Pantau Gambut)

Percaya atau tidak, angka perdagangan satwa liar terbilang tinggi di dunia. Posisinya berada di nomor empat, setelah perdagangan manusia, senjata, dan narkoba. Banyak orang beranggapan, satwa yang keluar dari habitatnya boleh ditangkap dan diperjual-belikan.

Peneliti di Pusat Studi Ilmu Komunikasi Lingkungan, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Dr. Herlina Agustin mencontohkan, di Lampung sering terjadi penyelundupan burung liar. Burung tersebut kemudian dikirim ke kota-kota di Pulau Jawa, karena Jawa menjadi pusat penjualan satwa terbesar di Indonesia.

“Ketika satwa sudah dipelihara oleh manusia, proses rehabilitasinya akan sulit sekali. Perlu waktu bertahun-tahun untuk membuat satwa itu kembali berfungsi sesuai kodratnya di alam. Proses adaptasinya butuh waktu lama. Mereka yang sudah terbiasa diberi makan, harus mencari makanan sendiri saat hidup di alam lepas,” kata Herlina.

Padahal, menurut Herlina, satwa liar memiliki peran dan fungsi di alam yang tidak bisa tergantikan manusia, bahkan mesin sekali pun. Misalnya, serangga, jika punah, maka penyerbukan tanaman akan terganggu. Akibatnya, tidak ada hasil tanaman yang dapat dipanen.

“Kepunahan serangga akan mempercepat kepunahan manusia, secepat apa pun manusia berusaha untuk menggantikan fungsi serangga. Sebagian spesies serangga kini sudah masuk dalam satwa langka yang harus dilestarikan,” kata dosen Jurusan Jurnalistik, Unpad ini.

Iola menambahkan, perdagangan satwa langka juga merambah media sosial. Karena itu, ia berharap masyarakat berani melaporkan segala aktivitas perdagangan satwa langka kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.

2. Mengedukasi soal satwa kepada masyarakat

5 Hal yang Bisa Kita Lakukan Sambut Hari Satwa SeduniaIlustrasi satwa langka (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

Herlina mengatakan, melalui muatan lokal yang terangkum dalam kurikulum sekolah, guru bisa menjelaskan tentang habitat satwa di sekitar lingkungan sekolah. Misalnya, siswa perlu berhati-hati ketika melewati daerah sungai karena area itu merupakan habitat buaya.
Guru, kata Herlina, juga bisa mengingatkan pentingnya mematuhi papan larangan yang sudah diletakkan di sana. Dengan begitu, konflik antara manusia dan hewan liar bisa diminimalkan.

“Namun edukasi ini tidak mudah, karena media sosial diramaikan oleh para selebgram yang sibuk memamerkan binatang peliharaan mereka, yang sebenarnya tidak boleh dipelihara. Misalnya, monyet. Orang jadi tertarik untuk membeli juga, terutama anak-anak. Ketika anak jadi penggemar selebgram tersebut, mereka jadi sulit memahami soal konservasi,” kata aktivis perlindungan fauna Indonesia itu.

Masyarakat yang awam atau belum punya banyak pengetahuan soal fauna, kata Herlina, bisa berkolaborasi dengan mereka yang punya pengalaman di lapangan. Dia mencontohkan, sekolah bisa bekerja sama dengan BKSDA atau jagawana yang menjaga hutan sekitar sekolah.

Mereka, kata Herlina, bisa menceritakan kisah-kisah memilukan tentang satwa yang mati akibat tersiksa oleh jerat pemburu atau mati karena kebakaran yang disebabkan puntung rokok.

Sebetulnya, menurut dia, kebun binatang harus menjadi sarana edukasi soal satwa, bukan hanya sebagai sarana hiburan. Tapi, kata Herlina, perilaku hewan di sana harus dibuat seperti di habitat aslinya. Dia melihat hal ini sulit dilakukan karena luas areanya tidak memungkinkan.

3. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya lahan gambut sebagai habitat flora dan fauna

5 Hal yang Bisa Kita Lakukan Sambut Hari Satwa Sedunia(Dok. Pantau Gambut)

Iola mengatakan masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan orang-orang di sekitarnya, tentang pentingnya lahan gambut sebagai habitat flora dan fauna yang dilindungi. Jika ekosistem rusak, kata dia, maka binatang juga akan punah, akibatnya rantai makanan juga akan rusak.

Keberlangsungan suatu ekosistem, menurut Iola, tidak ditentukan oleh satu atau dua penghuni saja, tapi harus dilihat secara keseluruhan dalam satu kesatuan karena saling berhubungan.

Iola mencontohkan, pohon besar berfungsi sebagai tempat tinggal dan makan orangutan. Jika pohonnya habis, mereka tidak ada tempat tinggal dan kehilangan makanan.

Padahal, kata dia, orangutan berperan menyibakkan kanopi di atas sarangnya, sehingga sinar matahari pagi masuk ke dalam hutan dan terjadilah proses fotosintesis yang menguntungkan tumbuhan di dalam hutan.

“Kampanye untuk meningkatkan awareness ini perlu dilakukan secara konsisten. Biasanya isu kerusakan gambut baru muncul setelah ada kebakaran hutan. Tapi, begitu tetes hujan pertama jatuh, orang perlahan lupa pada isu tersebut, sampai tiba kebakaran berikutnya,” kata Iola.

Kampanye itu tak selalu harus turun ke jalan. Anda bisa memilih untuk ‘berkampanye’ sesuai kapasitas. Misalnya, pekerja seni bisa membuat karya yang mengungkap kegelisahan soal kerusakan lahan gambut. Para content creator bisa berkampanye dengan membuat konten keren di akun media sosialnya. Begitulah yang dilakukan oleh Titin, yang mengajar mata kuliah Jurnalistik Spesialisasi Kompartemen Lingkungan. “Penelitian untuk skripsi diarahkan ke lingkungan, misalnya meneliti konflik antara buaya dan manusia melalui pemberitaan media.”

4. Bantu memasarkan produk buatan masyarakat lokal

5 Hal yang Bisa Kita Lakukan Sambut Hari Satwa SeduniaIlustrasi produk lokal (IDN Times/Indah Permata Sari)

Iola menjelaskan, di area lahan gambut terdapat banyak tanaman yang bisa dimanfaatkan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Misalnya, pohon tengkawang (Illipe nut) yang dari buahnya saja banyak manfaatnya, mulai dari obat, bahan makanan, hingga produk kecantikan.

“Minyak tengkawang ini jadi hits sekitar lima-enam tahun lalu. Pohon ini endemik hutan hujan tropis Kalimantan. Namun, dapat tumbuh dengan baik di lahan gambut karena tahan lahan basah tergenang," kata dia.

Ada juga hasil kerajinan anyaman yang dibuat dari tanaman purun, seperti sandal, tikar, tas, dan topi. Hanya saja, kata Iola, pasarnya belum luas dan variasi produknya belum banyak.

Karena itu, Iola mengajak masyarakat yang memiliki akses yang lebih luas bisa membantu dengan membukakan pasar, misalnya mempromosikan via media sosial. Di samping itu, bantuan masyarakat juga diperlukan untuk mencari tahu manfaat komoditas-komoditas tersebut.

“Yang merasa punya akses luas terhadap pengetahuan dan teknologi dapat membantu, misalnya dengan melakukan banyak riset serta inovasi-inovasi baru ramah lingkungan,” kata dia.

5. Pilih produk ramah lingkungan

5 Hal yang Bisa Kita Lakukan Sambut Hari Satwa SeduniaIlustrasi produk ramah lingkungan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Iola mengatakan jika diamati produk yang sehari-hari digunakan atau dikonsumsi masyarakat, banyak produk berbahan baku dari alam misalnya minyak kelapa sawit atau kayu. Seperti produk kosmetik berupa lipstik dan bedak, makanan seperti cokelat dan es krim, serta produk perawatan tubuh.

“Sebisa mungkin gunakan produk dengan opsi lebih ramah lingkungan. Cermat memilih dan mencari tahu, dari manakah produk ini berasal, apakah dari industri yang merusak hutan dan lahan gambut? Selain itu, hindari pola hidup konsumerisme berlebihan. Beli dan pakai secukupnya," kata dia.

Menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan sampai ke produk yang kita gunakan sehari-hari, menurut Iola, memang terkesan repot. Namun, kata dia, secara tidak langsung kita turut berkontribusi menjaga kelestarian hutan dan lahan gambut.

"Manfaatnya pun akan kembali kepada kita. Mungkin tidak sekarang, namun nanti di masa depan, untuk hidup generasi mendatang yang lebih baik dan sehat,” kata Iola.

6. Tentang Pantau Gambut

5 Hal yang Bisa Kita Lakukan Sambut Hari Satwa SeduniaPerawatan Taman Nasional Way Kambas (Istimewa)

Pantau Gambut adalah wadah yang menyediakan akses terhadap informasi mengenai perkembangan kegiatan dan komitmen restorasi ekosistem gambut, yang dilakukan segenap pemangku kepentingan di Indonesia.

Pantau Gambut juga bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan gambut dalam konteks perlindungan lingkungan hidup, pengurangan emisi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan menggabungkan teknologi, data terbuka, dan jaringan masyarakat, publik dapat memantau komitmen restorasi lahan gambut yang dilakukan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta pelaku usaha.

Melalui analisis perkembangan serta kendala realisasi komitmen pelaku restorasi, diharapkan dapat tercipta gagasan yang dapat mendukung target restorasi gambut di tingkat nasional.

Kamu juga bisa mengakses laman www.pantaugambut.id untuk membantu memantau soal lingkungan, khususnya isu restorasi gambut, guys.

Baca Juga: Dibangun Rp3 Miliar, Taman Burung Siak Isinya Hanya Seekor Elang

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya