Hari Pengurangan Risiko Bencana, Kenali 7 Potensi Petaka di Indonesia

Kesenjangan sosial bisa jadi bencana lho!

Jakarta, IDN Times - Badan PBB UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction) atau sekarang bernama United Nations for Disaster Risk Reduction (UNDRR), sejak 2009 menetapkan 13 Oktober sebagai Hari Peringatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Internasional (International Day for Disaster Risk Reduction).

Hari Peringatan PRB ini menjadi pengingat bersama atas kemajuan-kemajuan, keberhasilan, capaian-capaian dalam mempertahankan ketangguhan dari dampak di Indonesia. Peringatan PRB telah menjadi agenda nasional yang dilaksanakan setiap tahun sejak 2013.

Baca Juga: Pemkab Ketapang Tetapkan Status Tanggap Darurat Banjir 14 Hari

1. Menganalisis risiko-risiko dampak bencana terhadap kehidupan

Hari Pengurangan Risiko Bencana, Kenali 7 Potensi Petaka di IndonesiaIlustrasi tanah longsor (IDN Times/Sukma Shakti)

Seperti dikutip dari laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB), Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah rangkaian upaya yang dilakukan secara sistematis, untuk menganalisis risiko-risiko dampak bencana terhadap kehidupan dan penghidupan manusia.

Setelah berbagai upaya penanggulangan bencana di Indonesia dilaksanakan, telah dirasakan banyak kemajuan dan capaian dalam membangun ketangguhan bangsa melalui upaya PRB.

Namun, besarnya pencapaian PRB perlu terus dimonitor dan evaluasi agar upaya-upaya tersebut tidak hanya mengurangi risiko yang ada, tetapi juga diharapkan dapat mencegah munculnya risiko-risiko baru.

Investasi PRB perlu selalu dilakukan secara fokus dan inklusif dalam pembangunan berkelanjutan, agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.

Karena itu, untuk mendukung kemajuan-kemajuan dalam upaya penanggulangan bencana ini, diperlukan komitmen yang kuat antara pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan lembaga usaha.

2. Peringatan Bulan PRB Nasional 2022

Hari Pengurangan Risiko Bencana, Kenali 7 Potensi Petaka di IndonesiaIlustrasi gunung meletus (IDN Times/Arief Rahmat)

Penyelenggaraan peringatan bulan PRB nasional sebelumnya secara urutan adalah Kota Mataram, NTB (2013), Kota Bengkulu, Bengkulu (2014), Kota Surakarta, Jawa Tengah (2015), dan Kota Manado, Sulawesi Utara (2016), Kota Sorong, Papua (2017), Kota Medan, Sumatra Utara (2018).

Kemudian, Bangka Belitung (2019), DKI Jakarta (2020) dan Kota Ambon, Maluku (2021) dilaksanakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bekerjasama dengan pemerintah daerah dan para pelaku penanggulangan bencana.

Pada 2022, BNPB bekerja sama dengan BPBD Provinsi Kalimantan Timur untuk menyelenggarakan rangkaian Puncak Peringatan Bulan PRB Nasional 2022 pada 12-14 Oktober 2022, dengan mengusung tema “Bersama Kita Tangguh” dan tagline: Bebaya Etam Tegoh.

Peserta kegiatan ini bersifat umum meliputi komunitas masyarakat, NGO/INGO, lembaga usaha, perguruan tinggi serta pemerintah daerah dengan jumlah peserta berkisar 100 orang setiap sesinya.

BNPB berharap, dengan bersama-sama kita dapat mewujudkan masyarakat yang tangguh dalam menghadapi bencana. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Kota Balikpapan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur.

Baca Juga: Jokowi Titip Heru Budi Atasi Banjir dan Macet Jakarta

3. Potensi bencana di Indonesia

Hari Pengurangan Risiko Bencana, Kenali 7 Potensi Petaka di IndonesiaIlustrasi tsunami (IDN Times/Mardya Shakti)

Secara umum, bencana dapat disebabkan karena kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain, bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards).

Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) penyebab bencana dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards).

Kemudian juga penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation), kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota atau kawasan yang berisiko bencana kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di masyarakat.

Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi rawa-rawa.

Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor. Data menunjukkan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan tertinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami.

Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan gempa tektonik, 9 persen letusan gunung berapi dan 1 persen tanah longsor (Latief dkk, 2000).

Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami, terutama pantai barat Sumatra, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi.

Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun 1600-2000, di daerah ini terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan gempa bumi, dan empat akibat meletusnya gunung berapi di bawah laut.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrem. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur.

Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan.

Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia.

Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat.

Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun, karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek, dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik di  masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya