Jokowi Dukung Uji Materi UU MD3, Begini Pendapat Pakar Hukum Tata Negara

Reaksi dan penolakan masyarakat membantu uji materi UU MD3

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak akan membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). Ia justru mendukung masyarakat ramai-ramai menggugat UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

1. Menyambut baik langkah Presiden Jokowi

Jokowi Dukung Uji Materi UU MD3, Begini Pendapat Pakar Hukum Tata NegaraInstagram/@irmanputra_sidin

Pakar Hukum Tata Negara A Irmanputra Sidin selaku kuasa hukum pemohon pungujian UU MD3 menyambut baik sikap Presiden. Menurut dia, langkah Jokowi sudah tepat menyikapi pengesahan undang-undang ini.

"Pilihan Presiden untuk mempersilakan jalur MK, adalah pilihan yang paling sehat, karena kodratinya MK memang dihadirkan untuk memutuskan problem konstitusional undang-undang," ujar Irman dalam keterangan tertulisnya di akun Instagram-nya @irmanputra_sidin, yang dikutip hari ini, Kamis (22/2). 

Baca juga: Alasan-alasan Ini Diduga Membuat DPR Mengesahkan UU MD3

2. Reaksi dan penolakan masyarakat membantu untuk putusan MK

Jokowi Dukung Uji Materi UU MD3, Begini Pendapat Pakar Hukum Tata NegaraIDN Times/Teatrika Putri

Irman mengatakan pasca pihaknya mendaftarkan pengujian UU MD3 pada 14 Februari 2018 di Mahkamah Konstitusi (MK), atau hari ketiga setelah UU MD3 disetujui DPR, eskalasi politik hukum yang signifikan atas respons masalah konstitusionalitas undang-undang tersebut semakin nyata. Hal ini membawa nilai positif bagi pertimbangan MK atas pengujian undang-undang ini nanti. 

"Berbagai kalangan, baik perseorangan atau kelompok orang memberikan reaksi penolakan atas undang-undang tersebut. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaaat sebagai sebuah fakta sosio konstitusional bagi MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini," kata dia.

Bukan hanya sampai di situ, reaksi atas permohonan pengujian UU MD3 hingga pucuk vertikal kekuasaan. Presiden telah menyatakan secara eksplisit, termasuk melalui menterinya.

"Menteri Hukum dan HAM di berbagai media telah menyatakan bahwa Presiden cukup concern terhadap masalah ini, terutama pada pasal-pasal yang kami mohonkan pengujiannya di MK yang telah kami ungkap dalam rilis sebelumnya," kata dia.

Bahkan di berbagai media, kata Irman, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan kemungkinan Presiden Jokowi tidak akan menandatangani undang-undang yang sedang proeses uji materi ini, dan memastikan tidak akan ada Perppu soal ini.

"Dan bahkan Presiden mempersilakan untuk mengujinya di MK. Tentunya, ketiga sikap ini adalah hal yang positif, pertama, instrument Perppu memang akan tidak sehat jikalau dipakai untuk 'mengebom' atau 'membumihanguskan' undang-undang," tutur dia. 

Karena, menurut Irman, Perppu menurut UUD 1945 bukanlah 'hak veto', dan jika Perppu dipakai sebagai instrument veto, maka akan destruktif terhadap demokrasi konstitusional, karena kodrati Perppu bukanlah hak veto. 

"Sikap lain yang perlu dipahami bahwa di saat Presiden tidak menandatangani (mengesahkan) UU MD3, maka undang-undang yang telah disetujui bersama DPR dan Presiden (12 Februari 2018), pada hari ketigapuluh yaitu, otomatis sah karena wajib diundangkan menurut Pasal 20 ayat 5 UUD 1945. 

3. UU MD3 sudah sah meski Presiden tidak menandatangani

Jokowi Dukung Uji Materi UU MD3, Begini Pendapat Pakar Hukum Tata NegaraAntarafoto

Irman mengatakan meski Presiden tidak mengesahkan UU MD3, maka undang-undang tersebut sah. Bukan karena tandatangan Jokowi, namun karena konstitusi yakni Pasal 20 ayat (5) UUD 1945. 

"Sikap tidak menandatangani undang-undang bisa dipahami, karena undang-undang sesungguhnya mengikat kita semua sebagai warga negara. Termasuk, kepada yang membentuk undang-undang itu sendiri ( DPR dan Presiden), bahkan suatu saat mereka semua pensiun dari jabatannya maka UU itu terus mengikatnya sebagai warga negara," ujar dia.

Oleh karenanya, kata Irman, sebuah undang-undang yang diuji, tidak boleh dipertahankan mati-matian di MK seperti perkara konvensional lainnya. Karena pengujian undang-undang bukanlah sifatnya berhadap-hadapan antara pemohon (penggugat) dengan kekuasaan. 

"DPR dan Presiden, hanya (dapat) dimintai keterangannya oleh MK, dan dalam penyampaian keterangan tersebut, bisa saja Presiden punya pertimbangan lain yang telah berbeda dengan intensi awal (pembentukan) undang-undang tersebut," ujar dia.

Oleh karenanya, Irman menambahkan, sikap Presiden terhadap UU MD3 ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi pemeriksaaan perkara ini di MK. "Bahkan paradigma pembangunan demokrasi konstitusional pengujian UU kita di masa-masa datang," ujar dia.

4. Presiden Jokowi menolak karena beberapa pasal

Jokowi Dukung Uji Materi UU MD3, Begini Pendapat Pakar Hukum Tata Negaraaljazeera.com

Sementara, Ketua DPR Bambang Soesatyo mendukung sikap Presiden Jokowi yang mengatakan tidak akan mengeluarkan Perppu terhadap UU MD3, meskipun Presiden enggan menandatangi RUU MD3 yang telah disahkan pada rapat paripurna DPR pada pekan lalu.

Jokowi menolak mendatangani RUU MD3 karena ada beberapa pasal dalam UU MD3 yang dinilai kontroversial. Adapun pasal yang dianggap kontroversial yakni Pasal 73, mengenai permintaan DPR kepada Polri untuk memanggil paksa, bahkan dapat dengan penyanderaan, setiap orang yang menolak memenuhi panggilan para anggota Dewan. Pasal itu meminta Polri wajib memenuhi permintaan tersebut.

Kemudian, Pasal 122 huruf k, mengenai wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum kepada siapa pun yang merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya. Lalu, Pasal 245 yang menyatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan presiden dan pertimbangan.

Baca juga: Presiden Jokowi Enggan Meneken Revisi UU MD3

Topik:

Berita Terkini Lainnya