Penundaan Pemilu 2024: Langgar Konstitusi dan Coreng Demokrasi

Sejumlah tokoh minta hentikan wacana penundaan pemilu 2024

Jakarta, IDN Times - Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Delia Wildianti, mengimbau seluruh elemen bangsa Indonesia mengakhiri wacana penundaan Pemilu 2024, dengan kembali kepada tuntunan konstitusi dan prinsip demokrasi.

"Kita (bangsa Indonesia) harus kembali pada konstitusi. Konstitusi telah mengatur aturan mainnya dan prinsip demokrasi juga, mengharuskan adanya penyelenggaraan pemilu yang reguler dan periodik," ujar dia, saat menjadi narasumber dalam diskusi publik virtual Pusat Kajian dan Analisis Data bertajuk "Tunda Pemilu dan Tiga Periode: Lanjutkan Pak Dhe?" dilansir ANTARA, Kamis (3/3/2022).

Pernyataan Delia menanggapi munculnya wacana penundaan Pemilu 2024, yang kini kembali berpolemik, usai dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, dan sejumlah elite partai politik.

Wacana penundaan Pemilu 2024 sebenarnya muncul sejak beberapa tahun belakangan, dengan usulan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dengan menambah satu periode. Namun, wacana tersebut terbenam seiring munculnya pandemik COVID-19.

Sebelumnya, kalangan pengusaha melalui Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, juga menyampaikan usulan yang sama. Mereka beralasan, kondisi politik akan berdampak pada masalah ekonomi, di tengah masa pemulihan dampak pandemik.

Baca Juga: Muhaimin: Penundaan Pemilu 2024 Sebatas Usulan, Keputusan di Presiden

1. Penundaan pemilu menunjukkan pemerintah dan partai politik inkonsistensi

Penundaan Pemilu 2024: Langgar Konstitusi dan Coreng DemokrasiIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Dengan kembali menaati konstitusi dan prinsip demokrasi, kata Delia, bangsa Indonesia pun akan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kekacauan.

Delia mengatakan apabila wacana penundaan Pemilu 2024 direalisasikan akibat alasan keberadaan pandemik atau untuk mendukung pemulihan ekonomi pascapandemik, hal tersebut berpotensi menunjukkan inkonsistensi pemerintah atau pun partai-partai politik.

Menurut Delia, inkonsistensi tersebut berpotensi muncul karena pada 2020, pemerintah justru bersikukuh menyelenggarakan pemilu.

"Sekarang, tiba-tiba, ada usulan atau wacana untuk menunda pemilu. Menurut saya, ini adalah bentuk inkonsistensi dari pemerintah atau pun partai-partai politik yang mengusulkan penundaan pemilu," ucap dia.

Delia mengatakan keberhasilan pemerintah menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah pandemik, bahkan dengan peningkatan partisipasi masyarakat lebih dari tujuh persen, menandakan keadaan pandemik bukanlah faktor penghambat penyelenggaraan pemilu.

Dengan demikian, Delia mengimbau, pemerintah percaya Pemilu 2024 dapat diselenggarakan secara lebih baik, meskipun penyelenggarannya masih berada pada masa pandemik.

"Karena latar belakang itu, pemerintah harusnya percaya bisa menyelenggarakan Pemilu 2024 berdasarkan pengalaman di tahun 2020, bahkan bisa lebih baik," kata dia.

Selain itu, kata Delia, penetapan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dilakukan Komisi II DPR pada Kamis (17/2/2022) dini hari, mengukuhkan penyelenggaraan Pemilu 2024 dapat dipersiapkan dengan lebih baik sejak sekarang.

2. ICW minta parpol tak usulkan penundaan Pemilu 2024

Penundaan Pemilu 2024: Langgar Konstitusi dan Coreng DemokrasiIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada kesempatan lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mendesak partai politik (parpol) menghentikan usulan penundaan Pemilu 2024.

"Penundaan Pemilu 2024 akan mengancam proses demokrasi Indonesia dan berpotensi memunculkan kepemimpinan otoritarian. ICW mendesak PKB, PAN, dan Golkar serta partai politik lainnya yang setuju penundaan Pemilu 2024, segera mencabut pernyataannya," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayogha dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Usulan penundaan Pemilu 2024 tersebut, menurut Egi, justru mencederai amanat reformasi Indonesia, memantik kemarahan publik, mengacaukan tatanan demokrasi dan hukum serta memberikan pendidikan politik yang buruk bagi masyarakat.

"ICW mendesak seluruh partai politik untuk konsisten pada Keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022 yang telah disahkan bersama-sama Komisi II DPR-RI, pemerintah, dan penyelenggara pemilu," ujar dia.

Sementara bagi partai politik lain, ICW mengingatkan, agar tetap berpegang teguh pada hukum pemilu dan tidak mengikuti langkah PKB, Golkar, dan PAN yang setuju menunda Pemilu 2024.

"ICW meminta Presiden Joko Widodo untuk secara tegas menolak wacana penundaan pemilu dan konsekuen terhadap jadwal pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU berdasarkan konsultasi dengan pemerintah dan DPR," kata Egi.

ICW menyebut alasan penundaan demi stabilitas ekonomi tidak relevan, karena dari segi pertumbuhan ekonomi, perekonomian Indonesia triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan 7,07 persen (yoy) dan berpotensi naik pada 2022.

Selain itu, pilkada serentak pada 2020 juga telah terselenggara di 270 daerah dengan baik dan menerapkan protokol kesehatan dengan tertib.

"Sehingga tidak ditemukan 'klaster pilkada' seperti yang dikhawatirkan sebelum pelaksanaan. Bahkan tingkat partisipasi pada Pilkada Serentak 2020 mencapai angka 76,09 persen. Jadi, penundaan Pemilu 2024 dengan alasan pandemi COVID-19 tidak cukup relevan," ujar Egi.

3. Penundaan pemilu tak hanya melanggar konstitusi, melainkan berbahaya untuk kehidupan demokrasi

Penundaan Pemilu 2024: Langgar Konstitusi dan Coreng DemokrasiKetua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyebut usulan penundaan pemilu tak hanya akan melanggar konstitusi, melainkan berbahaya untuk kehidupan demokrasi dan iklim negara hukum di Indonesia.

"Rencana penundaan pemilu sesungguhnya telah melanggar konstitusi sebagaimana dalam Pasal 7 Jo 22 E ayat (1) UUD NRI 1945 yang memuat dua prinsip yang harus ditaati, yaitu penghormatan terhadap hak sipil dan politik warga negara serta pembatasan terhadap kekuasaan politik," kata Isnur.

Senada dengan ICW, Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto juga menilai, penundaan Pemilu 2024 berpotensi menurunkan skor indeks demokrasi Indonesia yang saat in belum dapat dikatakan baik.

“Dua penyumbang skor yang banyak (terhadap akumulasi skor indeks demokrasi Indonesia tahun 2021 yang diluncurkan The Enonomist Intelligence Unit dengan nilai 6,71 dan berada di peringkat 52 dari 167 negara) adalah partisipasi politik masyarakat sebesar 7,22 dan adanya pelaksanaan pemilu dengan nilai 7,9,” ujar Wijayanto saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual LP3ES bertajuk “Menunda Pemilu, Membajak Demokrasi” dipantau dari Jakarta, Selasa, 1 Maret 2022.

Sehingga, kata dia, apabila pemilu ditunda atau masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode, Indonesia tidak dapat dianggap memiliki pemilu yang teratur, baik, dan demokratis. Dengan kata lain akan menghilangkan faktor yang mendukung peningkatan indeks demokrasi di Tanah Air.

“Dapat dengan mudah dikatakan skor indeks demokrasi Indonesia akan jeblok (apabila Pemilu 2024 ditunda),” kata Wijayanto.

Dia mengumpamakan keadaan demokrasi di Indonesia saat ini selayaknya sebuah rumah yang tengah mengalami banjir setinggi leher, namun sekarang banjir itu menyurut menjadi setinggi lutut.

Dengan demikian, menurut Wijayanto, meskipun skor indeks demokrasi Indonesia pada 2021 meningkat dibandingkan 2020 yang bernilai 6,30 dan menduduki peringkat 64, bukan berarti keadaan demokrasi di Indonesia benar-benar baik.

“Jadi, sebenarnya masih kebanjiran. Masih mundur demokrasinya,” ujar dia.

Wijayanto memaparkan bukti konkret peran partisipasi politik dalam menyumbangkan nilai yang mampu memperbaiki skor indeks demokrasi Indonesia pada 2021.

“Bukti konkretnya, masih ada masyarakat sipil, seperti lembaga bantuan hukum (LBH), Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Survei Kedai Kopi, LP3ES yang terus menerus melakukan partisipasi politik untuk menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Lalu, ada tindakan masyarakat sipil turun ke jalan, seperti saat KPK dilemahkan, Omnibus Law disahkan. Jadi, skor kita itu naik, salah satunya karena ada partisipasi politik ini,” kata dia.

Baca Juga: Pemilu Diundur, Muhammadiyah: Melanggar, Jangan Tambah Masalah Bangsa

4. Tidak ada alasan menunda Pemilu 2024

Penundaan Pemilu 2024: Langgar Konstitusi dan Coreng DemokrasiPakar hukum tata negara Unsoed Purwokerto Prof. Muhammad Fauzan. (ANTARA/Istimewa.)

Pakar hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Muhammad Fauzan, menilai tidak alasan untuk menunda pelaksanaan pemilu 2024.

"Secara hukum tata negara harus dilihat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pemilihan umum secara periodik (digelar) lima tahun sekali," kata Fauzan dilansir ANTARA, Rabu (2/3/2022).

Oleh karena itu, dia mempertanyakan dasar argumentasi pihak-pihak yang menginginkan adanya penundaan Pemilu 2024, sedangkan dalam UUD NRI Tahun 1945 sudah jelas mengatur pemilu digelar secara periodik lima tahun sekali.

Dalam hal ini, kata Fauzan, UUD NRI Tahun 1945 merupakan hukum tertulis tertinggi di Indonesia, dan di dalamnya mengatur pemilu secara periodik 5 tahunan, sehingga tidak ada istilah pemilu ditunda.

"Kalau (mau) ditunda, amendemen terlebih dahulu UUD NRI Tahun 1945. Demikian pula dengan perpanjangan masa jabatan presiden, harus ada dasar argumentasi yang bisa. Nah, sekarang apa alasannya ditunda?" kata Dekan Fakultas Hukum Unsoed itu.

Menurut Fauzan, tidak ada alasan yang secara legal formal dapat menunda pelaksanaan pemilu dalam waktu ini, karena undang-undang dasarnya sudah jelas. "Kita kan kondisinya aman-aman saja, kok, tidak ada masalah," katanya, menegaskan.

Jika alasan penundaan Pemilu 2024 karena pandemik, menurut Fauzan, pada kenyataannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 tetap dapat digelar.

Bahkan, kata dia, permintaan untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tidak terealisasi meskipun saat itu sedang terjadi peningkatan kasus COVID-19.

"Jadi, kalau menurut saya, para politikus untuk sedikit memiliki sifat negarawanlah. Ngapain ditunda wong enggak ada dasar argumentasi yang jelas, kecuali memang amendemen UUD NRI Tahun 1945 dilakukan," kata Fauzan.

"Terlepas mungkin amendemen itu sarat bermuatan politis, bisa jadi, tetapi legal formalnya konstitusi kita mengatakan bahwa pemilihan umum itu setiap 5 tahun sekali."

5. Usulan penundaan Pemilu 2024 kembali ramai karena pernyataan Cak Imin

Penundaan Pemilu 2024: Langgar Konstitusi dan Coreng DemokrasiWakil Ketua DPR RI, sekaligus Ketua Umum PKB, Abdul Muhaimin Iskandar menyampaikan sambutan saat menghadiri deklarasi dirinya sebagai Calon Presiden digelar Alumni Universitas Indonesia Timur Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/3/2022). (ANTARA/Darwin Fatir.)

Usulan penundaan Pemilu 2024 awalnya dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pada 23 Februari 2022, usai menerima pengusaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Cak Imin menyatakan para pelaku usaha khawatir masa transisi kekuasaan menyebabkan ketidakpastian pada sektor ekonomi dan bisnis, sehingga mengusulkan Pemilu 2024 ditunda 1-2 tahun. Ia akan membawa usulan ini ke Presiden Jokowi.

Tak lama, pada 24 Februari 2022, Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengaku menerima aspirasi dari petani yang ingin pemerintahan Presiden Jokowi berlanjut sampai tiga periode. Airlangga berjanji akan membicarakan usulan tersebut dengan pimpinan partai politik lainnya.

Setelah PKB dan Golkar, giliran Partai Amanat Nasional (PAN) melalui Ketua Umumnya Zulkifli Hasan sepakat mengundur Pemilu 2024 dengan lima alasan, yaitu pandemik COVID-19 belum berakhir, ekonomi Indonesia belum membaik, pertimbangan situasi global seperti konflik antara Rusia-Ukraina, besarnya biaya pemilu yang mencapai sekitar Rp180 triliun - Rp190 triliun serta masih banyak program pembangunan tertunda karena pendemi.

Namun Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan partainya menolak usulan penundaan pemilu. Menurut Hasto, PDIP taat pada UUD 1945 yang menyatakan bila Pemilu 2024 ditunda maka kultur periodisasi di Indonesia akan terganggu dan berdampak pada instabilitas politik.

Selain PDIP, Partai Demokrat juga menolak usulan pengunduran pemilu seperti yang disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhohyono (AHY).

Menurut AHY, wacana tersebut ditunggangi seseorang yang ia sebut sebagai sosok yang takut kehilangan kekuasaan. Dia menegaskan rakyat tidak menginginkan hal itu terjadi.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya