Suhu Politik Pilpres Memanas, Kinerja Pemerintah Jokowi Terancam Turun

Deklarasi dan perang antar kandidat capres mulai terlihat

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengatakan ada risiko penurunan efektivitas kinerja pemerintahan Kabinet Indonesia Maju, dalam sisa waktu tiga tahun pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

"Kinerja Kabinet Indonesia Maju tentu akan menurun karena persoalan loyalitas menteri dan fokus kerja," kata Ari Nurcahyo dalam diskusi publik bertajuk Setelah 2 Tahun Jokowi-Ma’ruf: Pandemik, Legasi, dan Tahun Politik dilansir ANTARA, Jumat (22/10/2021).

Baca Juga: Ziarah Makam Gus Dur, Muzani: Insyaallah Pak Prabowo Maju Pilpres 2024

1. Deklarasi dan perang antar kandidat capres sudah mulai terlihat

Suhu Politik Pilpres Memanas, Kinerja Pemerintah Jokowi Terancam TurunBaliho Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto di Ciputat, Tangerang Selatan. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Risiko itu, menurut Ari Nurcahyo, tidak terlepas dari konstelasi politik sekarang ini yang dirasa lebih cepat naik dalam membuka tahun politik menjelang Pemilu 2024.

Belum separuh jalan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, Ari Nurcahyo mengamati telah terjadi usung-mengusung capres-cawapres di ruang publik. Selain itu, ada pula perang hasil survei kandidat calon presiden dari beberapa menteri yang tengah menjabat, deklarasi relawan pendukung, bahkan koalisi partai.

2. Pemerintah Jokowi-Ma’ruf diminta antisipasi kemunculan politik identitas atau polarisasi politik

Suhu Politik Pilpres Memanas, Kinerja Pemerintah Jokowi Terancam TurunIlustrasi Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Ari Nurcahyo mengatakan tensi politik yang kian meningkat dengan melibatkan politik identitas atau pun polarisasi politik sekarang ini, dikhawatirkan pula terjadi pada tiga tahun ke depan menjelang Pilpres 2024.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dapat mengantisipasi kemunculan politik identitas ataupun polarisasi politik itu sedini mungkin.

"Politik identitas dan polarisasi politik harus kita waspadai sedini mungkin, jangan sampai terulang seperti 2019, apalagi makin parah," ucap Ari Nurcahyo.

3. Lima tantangan utama dari program kerja prioritas Jokowi-Ma’ruf

Suhu Politik Pilpres Memanas, Kinerja Pemerintah Jokowi Terancam TurunIlustrasi Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Ari Nurcahyo juga memaparkan sejumlah tantangan utama dari lima program kerja prioritas Jokowi-Ma’ruf ke depan. Di antaranya adalah tantangan percepatan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berhadapan dengan disrupsi teknologi di bidang pendidikan akibat pandemik.

Kedua, dia melanjutkan, pengaturan skala prioritas dan penanganan terhadap pembengkakan biaya pembangunan infrastruktur. Ketiga, penyederhanaan segala bentuk legalisasi di DPR terkait sejumlah rancangan undang-undang.

Keempat, Ari Nurcahyo menambahkan, peningkatan efisiensi penyederhanaan birokrasi dalam pemerintahan, dan terakhir adalah penyelesaian krisis serta resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Baca Juga: Golkar Usung Airlangga Jadi Capres 2024, Pasangan dari Sipil-Militer?

4. Perlu parpol 'sehat' untuk lepas dari jerat oligarki

Suhu Politik Pilpres Memanas, Kinerja Pemerintah Jokowi Terancam TurunIlustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Pada acara yang sama, Kepala Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengatakan pemerintah perlu membuat partai politik yang 'sehat', yaitu tidak tergantung secara material kepada elite di dalamnya agar Indonesia terlepas dari jerat oligarki. Sebab, Firman mengatakan, oligarki semakin mengancam politik Indonesia.

"Caranya (terlepas dari ancaman oligarki), kita harus membuat partai politik yang sehat. Salah satunya dengan memberikan satu dukungan finansial yang bisa dipertanggungjawabkan dengan baik dari negara kepada partai-partai itu," ucap Firman.

Menurut Firman, ancaman tersebut muncul seiring ketimpangan ekonomi di Indonesia yang menghadirkan kelompok eksklusif. Kelompok itu dapat mengendalikan aktivitas politik.

"Saat ini, bahkan dari dulu, sulit untuk mengatakan kita telah terbebas dari oligarki mengingat juga ketimpangan ekonomi terasa menghadirkan kelompok eksklusif yang berkelimpahan secara sumber daya ekonomi," ujar dia.

Firman juga menilai ancaman itu didukung biaya politik yang mahal sehingga hanya dapat dipenuhi kaum oligarki. Ancaman oligarki, lanjut dia, dapat dilihat dari peristiwa pada 2019 yang menandai kelanjutan pemerintahan Presiden Jokowi, tetapi periode baru bersama Wapres Ma'ruf Amin. Saat itu, para mahasiswa berkumpul dan turun ke jalan menentang kebijakan yang kental bernuansa oligarki.

Mereka menuntut presiden membatalkan Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) dan RUU KUHP, yang dianggap sebagai wujud tunduknya pemerintah kepada kepentingan kaum oligarki.

"Tidak bisa dibayangkan bagaimana sulitnya kita menghadapi kekuatan oligarki yang tentu saja punya potensi menggerus kehidupan demokrasi kita," ucap Firman.

Secara umum, menurut Firman, kualitas kehidupan politik yang seperti itu merupakan imbas lemahnya lembaga demokrasi dan civil society atau masyarakat madani yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupan.

Selain itu, kata dia, ada pula faktor dari berkuasanya aktor-aktor politik opurtunis, ketimpangan ekonomi, serta pendidikan Indonesia yang tidak menguatkan nilai-nilai demokrasi.

Untuk itu, Firman berharap, ada satu generasi elite dan pemerintah yang melawan ketimpangan ekonomi. Dia pun kembali menekankan partai politik perlu ditegakkan karena mereka merupakan lembaga penyumbang utama elite politik.
Dengan demikian, mereka akan menentukan kehidupan politik berbangsa dan bernegara yang lebih baik serta terlepas dari jeratan oligarki.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya