Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sidang Tom Lembong (IDN Times/Aryodamar)
Sidang Tom Lembong (IDN Times/Aryodamar)

Intinya sih...

  • DPR tengah menyusun rancangan baru RUU KUHAP yang melarang publikasi proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan.
  • Advokat Juniver Girsang mengusulkan agar bunyi dalam pasal diatur lebih rinci untuk menghindari multi tafsir.
  • RUU KUHAP ditargetkan selesai pada Oktober 2025 dan akan mengatur batas waktu dalam memproses hukum seseorang yang diduga terlibat dalam kasus pidana.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menyusun rancangan baru Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Dalam pasal 253 ayat (3) diatur setiap orang yang berada di dalam ruang sidang dilarang mempublikasikan proses persidangan, tanpa ada izin pengadilan. Pasal tersebut berbunyi: "Setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan." 

Artinya, media tak bisa menyiarkan jalannya proses persidangan secara langsung tanpa mengantongi izin dari pengadilan. 

1. Minta larangan live di persidangan dikaji

Sidang Tom Lembong (IDN Times/Aryodamar)

Advokat Juniver Girsang mengusulkan agar bunyi dalam pasal ini diatur lebih rinci. Hal tersebut disampaikannya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR, Jakarta, Senin (24/3/2025).

“Jadi harus tegas, setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan, apa itu? Liputan langsung ini kah artinya toh? Ini kan artinya sebenarnya?" kata dia.

Ia tidak ingin pasal 253 ayat 3 ini memiliki multi tafsir yang kemudian melarang kuasa hukum untuk mempublikasikan jalannya persidangan setelah proses persidangan selesai.

“Ini harus clear, jadi bukan artinya advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberi keterangan di luar,“ kata dia.

“Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu. Jadi harus clear,” imbuh dia.

2. RUU KUHAP dikebut hingga Oktober

Anggota Komisi 3 DPR RI Hinca Pandjaitan sebut Panja KUHAP dibentuk setelah lebaran. (IDN Times/Amir Faisol)

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan menyampaikan, RUU KUHAP ditargetkan selesai pada Oktober 2025. Hal ini mengingat KUHP baru yang mulai berlaku pada Januari 2026. 

"Target kami harusnya Oktober selesai, Oktober selesai supaya nanti penyesuaiannya memungkinkan mengejar Januari (KUHAP baru)," kata Hinca.

Hinca memjelaskan, KUHAP telah berlaku selama 44 tahun lamanya sejak diberlakukan pada 1981 silam. Karena itu, ia menilai revisi KUHAP bersifat mendesak karena banyak aturan hukum acara pidana di Indonesia yang perlu disempurnakan saat ini. 

Dia mengatakan, KUHAP menjadi motor penggerak pengantar keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

"Setelah 44 tahun KUHAP kita berlaku mulai tahun 1981, ini penting kita segera revisi karena ini engine motor penggerak, pengantar keadilan setelah 44 tahun banyak bolong-bolongnya," kata dia.

3. RUU KUHAP bakal atur tenggat waktu APH proses hukum seseorang

Anggota Komisi 3 DPR RI Hinca Pandjaitan sebut Panja KUHAP dibentuk setelah lebaran. (IDN Times/Amir Faisol)

Hinca juga mengatakan, RUU KUHAP akan mengatur batas waktu dalam memproses hukum seseorang yang diduga terlibat dalam kasus pidana.

Dia mengatakan, sekali penegak hukum menduga ada suatu perbuatan pidana di sana, maka mereka harus betul-betul bisa mempertanggung jawabkannya.

"Jadi sekali start, nggak boleh mundur. Maka kami akan mengatur batas waktu. Kalau saya sebut di Tanjung Priok ada dwelling time, ini juga harus ada dwelling time. Misal, kalau 20 hari nggak selesai, batal demi hukum. Supaya ada right yang seimbang dong," kata dia.

"Apalagi kau tahan. Coba kau mulai ditahan. Sampai nanti ke pengadilan, kalau sampai ancaman 7 tahun, 180 hari seorang tersangka baru berjumpa hakim. Padahal kilometer 0 keadilan, bukan di tangan polisi, bukan di tangan jaksa, tapi di tangan palu hakim," imbuh dia.

Editorial Team