Massa aksi tolak RUU Penyiaran lakukan demo di DPR/MPR pada Senin (27/5/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Adapun, Koordinator Bidang Kelembagaan KPI, I Made Sunarsa memastikan pasal yang mengatur tentang jurnalisme investigasi bukan usulan dari lembaganya.
Dia menegaskan, dari sekitar 83 pasal yang terdapat dalam RUU Penyiaran, KPI hanya mengusulkan tiga pasal. Made menjelaskan, pada 2017, KPI hanya mengusulkan tiga hal.
Pertama penguatan kelembagaan, termasuk agar KPI Daerah sama dengan KPI Pusat, seperti KPU yang sama dari pusat hingga daerah. Kedua mengusulkan pasal yang lebih tegas mengatur soal rating, terutama ada audit rating.
“Usulan ketiga soal menjaga iklim penyiaran yang berkeadilan. Sebab sekarang banyak televisi yang enggan membuat berita karena kalah oleh program-program hiburan yang receh. Sehingga masyarakat tidak dirugikan,” katanya.
Menurut Made, ketiga usulan KPI di atas, tidak ada satu pun pasal yang bertentangan dengan Dewan Pers.
"Selama ini, asas, fungsi, tujuan, dan arah KPI tidak ada satu pun yang membatasi kebebasan pers. Jadi selama ini antara KPI dan Dewan Pers selalu bergandengan,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Remotivi, Yovantra Arief yang juga merupakan praktisi industri penyiaran ingin RUU Penyiaran juga mengatur agar penyiaran lebih memiliki keberagaman dan isinya juga beragam. Sehingga tak hanya dikuasai segelintir orang.
“RUU Penyiaran tidak ada pasal yang mengatur tentang keberagaman kepemilikan dan konten,” kata Arief.
RUU Penyiaran, lanjut Arief, tidak mengatur pembatasan kepemilikan dan kepemilikan silang. Kewajiban untuk televisi berjaringan telah dihapus. Artinya, televisi-televisi di Jakarta tidak lagi memiliki kewajiban mempunyai cabang di daerah.
"Jadi meskipun KPID lebih kuat seperti yang disulkan oleh KPI, tetapi percuma saja jika televisi-televisi lokalnya mati,” kata dia.