Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

RUU Penyiaran Diminta Perhatikan Aturan Main yang Setara

Ilustrasi platform media sosial. (unsplash.com/Adem AY)

Jakarta, IDN Times - Revisi Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang tengah ramai diperbincangkan diusulkan agar turut mengatur aturan main (playing field) yang sama, antara media dengan platform digital lainnya.

Usulan ini diutarakan Chief Content Officer Kapanlagi Youniverse, Wenseslaus Manggut, dalam seminar Jakarta Digital Conference (JDC) 2024 yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jakarta, Kamis, 4 Juli lalu.

JDC 2024 bertema “RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Penyiaran di Indonesia" ini diselenggarakan AMSI Jakarta dengan dukungan PT PLN, BNI, Bank Mandiri, Harita Nickel, PT ASDP Indonesia Ferry, PT Angkasa Pura II, dan PT Angkasa Pura I (Angkasapura Airports), Eiger Indonesia, dan Kino.

 

1. Platform tidak mematuhi berbagai regulasi yang berlaku

ilustrasi media sosial (unsplash.com/Christian Wiediger)

Menurut pria yang akrab disapa Wens, selama ini platform tidak mematuhi dengan berbagai regulasi yang berlaku di Indonesia, dan mengikat industri media nasional.

“Level of playing field-nya harus sama. Platform harus comply dengan berbagai regulasi yang mengikat media lain. Misalnya regulasi iklan rokok, perlindungan anak, dan regulasi-regulasi lainnya,” katanya, dalam keterangan tertulis.

2. Persaingan menjadi tidak seimbang dan hanya menguntungkan platform

Pexels.com/photo by PhotoMIX Company

Wens menjelaskan, bila level of playing field tidak sama, maka hanya akan menguntungkan platform dan juga membuat persaingan tidak seimbang. Platform tidak boleh lebih powerfull ketimbang media lain. Jadi, kata dia, platform wajib mematuhi dengan berbagai regulasi yang ada.

“(Regulasi) jangan juga mengatur rumah tangga orang lain. Jadi tak bakal rebut,” katanya.

3. Pengaturan platform, bukan pengguna atau usernya

Pixabay

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengamini pandangan Wens. Menurut Yadi, jika RUU Penyiaran dibuat untuk mendukung dan melindungi media penyiaran konvensional yang tergerus media digital atau medsos, semestinya yang diatur adalah platformnya, bukan pengguna atau usernya.

“Seperti yang dilakukan oleh kalangan pers yang menginisiasi pembuatan publisher right,” kata dia.

Yadi mengusulkan agar RUU Penyiaran lebih fokus mengatur lembaga pemeringkat konten. Kemudian memperkuat sinergi antara pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers, untuk menciptakan iklim penyiaran dan jurnalistik yang sehat.

“Bukan mengambil alih kewenangan Dewan Pers dan mengatur pers,” kata dia.

Selain itu, lanjut Yadi, RUU Penyiaran memperkuat lembaga penyiaran publik agar lebih berkualitas, memperkuat peran publik dalam mengontrol isi penyelenggaraan penyiaran.

“Dan memperkuat organisasi profesi, termasuk menjadikannya sebagai partner KPI, seperti yang dilakukan oleh Dewan Pers,” kata dia.

Sementara, Staf Khusus Menkominfo, Prof. Widodo yang hadir mewakili Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, menyebutkan ada empat langkah strategis untuk pengembangan media siber berkelanjutan, yakni mengadopsi teknologi terkini seperti integrasikan Artificial Intelligent (AI) dalam proses bisnis.

Kemudian adaptif dan resilien melalui pengembangan talenta digital, melakukan perencanaan berbasis data untuk mendukung proses bisnis dan sekaligus memastikan pengambilan keputusan yang tepat, dan terakhir, menyesuaikan industri dengan perkembangan perilaku konsumen.

“Seperti berkolaborasi dengan konten kreator untuk meningkatkan traffic dan menghasilkan konten yang mendukung pertukaran budaya dan pemahaman secara umum,” ujar Widodo.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us