Komnas Perempuan Sebut Pembentukan RUU Penyiaran Harus Transparan

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang tengah berlangsung di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Komnas Perempuan khawatir rancangan beleid ini punya ancaman memperkuat diskriminasi pada perempuan, kelompok minoritas, dan individu yang rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengungapkapkan pentingnya proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang transparan dan partisipatif. Dia mengingatkan bahwa proses tersebut harus melalui lima tahapan yang telah ditetapkan, mulai dari perencanaan hingga pengundangan, tanpa melanggar prosedur yang telah ditetapkan.
“Dari pantauan legislasi di laman DPR RI, RUU ini sudah diusulkan dari tahun 2020 yang kemudian tidak ada perkembangannya. Baru muncul kembali pada 2024 ini. Saat ini prosesnya baru pada tahap penyusunan di Baleg DPR RI belum menjadi usul inisiatif DPR RI, apalagi pembahasan tingkat I," kata Siti dalam konferensi pers daring, dikutip Selasa (25/5/2024).
1. Proses pembentukannya harus tetap sesuai tahapan

Siti juga menyoroti meskipun informasi tentang revisi RUU Penyiaran akan disahkan pada September 2024 telah beredar, proses ini harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, dan tidak boleh mengabaikan partisipasi publik.
"Proses pembentukannya harus tetap sesuai tahapan, dan alasan mengejar tenggat waktu tidak boleh melanggar setiap tahapan dengan menjadikan prosesnya tertutup serta tidak membuka partisipasi publik, termasuk meminggirkan kepentingan perempuan," ujarnya.
2. Mendesak DPR untuk menunda pembahasan RUU Penyiaran

Sebagai rekomendasi, Komnas Perempuan mendesak DPR untuk menunda pembahasan RUU Penyiaran.
Mereka juga menekankan perlunya memastikan bahwa RUU tersebut tidak mengandung unsur diskriminasi terhadap perempuan, disabilitas, dan kelompok minoritas lainnya.
3. Ruang partisipasi publik yang bermakna dan luas harus dibuka

Komnas Perempuan juga menyerukan agar ruang partisipasi publik yang bermakna dan luas dibuka, termasuk melalui dialog dan masukan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian/Lembaga negara, lembaga HAM, media massa, dan masyarakat sipil yang lain.