Baleg DPR Putuskan Draf RUU PKS Akhir November

Baleg masih menyusun draf RUU PKS

Jakarta, IDN Times - Badan Legislasi (Baleg) DPR masih menyusun Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) atau yang lebih dikenal dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengatakan, draf RUU PKS ini ditargetkan diputuskan pada akhir November 2021.

"Ini masih Panja (panitia kerja) sih sekarang, kami akan putuskan di Baleg pada 25 November," kata Willy di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (9/11/2021).

Baca Juga: Politikus Golkar Usul Hukuman Kasus Incest Juga Diatur dalam RUU PKS

1. Baleg DPR sudah lakukan dialog untuk penyusunan RUU PKS

Baleg DPR Putuskan Draf RUU PKS Akhir NovemberKetua DPP NasDem Willy Aditya di Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa (9/11/2021). (IDN Times/Sachril Agustin)

Willy menambahkan, hasil penyusunan draf RUU PKS akan dibawa ke rapat paripurna bila sudah disetujui Baleg DPR. RUU PKS ini, ujarnya, ditetapkan sebagai inisiatif DPR.

"Dan kami juga sudah komunikasi dengan pimpinan dan pemerintah, sudah kita ajak dialog dari awal, sehingga kemendesakan dari hadirnya RUU TPKS atau apa pun nanti namanya, itu benar-benar menjadi respons keresahan publik selama ini," ucap dia.

2. Fraksi PDIP usul ada lembaga khusus untuk mengurus upaya pencegahan kekerasan seksual

Baleg DPR Putuskan Draf RUU PKS Akhir NovemberDokumentasi - Desakan pengesahan RUU PKS dalam aksi Gejayan Memanggil di Yogyakarta pada 30 September 2019. (IDN Times/Pito Agustin Rudiana)

Sebelumnya, anggota Baleg DPR dari Fraksi PDIP, My Esti Wijayati, menekankan upaya pencegahan menjadi hal yang utama dalam RUU PKS.

"Pencegahan terkait dengan kekerasan seksual ini menjadi hal yang lebih utama, sehingga kita perlu menguatkan upaya pencegahan ini dengan lebih maksimal," kata Esti dalam Rapat Panja RUU TPKS di Kompleks Parlemen, Jakarta, yang dipantau dari YouTube Baleg DPR, Senin (1/11/2021).

Dia menambahkan, selama ini dalam penanganan kekerasan seksual sudah ada lembaga di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Karena itu, dia mengusulkan, untuk upaya pencegahan harus dibuat lembaga tersendiri. Tujuannya, agar pencegahan dan pengawasan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lapisan bawah.

"Maka seyogyanya pencegahan, koordinasi, dan pemantauan ini kita juga buat sesuatu (sebuah lembaga) yang ada kepastian," imbuhnya.

Baca Juga: Penjelasan soal Pelaku Kekerasan Seksual Direhabilitasi di RUU PKS

3. Golkar ingin masalah incest juga diatur di RUU PKS

Baleg DPR Putuskan Draf RUU PKS Akhir NovemberIlustrasi demo pengesahan RUU PKS (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Dalam forum yang sama, anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar, Adde Rosi, mengingatkan agar masalah kekerasan seksual sedarah atau incest juga diatur dalam RUU PKS.

Rosi menjelaskan, pengaturan hukuman terkait kasus kekerasan seksual incest di KUHP masih kurang memadai, karena masuk dalam kategori delik pencabulan, atau bukan delik pemerkosaan.

"Dalam KUHP selama ini lebih masuk delik pencabulan dibanding perkosaan dan persetubuhan," kata Rosi.

Padahal, kata dia, cara-cara perbuatan incest justru sering terjadi dengan cara persetubuhan. Akibatnya, pasal yang digunakan tentu terlalu menguntungkan para pelaku, padahal incest dengan perkosaan tentu lebih berat ketimbang pencabulan," dia menambahkan.

Menurut Rosi, banyak kasus incest justru terjadi tidak hanya dalam hubungan sedarah antara anak dan orang tua. "Justru terjadi di luar hubungan darah orang tua anak, misal cucu dengan kakek, paman keponakan, dan lain sebagainya," ujarnya.

Lebih lanjut Rosi mengapresiasi draf RUU PKS yang menambahkan alat bukti baru selain dari 5 alat bukti yang sudah ada dalam KUHP. Dengan adanya tambahan alat bukti baru berupa surat psikologi, dapat semakin memberi titik terang dalam proses penegakan hukum kepada korban.

"Sekarang dimasukkan satu alat bukti baru yaitu surat keterangan psikologi," ucap Rosi.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya