5 Poin Penting Pemaparan Mahfud soal Rp349 T di Rapat Komisi III DPR

Mahfud ungkap informasi ke Sri Mulyani disumbat oleh bawahan

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD sudah menuntaskan rapat dengan Komisi III DPR selama hampir 8 jam. Rapat yang dimulai pukul 15:00 WIB pada 29 Maret 2023 lalu, benar-benar membetot perhatian publik. Mereka penasaran dan menanti penjelasan Mahfud soal transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. 

Mahfud hadir didampingi anggota Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang lain. Dua di antaranya adalah Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kabareskrim Komjen (Pol) Agus Andrianto.

Sementara, tidak ada satu pun perwakilan dari Kementerian Keuangan yang ikut hadir di rapat kerja tersebut. Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, menjelaskan Sri Mulyani sedang menghadiri kegiatan lain di Bali.

"Cuma karena Pak Ketua Komite sudah hadir, mungkin kesempatan kalau memang Bu Sri Mulyani akan dihadirkan di kesempatan lain, akan kami undang. Tapi, dalam forum ini, kami semua pengen informasi isu Rp349 triliun akan lebih dalam untuk kami sikapi, agar publik tidak bertanya-tanya," ungkap Sahroni yang memimpin rapat saat itu. 

Sayangnya, rapat yang berlangsung selama 8 jam itu tidak berhasil menghasilkan kesimpulan dan tindak lanjut. Lantaran, terdapat perbedaan data, maka Komisi III DPR memutuskan untuk menunda rapat tersebut. Rapat kerja dilanjutkan dengan menghadirkan Menkeu Sri Mulyani.

Berikut lima poin penting yang disampaikan oleh Mahfud dalam rapat tersebut.

1. Data yang disampaikan Mahfud ke ruang publik adalah data-data umum, bukan nama orang

5 Poin Penting Pemaparan Mahfud soal Rp349 T di Rapat Komisi III DPRMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Mahfud membantah telah membocorkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) ke ruang publik. Ia mengatakan, yang disampaikan hanya data umum dan tak merujuk satu identitas tertentu.

"Saya mengumumkan kasus itu, sifatnya agregat. Jadi, perputaran uang. Saya tidak menyebut nama orang atau nama akun. Itu tidak boleh. Agregat. Bahwa perputaran uang dari sekian orang itu Rp349 triliun," ungkap pria yang juga menjabat sebagai Menko Polhukam.

Ia menambahkan bahwa nama-nama individu yang disebut hanya yang telah bergeser menjadi kasus hukum. Contohnya, Rafael Alun Trisambodo dan Angin Prayitno. Itu pun, kata Mahfud, hanya kasus pidana dari dua individu tersebut.

"Kasus pencucian uangnya tidak," kata dia.

Ia mengatakan, yang menyebut nama dan inisial terduga pelaku TPPU adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia pun mempersilakan Komisi III untuk melakukan klarifikasi kepada Sri Mulyani secara langsung.

Ia pun mengatakan tidak semua data PPATK bisa dibuka ke publik. Tetapi, ia memiliki semua data-data tersebut.

"Kalau mau buka-bukaan, ayok! Tapi ada yang agregat dan gak menyebut nama. Kalau menyebut nama, jangan-jangan ada yang di sini (ruang rapat ini) juga," tuturnya.

Baca Juga: Perbedaan Data Rp349 T, Mahfud Menduga Ada yang Tutup Akses ke Menkeu

2. Mahfud berhak menerima laporan dari Kepala PPATK

5 Poin Penting Pemaparan Mahfud soal Rp349 T di Rapat Komisi III DPRMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD usai mengikuti rapat kerja dengan komisi III DPR pada 29 Maret 2023. (IDN Times/Santi Dewi)

Poin penting lainnya yang disampaikan oleh Mahfud yakni bahwa ia berhak menerima laporan dari PPATK. Sebab, posisinya sebagai Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Meski, ia tak menampik bahwa Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, wajib ikut melapor ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo. 

"Lho, memang kenapa kalau melapor ke saya? Kan saya diangkat oleh Presiden. Ada SK (Surat Keputusan) pengangkatan. Terus untuk apa ada komite dan ketua kalau tidak lapor? Kalau saya tidak boleh tahu?" tutur dia.

Sehingga, menurutnya tidak ada yang bisa dijadikan dasar hukum untuk bisa memperkarakannya secara hukum lantaran ia menerima laporan dugaan transaksi pencucian uang senilai Rp349 triliun dari PPATK. 

3. Mahfud temukan dugaan transaksi mencurigakan yang langsung terkait pegawai Kemenkeu capai Rp35 triliun

5 Poin Penting Pemaparan Mahfud soal Rp349 T di Rapat Komisi III DPR
5 Poin Penting Pemaparan Mahfud soal Rp349 T di Rapat Komisi III DPRData mengenai transaksi keuangan Rp349 triliun yang dipaparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. (IDN Times/Aditya Pratama)

Poin penting lainnya yang diungkap oleh Mahfud yakni adanya perbedaan data yang disampaikan ke ruang publik. Perbedaan tersebut yakni menyangkut data dugaan transaksi yang melibatkan Kemenkeu. 

Bila dalam rapat kerja Komisi XI, Sri Mulyani menyebut nilai transaksinya mencapai Rp3,3 triliun, maka dalam hitung-hitungan Mahfud, angka tersebut membengkak Rp35 triliun. Laporan itu masuk ke dalam klasifikasi tiga kelompok Laporan Hasil Analisis (LHA). 

"Data agregat transaksi keuangan yang Rp349 triliun itu dibagi ke dalam tiga kelompok. Satu transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan. Kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi 11 menyebut hanya Rp3 triliun, yang benar Rp35 triliun. Datanya ini nanti Anda ambil," ujar Mahfud.

Yang kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain sebesar Rp53 triliun. Ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kementerian sebagai penyidik TPA dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu sebesar Rp260 triliun sehingga jumlahnya Rp 349 triliun.

"Kemudian transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan kementerian sebagai penyidik TPA dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu sebesar Rp260 triliun, sehingga jumlahnya Rp349 triliun fix! Nanti kita tunjukkan suratnya," kata dia.

4. Informasi yang diterima oleh Menkeu Sri Mulyani diduga disumbat dari bawah

5 Poin Penting Pemaparan Mahfud soal Rp349 T di Rapat Komisi III DPRMenko Polhukam Mahfud MD (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Hal lain yang diungkap oleh Mahfud yakni ada pihak yang mencoba menutupi akses informasi kepada Menkeu Sri Mulyani, terkait dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu. Itu sebabnya, sejak awal data yang dimiliki Mahfud dan Sri Mulyani terkesan berbeda.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, salah satu data yang diduga tak dilaporkan ke Sri Mulyani terkait transaksi janggal senilai Rp189 triliun. Padahal, data tersebut, kata Mahfud, sudah pernah disampaikan PPATK sejak 2020. Namun, pejabat eselon I di Kemenkeu, kata Mahfud, malah menyebut laporan tersebut tak pernah diterima Kemenkeu. 

"Ini apa kok, ada uang Rp189 triliun. Lalu, pejabat tingginya yang eselon I bilang tidak pernah ada. Oh, ndak pernah ada Bu di sini (data senilai Rp189 triliun)," ujar Mahfud menirukan pernyataan Sri di ruang rapat Komisi III dan dikutip dari YouTube IDN Times. 

"Ini 2020. Lalu dijawab oleh pejabat eselon I itu surat itu tidak pernah ada," katanya. 

Lalu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menunjukkan daftar surat yang pernah dikirim ke Kemenkeu. Laporan 2020 tersebut sudah tercatat di data PPATK. 

"Setelah melihat data Pak Ivan, baru dia (pejabat eselon I) bilang akan mencari (surat). Itu menyangkut transaksi Rp189 triliun," kata dia. 

Mahfud juga menyebut, transaksi senilai Rp189 triliun merupakan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan 15 entitas. "Tetapi laporannya (dari anak buah Sri Mulyani) menjadi (transaksi) pajak. Akhirnya, setelah diteliti 'oh ini perusahaannya banyak, hartanya banyak, pajaknya kurang'. Padahal, laporan ini menyangkut transaksi cukai," kata dia. 

Transaksi cukai yang dirujuk Mahfud adalah impor emas. "Jadi, ini menyangkut impor emas yang batangan dan harganya mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu emas mentah. Diperiksa oleh PPATK tetapi gak diselidiki. Kok emas sudah jadi dilaporkannya emas mentah," ujarnya. 

Ia menambahkan, dalam surat tersebut tertulis emas mentah itu dicetak di Surabaya. Saat diverifikasi PPATK ke Surabaya tak ditemukan pabriknya. 

"Dan itu gak diperiksa, padahal menyangkut uang miliaran. Laporan itu diberikan ke Kemenkeu 2017 oleh PPATK, bukan 2020," katanya. 

Pada 2017, kata Mahfud, laporan tersebut diserahkan PPATK tanpa surat secara langsung. Ketika itu, tutur dia, penerima laporannya adalah Dirjen Bea Cukai, Irjen Kemenkeu, dan dua orang lainnya.

5. Permintaan Mahfud agar RUU Perampasan Aset dibahas oleh Komisi III, ditolak Bambang Pacul

5 Poin Penting Pemaparan Mahfud soal Rp349 T di Rapat Komisi III DPRKetua Bappilu DPP PDIP, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul (IDN Times/Aryodamar)

Temuan lainnya yang mencengangkan publik yakni ketika mendengar respons Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto yang menolak permintaan Mahfud, agar secepatnya membahas RUU Perampasan Aset. Pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu menyebut, lobi agar rancangan undang-undang itu gol bukan terletak di Komisi III DPR. Melainkan di tangan juragan-juragan alias para ketua umum parpol yang punya kursi di parlemen. 

"Pak Mahfud tanya kepada kami, 'tolong dong RUU Perampasan Aset dijalani, Republik di sini gampang kok. Lobinya jangan di sini, Pak. Ini Korea-Korea yang ada di sini (Komisi 3) nurut ke bosnya masing-masing.' Di sini boleh ngomong galak, tapi kalau tiba-tiba Bambang Pacul ditelepon ibu 'Pacul (berhenti bahas RUU Perampasan Aset)', ya harus jawab siap. Saya siap laksanakan," ungkap Bambang. 

Ia menyebut, bakal sulit bergerak terkait pengesahan RUU Perampasan Aset bila tidak ada instruksi dari ketum parpol. "Mana bisa kita bergerak kalau gak ada perintahnya," ujar dia.

Rapat Komisi III bersama Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU bakal dilanjutkan dengan turut menghadirkan Menkeu Sri Mulyani. Sehingga, dalam rapat mendatang bakal ada tiga pihak sekaligus yakni Mahfud, Ivan, dan Sri Mulyani.

https://www.youtube.com/embed/NvpPJO1D8zU

Baca Juga: Ateria Meradang, Mahfud Sebut Anggota DPR Makelar Kasus

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya