Aplikasi PeduliLindungi Dikritik Epidemiolog, Menkominfo Turun Membela

PeduliLindungi belum memuat data WNI yang vaksin di luar RI

Jakarta, IDN Times - Aplikasi PeduliLindungi yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, dikritik oleh epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman. Kritik itu ia sampaikan menyusul insiden viralnya warga yang tak bisa masuk ke pusat perbelanjaan di area Kelapa Gading, Jakarta Utara lantaran mereka menerima vaksin Pfizer di Amerika Serikat. 

Saat diminta untuk menunjukkan bukti sertifikat vaksin yang ada di aplikasi PeduliLindungi, nama warga tersebut tidak ada. Dua warga itu kemudian menunjukkan kartu vaksin yang mereka dapat di Negeri Paman Sam, namun tetap tak diizinkan masuk. Rupanya data warga Indonesia yang menerima vaksin COVID-19 di luar negeri belum didata oleh Kementerian Kesehatan. 

Langkah Kemenkominfo itu meniru konsep yang diterapkan oleh Singapura melalui aplikasi Trace Together. Bedanya, di Negeri Singa, aplikasi itu juga dimanfaatkan untuk melakukan pelacakan kontak dekat pasien COVID-19. Sementara, di Indonesia, aplikasi tersebut belum dimanfaatkan untuk aktivitas itu. 

Maka, Dicky pun mengkritiknya lantaran aplikasi tersebut saat ini baru dimanfaatkan untuk menjadi bukti vaksinasi. Apalagi kini bukti vaksin dijadikan syarat untuk melakukan sejumlah aktivitas dan masuk ke fasilitas publik. Menurut Dicky, aplikasi itu justru menyulitkan pemerintah sendiri. 

"Ini (PeduliLindungi) akan menyulitkan pemerintah sendiri dan dunia usaha. Jadi, niatnya betul untuk membatasi, tetapi itu bukan akar masalahnya," kata Dicky ketika dikonfirmasi pada Minggu (15/8/2021). 

Bukti vaksin sebaiknya tidak digunakan sebagai syarat untuk beraktivitas dulu, tutur dia, karena jumlah warga yang divaksinasi belum banyak. "Cakupan vaksinasi belum mencapai 50 persen dan terbatas. Orang yang akses (vaksin) juga terbatas, masih menunggu antrean dan sebagainya," ujar dia lagi. 

Lalu, apa komentar Menkominfo Johnny G. Plate terkait kritik yang disampaikan oleh epidemiolog tersebut?

1. Aplikasi PeduliLindungi belum dibutuhkan, yang diperlukan genjot 3T

Aplikasi PeduliLindungi Dikritik Epidemiolog, Menkominfo Turun MembelaANTARA/Arindra Meodia

Menurut Dicky, alih-alih menggunakan aplikasi Peduli Lindungi, pemerintah sebaiknya terus menggenjot 3T (trace, test dan treatment). Ia mengatakan, bila 3T di Indonesia sudah kuat, maka aplikasi semacam PeduliLindungi sudah tak lagi dibutuhkan. 

"Bukan hanya satu (kasus) saja (yang terjadi tak bisa masuk karena tak ada sertifikat vaksin), pasti banyak yang lain. Itu kan merugikan banyak pihak dan ini akan semakin banyak (masalah terkait integrasi data). Nanti terjadi di berbagai macam aktivitas," ungkap Dicky. 

Lagipula, kata dia, ada sejumlah database yang belum terintegrasi sehingga sering kali warga malah disulitkan dengan adanya aplikasi PeduliLindungi. Ia juga menyentil sertifikat vaksin yang kini ramai digunakan sebagai syarat untuk beraktivitas.

Ia mengatakan, saat ini cakupan vaksinasi di Indonesia baru mencapai 19 persen. Artinya, yang telah divaksinasi masih sedikit. 

"Orang yang divaksinasi itu juga tidak menjamin dia tidak menularkan virus kecuali dia juga dites. Jadi vaksin terus dites, nah itu baru bisa," katanya lagi. 

Baca Juga: Terobosan Singapura: Ciptakan Aplikasi Lacak Kontak Pasien COVID-19

2. Menkominfo bela aplikasi semacam PeduliLindungi sudah digunakan di negara maju

Aplikasi PeduliLindungi Dikritik Epidemiolog, Menkominfo Turun MembelaMenteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. (Dok. Kominfo)

Sementara, Menkominfo Johnny G. Plate membela aplikasi yang dibesut oleh kementerian yang ia pimpin. Menurut Johnny, aplikasi semacam PeduliLindungi juga digunakan di negara-negara maju lainnya seperti Korea Selatan dan Singapura. 

"PeduliLindungi juga sudah dipresentasikan kepada para guru besar epidemiolog dari berbagai universitas, seperti UI, Universitas Airlangga, dan UGM. Sistem seperti ini juga sudah diterapkan di berbagai negara maju yang dapat digunakan untuk penanganan COVID-19, seperti di Singapura atau Korea Selatan," kata Johnnya kepada media pada Sabtu,14 Agustus 2021. 

Ia mengatakan, fitur di aplikasi tersebut akan terus disempurnakan agar mampu memberikan informasi dan data yang lebih akurat dalam pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19. Sayangnya, Johny tak menyebut bila aplikasi tersebut dapat digunakan untuk membantu proses pelacakan kontak erat pasien COVID-19. 

Ia hanya menjelaskan bahwa data di aplikasi tersebut sudah diintegrasikan ke government cloud. Menurutnya, data tersebut juga sudah terintegrasi dengan berbagai aplikasi lain, seperti Silacak, eHac di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), maupun aplikasi Bersatu Lawan COVID (BLC) di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

3. Menkominfo klaim warga terbantu dengan adanya aplikasi PeduliLindungi

Aplikasi PeduliLindungi Dikritik Epidemiolog, Menkominfo Turun MembelaAplikasi Peduli Lindungi (Dok. Kemenkominfo)

Lebih jauh, Johnny mengatakan, aplikasi PeduliLindungi terbukti telah membantu kegiatan masyarakat selama pandemik COVID-19. Salah satunya, membantu agar mereka bisa tetap berkegiatan meski saat pandemik COVID-19. 

"Aplikasi ini membantu kelancaran kegiatan keseharian masyarakat, misalnya seperti pemeriksaan sebelum memasuki fasilitas publik semisal mal, tempat ibadah, point of interest maupun kelancaran dalam melakukan perjalanan darat, laut, dan udara," kata dia. 

Baca Juga: Kominfo Bantah Aplikasi Lacak Kontak Pasien COVID-19 Buatan Singapura

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya