Bantah Situs Zeni Diretas, TNI AD: Itu Website Tak Dipakai Lagi

TNI AD sebut situs baru berjalan normal

Jakarta, IDN Times - TNI Angkatan Darat membantah situs Pusat Zeni diretas orang tak dikenal. Pemberitaan mengenai situs tersebut diretas ramai pada Kamis (28/10/2021), lantaran ketika ditulis di mesin pencarian Google, situs yang beralamat di ditzi-tniad.mil.id digambarkan iklan sepatu. Situs tersebut semula juga tidak dapat diakses. 

Namun, Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Tatang Subarna, mengatakan Ditzi AD memang sudah tak lagi digunakan Zeni TNI AD.

"Yang ini (www.ditzi.tni-ad.mil.id) akun lama. Sudah sekian tahun tidak aktif," ujar Tatang dalam keterangan tertulis hari ini. 

Ia mengatakan saat ini situs resmi Zeni TNI AD yang digunakan beralamat di www.pusziad.tni-ad.mil.id. "Jadi, tidak ada lagi situs lain selain situs itu," kata Tatang. 

Informasi dugaan peretasan terhadap situs Zeni TNI AD itu dilaporkan tak lama usai situs Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga diretas peretas anonim. Mengapa begitu banyak kejadian peretasan kembali berulang di Tanah Air?

Bantah Situs Zeni Diretas, TNI AD: Itu Website Tak Dipakai LagiSitus Ditzi Zeni TNI AD yang diduga diretas oleh orang tak dikenal (Tangkapan layar mesin pencari Google)

1. TNI AD tegaskan situs resmi Zeni aman dari aksi peretasan

Bantah Situs Zeni Diretas, TNI AD: Itu Website Tak Dipakai LagiSitus resmi Zeni TNI Angkatan Darat yang diduga sempat diretas (Tangkapan layar situs resmi Zeni AD)

Informasi situs resmi Zeni AD diretas berdasarkan dari situs Zone-H.org. Di situs tersebut tertulis bahwa website Zeni AD diretas pertengahan Oktober dengan status redefacement dan special defacement. 

Namun, Tatang memastikan situs resmi Zeni AD aman dari aksi peretasan. "Sampai saat ini situs pusziad.tni-ad.mil.id berjalan dengan normal dan masih dapat diakses," kata dia. 

Sementara, menurut pakar keamanan siber dari CISReC, Pratama D. Persadha, ada dua penyebab mengapa situs-situs milik pemerintah kerap jadi korban peretasan akhir-akhir ini. Pertama, karena kurangnya kesadaran terhadap permasalahan siber. Kedua, kurangnya kesadaran pemerintah terhadap segala perangkat yang dimiliki negara, dalam hal ini terkait keamanan siber.

“Memang serangan deface semacam ini banyak terjadi, bahkan di luar negeri seperti Australia juga sering diserang. Tapi ini bukan menjadi pembenaran, malah seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah untuk menguatkan keamanan siber, salah satunya web pemerintah,” ujar Pratama dalam keterangan tertulis. 

Baca Juga: Mudahnya Mengetahui Data Pribadi Pejabat, Tak Heran NIK Jokowi Bocor

2. Pakar keamanan siber desak RUU Perlindungan Data Pribadi segera disahkan

Bantah Situs Zeni Diretas, TNI AD: Itu Website Tak Dipakai LagiIlustrasi Hacker (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, menurut ahli keamanan siber Alfons Tanujaya, pemerintah kurang serius mengelola data publik. Dia pun sepakat bila Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) harus secepatnya disahkan. Sebab, undang-undang tersebut bisa menjerat pejabat yang mengelola data, meski mereka tidak terlibat langsung. 

"Karena adanya undang-undang itu, para pejabat tadi jadi aware adanya ancaman (pembobolan data), karena mereka pun juga bisa terancam masuk penjara meski tanggung jawab penuh berada di bagian teknologi informasi (TI)," ujar Alfons kepada IDN Times pada 31 Agustus 2021. 

Salah satu prioritas itu bisa ditunjukkan dengan menambahkan anggaran untuk bisa melindungi data identitas pribadi publik. Sedangkan, saat ini karena belum dinilai sebagai prioritas, maka anggarannya pun minim. 

3. Pemerintah dan DPR belum sepakat siapa yang memimpin otoritas perlindungan data

Bantah Situs Zeni Diretas, TNI AD: Itu Website Tak Dipakai LagiAnggota DPR dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Muhammad Farhan (www.dpr.go.id)

Sedangkan, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Muhammad Farhan, mengatakan penyebab RUU PDP tak kunjung disahkan karena adanya perbedaan pendapat mengenai otoritas perlindungan data (OPD). Ia mengatakan masih ada perdebatan di antara pemerintah dan anggota DPR. 

"Teman-teman di DPR menginginkan agar OPD dipegang oleh lembaga independen. Tetapi, pemerintah sampai Presiden Jokowi sudah memiliki sikap yang firm bahwa pemerintah ingin menempatkan OPD di bawah Kemkominfo. Secara, teknis OPD akan dijalankan oleh Dirjen Aptika," kata Farhan ketika dihubungi IDN Times pada akhir Mei lalu. 

Farhan tak membantah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga melakukan pengumpulan data. Tetapi, instansi itu tetap harus bertanggung jawab kepada presiden dan DPR. 

Keinginan politik agar OPD berada di bawah Kominfo didasari alasan data pribadi kini disimpan banyak institusi, termasuk perusahaan swasta dan asing.

"Data-data kita itu kan ditarik melalui berbagai macam cara, mulai dari jasa keuangan digital, aplikasi angkutan massal seperti Gojek, bank, rumah sakit sampai ke masalah layanan over the top, dikumpulkan melalui Facebook dan lain-lain," tutur Farhan. 

Apabila data itu dikelola perusahaan asing, kata Farhan, maka rentan disalahgunakan. Aksi penyalahgunaan data oleh otoritas asing bisa ditekan bila dilakukan kesepakatan antarnegara.

"Yang meneken kesepakatan itu kan menteri yang melakukan atas nama presiden dan negara," ujar Farhan.

Baca Juga: Mengapa RUU Perlindungan Data Pribadi Tak Kunjung Disahkan DPR?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya