BKKBN: Penggunaan Alat Kontrasepsi Selama Pandemik COVID-19 Menurun

BKKBN mengantisipasi akan adanya baby boom usai pandemik

Jakarta, IDN Times - Di saat pemerintah menganjurkan agar warga tetap #dirumahaja untuk mencegah meluasnya pandemik COVID-19, justru penggunaan alat kontrasepsi malah berkurang. Itulah data yang ditemukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada periode Februari hingga Maret lalu. 

Menurut Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo penurunan penggunaan kontrasepsi ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia. 

"Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim atau biasa disebut IUD pada Februari sejumlah 36.155, turun menjadi 23.383 di bulan Maret," ungkap Hasto seperti dikutip dari kantor berita Antara pada Minggu (3/5). 

Sedangkan, penggunaan KB implan, turun dari 81.062 menjadi 51.536, KB suntik dari 524.989 menjadi 341.109, KB dengan metode pil juga alami penurunan dari 251.619 menjadi 146.767, penggunaan kondom dari 31.502 menjadi 19.583, vasektomi untuk pria dari 2.283 menjadi 1.196 dan tubektomi untuk wanita dari 13.571 menjadi 8.903. 

Selain itu, data yang diperoleh Hasto, aktivitas konsultasi penggunaan alat KB juga menurun drastis. Wah, apa ya penyebabnya?

1. Warga yang ingin berkonsultasi mengenai penggunaan alat KB khawatir tertular di masa pandemik

BKKBN: Penggunaan Alat Kontrasepsi Selama Pandemik COVID-19 MenurunWarga menerima obat kontrasepsi (ANTARA FOTO/Feny Selly)

Menurut Hasto, selama masa pandemik COVID-19 banyak para akseptor KB yang merasa takut ketika hendak mengakses pelayanan KB. Apalagi ketika melakukan konsultasi, maka dibutuhkan kontak dan tatap muka langsung dengan petugas penyuluh. 

"Pelayanan KB yang sangat berdampak akibat COVID-19 ini dikarenakan KB sendiri pelayanannya yang ada sekarang adalah dengan Baksos, sosialisasi oleh penyuluh keluarga berencana dan juga kader-kader," tutur dia. 

Untuk itu, ia membuat beberapa langkah untuk mengantisipasi hal tersebut yaitu melakukan pembinaan kesertaan ber-KB dan pencegahan putus pakai. Sosialisasi itu dilakukan melalui berbagai media, terutama media daring. 

Baca Juga: 7 Fakta Sejarah tentang Aborsi dan Kontrasepsi yang Harus Kamu Ketahui

2. BKKBN melakukan analisa untuk mengetahui persebaran pasangan dengan usia subur

BKKBN: Penggunaan Alat Kontrasepsi Selama Pandemik COVID-19 MenurunKepala BKKBN, Hasto Wardoyo di kawasan CLC Ladong Simunjan, Malaysia (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Hal lain yang dilakukan oleh BKKBN, kata Hasto, yaitu melakukan analisa untuk mengetahui jumlah dan persebaran pasangan usia subur yang membutuhkan alat kontrasepsi seperti pelayanan suntik KB, pil KB, IUD dan implan. BKKBN juga bisa mendistribusikan kontrasepsi ulangan pil dan kondom. Informasi itu bisa diperoleh melalui kader institusi masyarakat. 

Selain itu, BKKBN mengaku tetap memberikan konseling mengenai keluarga berencana secara daring atau tatap muka langsung. Namun, bila kunjungan dilakukan dengan bertemu langsung, maka jarak ideal harus diperhatikan. Selain itu, bidan berperan sebagai pengawas dan pembina, dalam hal distribusi alat kontrasepsi yang dilakukan oleh PLKB (petugas lapangan KB). 

Hasto menaruh harapan kepada para provider kesehatan seperti bidan dan dokter untuk terus memberikan masukan serta kritik atas kebijakan BKKBN selama pandemik COVID-19. Mereka membutuhkan masukan itu, untuk mengantisipasi gelombang baby boom usai pandemik usai. 

3. Bagi perempuan yang tengah hamil di saat pandemik COVID-19, kunjungan ke rumah sakit menambah risiko tertular

BKKBN: Penggunaan Alat Kontrasepsi Selama Pandemik COVID-19 Menurunpixabay.com/Greyerbaby

Sementara, menurut ahli kandungan dari sebuah rumah sakit di New York, Amerika Serikat, Renee Wellenstein, keputusan kapan dan bagaimana seorang perempuan untuk hamil merupakan sebuah keputusan pribadi. Ia sendiri memprediksi dalam sembilan bulan ke depan di AS, tidak akan terjadi baby booming karena pasangan kini memiliki kesempatan bertatap muka lebih banyak. 

Ia pun menyarankan bagi pasangan yang memilih dan masih bisa untuk memiliki anak, agar ditunda dulu sementara waktu. Stress yang meningkat akibat pemberitaan mengenai COVID-19 yang tak berhenti dan libido yang menurun, tak memungkinkan terjadinya pembuahan. 

Selain itu, ada pula risiko lainnya seperti rumah sakit kini tengah memprioritaskan sumber dayanya menangani pasien COVID-19. Sementara, bagi perempuan yang tengah hamil di masa pandemik ini memiliki risiko tambahan. 

"Bukan sesuatu yang ideal untuk mengidap penyakit menular selama kehamilan. Apalagi dampaknya ke anak yang dikandung belum diketahui benar. Untuk melangkahkan kaki ke rumah sakit justru membuat perempuan berisiko tertular," kata Wellenstein seperti dikutip stasiun berita CNN (24/4) lalu. 

Ia mengatakan hamil di masa pandemik memiliki risiko berat yang tidak sebanding. Apalagi ketika bayi tersebut lahir bisa saja ia tertular virus corona. 

Baca Juga: 13 Tenaga Medis RSUD Padang Panjang Tertular COVID-19 dari Pasien

Topik:

Berita Terkini Lainnya