Curhat Bakamla: Kapal China Ganggu Tambang Minyak RI di Laut Natuna

Kapal survei China sudah wara-wiri sejak Agustus 2021

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Muda S Irawan, mengeluhkan sejak Agustus 2021 lalu kapal survei dan penjaga pantai China lalu-lalang di dekat pengeboran minyak lepas pantai di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau. Padahal, aktivitas pengeboran minyak masih itu masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. 

Irawan menjelaskan kapal survei yang belakangan diketahui bernama Haiyang Dizhi-10 terpantau satelit berulang kali melintas zig-zag di Laut Natuna Utara. Sejumlah kapal penjaga perbatasan pantai China turut mendampingi kapal survei. 

"Kapal coast guard China pun masih mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig Noble yang berbendera Indonesia di bawah (Kementerian) ESDM," ungkap Irawan ketika rapat dengan anggota komisi I DPR dan dikutip dari kanal YouTube pada Rabu (15/9/2021). 

Mengutip data dari laman Energy Voice, pengeboran minyak lepas pantai di rig Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, Laut Natuna Utara itu, dilakukan oleh perusahaan bernama Harbour Energy, berasal dari Rusia. Mereka menjalin kerja sama dengan Kementerian ESDM. Noble Clyde Boudreaux diketahui memiliki kontrak dua sumur yang diperkirakan akan berlangsung selama 120 hari di Blok Tuna. 

Bakamla meminta bantuan agar bisa mengusir kapal-kapal asing dari wilayah kedaulatan Indonesia. Irawan menjelaskan Bakamla memiliki kapal untuk patroli, namun bahan bakarnya terbatas.

"Jadi, kami mengandalkan bantuan dari TNI Angkatan Laut yang juga terbatas dengan bahan bakar. Sedangkan, kapal Vietnam dan coast guard China sudah berada di sana sejak lama," ungkapnya.

Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh anggota komisi I DPR untuk menjaga kedaulatan Indonesia?

1. Komisi I dukung dibuat RUU Keamanan Laut untuk memperkuat sektor maritim

Curhat Bakamla: Kapal China Ganggu Tambang Minyak RI di Laut NatunaAnggota DPR dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Muhammad Farhan (www.dpr.go.id)

Anggota komisi I dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Muhammad Farhan mendukung agar Bakamla diperkuat. Sebab, Bakamla yang diakui oleh undang-undang untuk melakukan penangkapan, penyidikan dan penindakan bila terjadi pelanggaran di laut. 

"Bakamla juga diberikan kewenangan bila pelanggaran terjadi di ZEE laut Indonesia. Sebab, TNI Angkatan Laut tidak boleh masuk ke ZEE karena akan menimbulkan insiden diplomatik dengan negara manapun, termasuk China," ujar Farhan ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Selasa, 14 September 2021 lalu. 

Ke depan, DPR dan pemerintah tengah berusaha untuk melakukan integrasi Bakamla dengan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) yang berada di bawah Kementerian Perhubungan. Farhan berharap dengan adanya integrasi dua lembaga itu akan menjadi pintu masuk integrasi tata kelola keamanan laut. 

Kewenangan Bakamla bisa diperkuat bila pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut dapat dituntaskan. Dengan adanya undang-undang itu, maka Bakamla bisa langsung menindak bila ditemukan pelanggaran di laut. Selama ini, Bakamla hanya bisa menangkap kapal asing yang melanggar tetapi tak bisa ikut melakukan penyidikan karena mereka bergerak hanya dengan Peraturan Presiden. 

Farhan menyebut RUU itu semula adalah insiatif pemerintah di bawah Kementerian Koordinator, Politik, Hukum dan Keamanan dan Kemenko Maritim dan Investasi. "Tapi, RUU itu malah dicabut dari prolegnas tahun ini dan tidak diajukan kembali," kata dia. 

Baca Juga: Bakamla: Ribuan Kapal Asing Masuk ke Laut Natuna, Termasuk dari China

2. Kemlu disebut telah memanggil Dubes China di Jakarta untuk meminta klarifikasi

Curhat Bakamla: Kapal China Ganggu Tambang Minyak RI di Laut Natuna(Ilustrasi Gedung Pancasila Kemenlu) www.kemlu.go.id

Farhan pun mengatakan bahwa pemerintah telah meminta penjelasan kepada Pemerintah China di Jakarta. Kementerian Luar Negeri, kata dia, telah memanggil Duta Besar China. 

"Kemlu sudah memanggil Dubes Chinanya kok terkait insiden kapal China berseliweran (di Laut Natuna Utara) dan mengganggu pengeboran minyak lepas pantai," ungkapnya. 

Menurut Farhan, beruntung kapal survei dan penjaga perbatasan China tidak melakukan tindakan apapun. Meski begitu, mereka dengan sengaja berseliweran di dekat pengeboran lepas pantai untuk melempar ancaman. 

"Jadi, yang melakukan pengeboran merasa khawatir dan bertanya-tanya, apakah mereka melakukan pengeboran di wilayah laut China karena ada kapalnya yang bolak-balik," kata dia. 

Berdasarkan informasi dari organisasi Indonesia Ocean Justice Iniative, kapal penjaga perbatasan pantai China yang berseliweran sengaja mematikan teknologi Automatic Identification System (AIS) agar tidak berhasil dideteksi otoritas Indonesia. Sementara, ketika dikonfirmasi kepada Kemlu, mereka tidak membantah atau membenarkan soal pemanggilan Dubes China. 

Juru bicara Kemlu Teuku Faizasyah mengatakan pihaknya saat ini terus memantau dinamika yang berkembang di Laut China Selatan, termasuk perairan ZEE Indonesia di sekitar Natuna. "Perairan ZEE diakui adanya kebebasan navigasi, maka kehadiran kapal-kapal asing di zona ini tidak bisa dilarang," ungkap pria yang akrab disapa Faiza itu kepada IDN Times pada hari ini melalui pesan pendek. 

Ia pun memastikan Kemlu akan melayangkan nota diplomatik protes bila terdapat kapal-kapal asing yang hadir di ZEE Indonesia melakukan aktivitas yang bertentangan dengan kebebasan navigasi. 

3. Bakamla lihat ada ribuan kapal asing termasuk dari China berseliweran di Laut Natuna Utara

Curhat Bakamla: Kapal China Ganggu Tambang Minyak RI di Laut NatunaIlustrasi kapal coast guard Tiongkok di ZEE Natuna Utara (Dokumentasi Bakamla)

Sebelumnya, Irawan juga menyampaikan Bakamla melihat banyak kapal asing yang wara-wiri di Laut Natuna, khususnya area yang tumpang tindih dengan klaim China di Laut China Selatan. Kapal yang masuk ke Laut Natuna berasal dari Vietnam dan China. 

Ia mengatakan dari pantauan radar hanya ada sekitar enam kapal asing berasal dari Vietnam dan China yang lalu-lalang. Kapal China yang bolak-balik masuk ke Laut Natuna merupakan penjaga pantai. 

"Tetapi, bila dilihat secara kasat mata atau langsung dengan pengamatan dari udara, itu mungkin ada ratusan, bahkan ribuan kapal berada di sana. Ini diperkuat dengan keterangan dari KSAL ketika melakukan RDP yang membahas mengenai RUU Landas Kontinen," ujar Irawan. 

Ia menjelaskan Bakamla sulit mengusir kapal-kapal asing tersebut karena tidak memiliki peralatan untuk memantau dari udara. Dulu, ketika Laksamana TNI Yudo Margono masih menjabat sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, ia sempat meminjam kapal dari TNI Angkatan Laut untuk memantau lalu lintas kapal asing di wilayah Laut Natuna yang tumpang tindih dengan Vietnam. Jumlahnya, kata Irawan, juga banyak. 

Maka, ia berharap Komisi I bisa membantu Bakamla diberikan bantuan agar bisa mengusir kapal-kapal asing dari wilayah kedaulatan Indonesia.

Baca Juga: Aturan Lemah, Bakamla Khawatir 2 Kapal Tanker Asing Cuma Didenda 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya