Curhat Jokowi soal RUU Perampasan Aset: Sudah Lama Tetap Belum Rampung

Surpres bakal diajukan ke DPR usai libur Idulfitri

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo kembali mendorong agar Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU Perampasan Aset) bisa segera diselesaikan. Saat ini, draf RUU tersebut masih mandek di Sekretariat Negara lantaran masih ada pejabat dari instansi terkait yang belum paraf.

Semula, ada tiga pejabat yang belum paraf draf RUU Perampasan Aset yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Namun belakangan, Sri Mulyani dan Jenderal Sigit pada pekan ini paraf draf RUU tersebut.

"Kita terus mendorong RUU Perampasan Aset segera diselesaikan. Undang-undang ini penting sekali dan saya juga sudah sampaikan kepada DPR dan kementerian terkait, agar segera diselesaikan," ungkap Jokowi di Depok, Jawa Barat, Kamis (13/4/2023). 

Selain tiga pejabat tersebut, ada tiga pihak lainnya yang wajib paraf naskah RUU Perampasan Aset yakni Menko Polhukam Mahfud MD, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, dan Menkum HAM Yasonna Laoly.

Bila keenam pejabat terkait sudah merampungkan pembahasan, maka Jokowi bisa segera paraf dan mengirimkan ke DPR. 

"Kalau sudah rampung ya bagian saya untuk terbitkan surpres secepatnya. Sudah kita dorong, sudah lama kok. Masa gak rampung-rampung," tutur dia. 

Sementara, Komisi III DPR menolak persepsi publik seolah-olah menjadi pihak yang menyebabkan pengesahan RUU Perampasan Aset lebih lama. Sebab, hingga saat ini surpres belum diterima pimpinan DPR. 

"Dalam catatan kami, belum pernah ada pemerintah mengirim surpres tersebut," ungkap Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, kepada IDN Times melalui pesan pendek, Rabu (13/4/2023). 

Lalu, kapan rencananya surpres itu dikirimkan pemerintah kepada DPR?

1. Surpres RUU Perampasan Aset akan dikirim ke DPR usai libur Idulfitri

Curhat Jokowi soal RUU Perampasan Aset: Sudah Lama Tetap Belum RampungMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sementara, ketika dikonfirmasi, Mahfud menyebut surpres RUU Perampasan Aset bakal dikirim ke parlemen usai libur Lebaran. "Insyaallah, sesudah Lebaran dikirim surpres RUU Perampasan Aset ke DPR," ungkap dia, Kamis (13/4/2023).

Mahfud juga mengonfirmasi tersisa satu paraf lagi di draf RUU Perampasan Aset itu. Rencananya, pada Jumat besok pimpinan kementerian dan lembaga bakal diundang untuk rapat konsolidasi internal di kantor Kemenko Polhukam. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan Jokowi bersungguh-sungguh untuk mengesahkan RUU yang dapat memiskinkan para koruptor itu. 

"Presiden kan sudah menegaskan dalam pidato peringatan hari antikorupsi bahwa pemerintah sungguh-sungguh menyelesaikan tentang RUU Perampasan Aset, untuk tindak pidana. Yang dirugikan adalah mereka yang berbuat korupsi dan yang diuntungkan adalah negara," ujarnya pada September 2022.

Baca Juga: Jokowi Desak DPR Segera Sahkan RUU Perampasan Aset

2. RUU Perampasan Aset bisa memudahkan penelusuran harta yang diperoleh dengan cara tak sah

Curhat Jokowi soal RUU Perampasan Aset: Sudah Lama Tetap Belum RampungIlustrasi Pencucian Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan RUU Perampasan Aset diharapkan bisa membuat pengusutan perolehan harta, seperti dalam kasus Rafael Alun tidak berbelit atau bahkan tidak akan terulang masa mendatang. 

"Harapannya RUU Perampasan Aset bisa menjembatani norma illicit enrichment (kekayaan yang diperoleh dengan tidak sah) yang sebetulnya ada di UNCAC (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Melawan Korupsi). Tapi, belum ada dalam undang-undang kita," ungkap Lalola seperti dikutip dari YouTube ICW, Selasa (4/4/2023).

Saat ini, sebelum RUU Perampasan Aset disahkan, perampasan aset bisa dilakukan bila seseorang terbukti melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) atau tindak pidana pencucian uang (TPPU). Lalola mengatakan harus ada pembuktian pidana asal.

Bila RUU Perampasan Aset nantinya disahkan, maka tindak pidana asal tidak lagi dibutuhkan. Sebab, dikutip dari naskah akademik RUU Perampasan Aset, ada beberapa kemungkinan yang dapat menghalangi penyelesaian mekanisme penindakan.

Misalnya, kata dia, tidak ditemukannya atau meninggalnya atau adanya halangan lain yang mengakibatkan pelaku tindak pidana tidak bisa menjalani pemeriksaan di pengadilan, atau tidak ditemukannya bukti yang cukup untuk mengajukan tuntutan ke pengadilan, dan sebab yang lainnya.

"Kalau ada harta-harta yang diduga berasal dari kejahatan, dugaan tersebut, salah satunya kok tidak sesuai profil pendapatannya, atau tidak sesuai dengan besaran pajak yang disetorkan dan lain-lain, itu bisa jadi dianggap sebagai dugaan tindak pidana sehingga asetnya bisa diproses," tutur dia.

3. Ketum parpol di parlemen didesak untuk dukung pengesahan RUU Perampasan Aset

Curhat Jokowi soal RUU Perampasan Aset: Sudah Lama Tetap Belum RampungKetua Komisi III DPR, Bambang 'Pacul' Wuryanto di rapat komisi. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Sementara, Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi mendesak para ketua umum partai politik agar segera mengganti kader mereka yang duduk di Komisi III DPR namun tak bersedia mendukung pembahasan RUU Perampasan Aset. Sebab, RUU itu sudah sejak lama didorong pemerintah agar segera disahkan. Dengan memiliki RUU itu, pemerintah bisa lebih mudah merampas aset dari para tersangka kasus korupsi yang terbukti dibeli dengan uang hasil tindak kejahatannya. 

Pernyataan koalisi itu merupakan tindak lanjut dari pendapat yang disampaikan politikus PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, di ruang rapat Komisi III DPR pada 29 Maret 2023. Saat itu, pria yang akrab disapa Bambang Pacul, menyebut upaya pemerintah untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset bakal terbentur tembok besar. Hal itu lantaran belum ada instruksi yang masuk ke dirinya dari ketum parpol agar segera membahas RUU tersebut.

"Pak Mahfud tanya kepada kami, 'tolong dong RUU Perampasan Aset dijalani, republik di sini gampang kok. Lobinya jangan di sini, Pak. Ini Korea-Korea yang ada di sini (Komisi III) nurut ke bosnya masing-masing.' Di sini boleh ngomong galak, tapi kalau tiba-tiba Bambang Pacul ditelepon ibu 'Pacul (berhenti bahas RUU Perampasan Aset)', ya harus jawab siap. Saya siap laksanakan," ungkap Bambang, ketika itu. 

Menurut koalisi, pernyataan Bambang Pacul menjadi penjelasan mengapa produk hukum bermasalah yang lebih dulu disahkan. Produk hukum itu antara lain revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang. 

"Keseluruhan produk hukum itu menjadi bukti konkret bahwa pembentukan regulasi merupakan hasil dari konsolidasi elit politik dan bisnis yang telah berhasil mengekang demokrasi," kata Koalisi Masyarakat Sipil di dalam keterangan tertulisnya dan dikutip pada Rabu (5/4/2023). 

"Atas dasar tersebut, maka kami mendesak setiap ketua umum partai politik untuk mengganti anggota DPR di komisi III yang tidak mendukung percepatan pengundangan RUU Perampasan Aset," tutur mereka. 

Baca Juga: Mahfud: Berantas Korupsi Lebih Mudah Dibandingkan Pencucian Uang

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya