Demokrat: KPK Tak Berani Usut Kasus Korupsi yang Dekat Kekuasaan

Harun Masiku masih buron hingga dua tahun

Jakarta, IDN Times - Ketua DPP Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin mengamini hasil temuan survei nasional yang dirilis oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Minggu, 26 Desember 2021. Di dalam survei yang melibatkan 2.420 responden itu, mayoritas responden menilai perbuatan rasuah pada 2021 jauh lebih banyak dibandingkan 2020.

Bahkan, pernyataan serupa tak berubah sejak 2019 lalu. Hasil jawaban responden SMRC seolah menegaskan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak membantu lembaga antirasuah itu jadi lebih kuat dalam menangani perkara korupsi. 

"Di satu sisi, betul KPK berusaha membongkar kasus korupsi. Tetapi, kasus korupsi yang dekat dengan kekuasaan, tak berani dibongkar (oleh KPK). Itu pula yang menyebabkan masyarakat kecewa," ujar Didi ketika berbicara dalam pemaparan hasil survei SMRC pada Minggu kemarin dan dikutip dari YouTube. 

"Kalau kita ingat kasus (buronnya kader PDIP) Harun Masiku karena melibatkan oknum-oknum yang dekat dengan kekuasaan politik. Ini kalau tidak berhasil dijawab sampai tahun 2022, bisa terbayang makin tingginya kekecewaan publik," kata dia lagi. 

Harun merupakan salah satu buron komisi antirasuah dalam perkara suap yang melibatkan mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Ia sudah buron sejak 2020 lalu.

Suap dilakukan agar bisa dilakukan Pergantian Antarwaktu (PAW) dari anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 Riezky Aprilia, kepada Harun. Apa pendapat publik soal penanganan korupsi pada 2022?

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi RI Drop karena Banyak Kasus Politik Tak Tuntas

1. Responden sebut korupsi di tahun 2021 lebih banyak dibanding 2020

Demokrat: KPK Tak Berani Usut Kasus Korupsi yang Dekat KekuasaanHasil survei nasional SMRC mengenai tren korupsi pada 2019 hingga 2021. Survei dilakukan pada 8 - 16 Desember 2021 (Tangkapan layar YouTube SMRC)
Demokrat: KPK Tak Berani Usut Kasus Korupsi yang Dekat KekuasaanHasil survei nasional SMRC mengenai tren korupsi pada 2019 hingga 2021. Survei dilakukan pada 8 - 16 Desember 2021 (Tangkapan layar YouTube SMRC)

Berdasarkan hasil pernyataan responden, mayoritas dari mereka mengatakan kasus korupsi pada 2021 justru jauh lebih banyak dibandingkan pada 2020. Angkanya yang menyatakan demikian mencapai 41,1 persen.

Jumlah responden yang menyatakan tidak ada perubahan jumlah kasus korupsi tahun ini dan tahun 2020 mencapai 31,1 persen. Hanya 22,1 persen saja yang mengatakan jumlah kasus rasuah pada 2021 lebih sedikit dibanding tahun 2020. 

Tetapi, Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan pernyataan responden semacam itu justru sudah konsisten disampaikan sejak 2019. Bila melihat tren, sejak 2019, responden kerap menjawab kasus korupsi dari tahun ke tahun justru semakin bertambah. Bukan berkurang.

"Bila melihat tren nya, jumlah responden yang mengatakan kasus korupsi lebih banyak selalu lebih banyak dan di atas 40 persen," ungkap Deni. 

Tetapi, bila melihat tren terdapat kenaikan responden yang menyatakan kasus korupsi dari tahun ke tahun semakin sedikit. Pada September 2021, hanya 17,1 persen yang menyatakan kasus korupsi pada 2021 lebih sedikit dibanding 2020. Tetapi, ketika survei dilakukan pada Desember 2021, jumlah responden yang menyatakan narasi positif naik menjadi 31,1 persen. 

Di sisi lain, persepsi responden yang mayoritas menyatakan kasus korupsi tidak mengalami penurunan sejalan dengan tingkat kepercayaan publik yang terus menurun terhadap komisi antirasuah. Bahkan, di dalam sejumlah survei, kini tingkat kinerja kepolisian dianggap jauh lebih baik ketimbang KPK. 

Baca Juga: Akhirnya Imigrasi Akui Harun Masiku Sudah Berada di RI Pada 7 Januari

2. Responden optimistis upaya pemberantasan korupsi pada 2022 akan membaik

Demokrat: KPK Tak Berani Usut Kasus Korupsi yang Dekat KekuasaanHasil survei nasional SMRC mengenai tren korupsi pada 2019 hingga 2021. Survei dilakukan pada 8 - 16 Desember 2021 (Tangkapan layar YouTube SMRC)

Meski mayoritas responden menyatakan kasus korupsi pada 2021 lebih banyak dibandingkan 2020, tetapi mereka opptimistis upaya pemberantasan rasuah membaik pada tahun depan. Jumlah responden yang menyatakan optimisme dan perbaikan mencapai 41 persen. Sedangkan, yang menyatakan akan sangat baik mencapai 13,8 persen. 

Sementara, yang pesimistis kondisi pemberantasan korupsi membaik mencapai 13,8 persen. Sedangkan, 4,7 persen menyatakan kondisi pemberantasan rasuah pada tahun depan akan sangat buruk dibanding 2021. 

Hasil survei ini melibatkan 2.420 responden yang dipilih secara acak. Tetapi, responden yang dapat diwawancarai secara valid mencapai 2.062 atau 85 persen. Margin of error survei itu mencapai 2,2 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. 

Pelaksanaan wawancara untuk survei itu dilakukan pada periode 8 Desember 2021 - 16 Desember 2021. 

3. Meski diklaim sudah dimasukan ke dalam red notice, tetapi nama Harun Masiku tak ada di dalam daftar buronan Interpol

Demokrat: KPK Tak Berani Usut Kasus Korupsi yang Dekat KekuasaanDaftar buronan yang dicari Pemerintah Indonesia dan di daftar red notice Interpol (Tangkapan layar situs resmi Interpol)

Komisi antirasuah sejak 30 Juli 2021 lalu mengklaim resmi memasukan nama Harun ke dalam daftar buronan internasional. Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, nama Harun sudah ada di dalam daftar red notice. Ia pun mewanti-wanti siapa saja yang menyembunyikan Harun, bisa ikut dijerat pidana.

"Itu masuk kategori tindak pidana lain yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan itu masuk pidana," ungkap Firli ketika memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih yang juga disiarkan secara virtual, 2 Agustus 2021. 

IDN Times coba melacak nama-nama buronan di situs resmi Interpol. Ketika menelusuri orang-orang di daftar merah Interpol dan diburu oleh Indonesia, tidak ada nama Harun Masiku. 

Hanya ada lima nama yang ditemukan di dalam daftar red notice tersebut. Mereka terdiri dari Daschbach Richard Jude (WN AS), Udin Jawi, Nugroho Sofyan Iskandar, Djatmiko Febri Irwansyah, dan Abdul Gani. 

Sementara, ketika ditanyakan ke pihak kepolisian, mereka memberikan jawaban yang janggal. Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Amur Chandra menjelaskan pihaknya sengaja menyembunyikan nama Harun dari daftar red notice Interpol. 

“Dalam mekanisme kami meminta kepada Interpol dalam menerbitkan red notice itu, pada kolom bawah Interpol Lyon itu menyertakan dua kolom permintaan apakah red notice itu dipublish atau tidak. Pilihan itu tergantung penyidik kami yang meminta," kata Amur dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, 10 Agustus 2021.

Baca Juga: KPK Klaim Harun Masiku Sudah Diburu Interpol, Dicek Ini Hasilnya

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya