Dokter Paru Sarankan Warga Alami Flu dan Nyeri Tenggorokan Tes COVID

Diperkirakan masih banyak Omicron yang belum terdeteksi

Jakarta, IDN Times - Dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan, Erlina Burhan, mengatakan gejala-gejala pasian yang terinfeksi COVID-19 varian Omicron memang menyerupai flu. Namun, ada beberapa gejala khas yang dialami mayoritas pasien Omicron, antara lain nyeri di bagian tenggorokan, batuk kering, hidung tersumbat, nyeri di bagian kepala, hingga tubuh merasa lemas. 

Erlina pun mewanti-wanti masyarakat tak menganggap enteng flu, ketika varian Omicron sudah meluas di Indonesia. Perhatian lebih harus diberikan kepada warga yang memiliki komorbid, penyakit bawaan yang tidak terkendali dan individu berusia lanjut. 

"Sebab, orang dengan penyakit bawaan yang tidak terkendali bisa menurunkan sistem imunitas di tubuh. Dampaknya, bila pada orang sehat, Omicron tak menyebabkan gejala apapun, maka pada kelompok lansia, komorbid hingga anak-anak, gejalanya menjadi lebih berat," ungkap Erlina ketika dikutip dari YouTube MNC Trijaya pada Minggu, (30/1/2022). 

Ia memprediksi kasus Omicron yang sesungguhnya berada di lingkungan masyarakat lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan pemerintah. Per Sabtu (29/1/2022), angkanya nyaris mencapai 2.000 kasus Omicron. 

"Harus diingat, angka ini bisa saja dari orang-orang yang bersedia memeriksakan diri dan ketahuan. Bisa jadi di masyarakat, kasus (Omicron) lebih banyak lagi tetapi masyarakat menganggapnya flu biasa," kata dia. 

Erlina kemudian menyarankan, bila masyarakat mengalami gejala flu yang disertai dengan nyeri di bagian tenggorokan, agar melakukan tes COVID-19. Ia mengatakan saran ini bukan bermaksud bersikap berlebihan, tetapi agar masyarakat waspada. 

Lalu, apakah rumah sakit di DKI Jakarta sudah siap bila terjadi lonjakan pasien yang dirawat karena terinfeksi Omicron?

1. Hanya sedikit dari pasien Omicron alami gejala demam

Dokter Paru Sarankan Warga Alami Flu dan Nyeri Tenggorokan Tes COVIDilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski mirip gejala flu, Erlina mengatakan hanya 30 persen dari pasiennya yang menunjukkan gejala demam. Mayoritas pasien Omicron tidak mengalami demam, seperti gejala yang muncul ketika terinfeksi varian Delta. 

"Jadi, hanya ada nyeri di tenggorokan dan badannya merasa lemas. Indikator pertama biasanya ditunjukkan dengan tubuh merasa lemas, baru disusul nyeri di tenggorokan dan hidung tersumbat," kata Erlina.

Ia menambahkan pemeriksaan tes COVID-19 sebaiknya turut dilakukan masyarakat yang menunjukkan gejala flu bukan sekadar agar status terinfeksi atau tidak. Namun, langkah tersebut bisa mencegah penularan Omicron meluas. 

"Terutama agar tidak menularkan ke anggota keluarga yang lain," tutur dia. 

Ia mencontohkan ada pasiennya yang tinggal satu atap dengan warga lansia, terpaksa melakukan isolasi mandiri di lantai tiga rumahnya. Erlina juga menyarankan bila rumah bukan tempat yang nyaman untuk isoman, maka masyarakat juga bisa memanfaatkan fasilitas isoman terpusat yang dikelola pemerintah. 

Erlina turut mendorong masyarakat yang menjalani isoman mengikuti program telemedicine yang disediakan pemerintah. Keunggulan dari fasilitas ini yaitu warga cukup berkonsultasi dengan dokter melalui ponsel, obatnya akan diantar ke rumah. 

Baca Juga: Persi: Warga Trauma Insiden Delta, Maka Pilih ke RS Jika Kena COVID-19

2. BOR rumah sakit meningkat karena warga memilih dirawat di RS

Dokter Paru Sarankan Warga Alami Flu dan Nyeri Tenggorokan Tes COVIDIlustrasi tenaga nakes memeriksa pasien (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Di forum yang sama, Wakil Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), dr Koesmedi Priharto, menjelaskan jumlah tingkat keterisian RS dalam beberapa pekan meningkat lantaran mayoritas diisi pasien COVID-19 dengan gejala ringan. Tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupany rate (BOR) di DKI Jakarta saja melonjak hingga 45 persen. 

Padahal, pemerintah sudah meminta agar warga tanpa gejala dan gejala ringan agar melakukan isolasi mandiri di rumah. Namun, menurut Koesmedi, sebagian warga masih trauma terhadap insiden lonjakan kasus varian Delta yang terjadi pada Juni dan Juli 2021.

"Kita tahu warga masih trauma atas insiden bulan Juni dan Juli 2022 lalu. Trauma itu sangat berat dan masih sulit dilupakan. Ketika itu kan banyak warga yang melakukan isolasi mandiri, tapi gagal," ungkap Koesmedi.

Gagalnya warga melakukan isoman, kata dia, disebabkan banyak faktor. Mulai dari tempat di rumah yang tidak memadai untuk dilakukan isoman hingga ada banyak anggota keluarga di rumah. Di antara mereka ada yang mengidap komorbid hingga berusia lansia.

Alhasil, mayoritas warga saat ini memilih membawa anggota keluarga yang positif COVID-19 ke rumah sakit. Namun, Koesmedi mengingatkan masyarakat biaya rumah sakit bagi pasien COVID-19 yang saat ini ditanggung pemerintah adalah mereka yang mengalami gejala sedang, berat hingga ke kritis.

"Bila mengalami gejala ringan atau tidak menunjukkan gejala sama sekali, maka disarankan untuk isoman di rumah. Tapi, kalo mereka tetap ingin dirawat, maka wajib menyertakan informed consent secara tertulis. Di sana tertulis, bahwa biaya ditanggung oleh masing-masing individu," katanya. 

Koesmedi telah mengimbau seluruh pimpinan rumah sakit yang menjadi anggota Persi agar menyampaikan informasi tersebut kepada warga. Ia tak mau terjadi persepsi yang berbeda di masyarakat sehingga tercipta pola pikir bahwa pemerintah tak bersedia memfasilitasi.

3. Fasilitas kesehatan sudah siap menghadapi lonjakan pasien Omicron

Dokter Paru Sarankan Warga Alami Flu dan Nyeri Tenggorokan Tes COVIDNakes saat memeriksa kesehatan pasien positif di Rusunawa Penajam (IDN Times/Ervan)

Di sisi lain, Koesmedi menyebut rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain sudah lebih siap dalam menghadapi kenaikan pasien COVID-19 karena varian Omicron. Hal itu lantaran waktu perawatan pasien Omicron tidak selama bila terinfeksi Delta.

"InsyaAllah fasilitas kesehatan saat ini sudah lebih siap. Bila dilihat fase pemulihan varian Delta kan berkisar 14 hari hingga satu bulan, sedangkan Omicron masa pemulihannya lebih cepat, rata-rata di bawah lima hari. Itu sebabnya, turn over tempat tidur di rumah sakit akan lebih cepat sehingga warga tak lagi perlu antre," kata dia.

Koesmedi juga menyebut kapasitas tempat tidur rumah sakit di DKI Jakarta masih tinggi untuk menampung pasien Omicron. DKI Jakarta menyiapkan kapasitias maksimal mencapai 11 ribu. Maka, tingkat keterisiannya di angka 16 persen untuk pasien COVID-19.

"Sedangkan, posisi ICU (Intensive Care Unit), DKI Jakarta menyiapkan 611 kamar. Sudah terisi 45 persen. Tetapi, kami masih memeriksa apakah angka ini menggambarkan pasien dengan beragam penyakit atau hanya yang mengidap COVID-19 saja," tuturnya.

Baca Juga: Puncak Omicron Diprediksi Februari-Maret, Luhut Imbau Perkantoran WFH

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya