Dua Menteri Akui Ada Salah Ketik Dalam Draf Omnibus Law Cipta Kerja

"Ndak ada banyak. Cuma satu (pasal)"

Jakarta, IDN Times - Dua menteri yang salah satu fokusnya di bidang hukum mengakui ada salah ketik di dalam rancangan Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah masuk ke parlemen. Dua menteri yang dimaksud adalah Menkum HAM, Yasonna Laoly dan Menkpolhukam, Mahfud MD. 

Salah ketik yang dirujuk dan menjadi kontroversi di ruang publik yakni tertera di pasal 170 Bab XIII ketentuan lain-lain. Di dalam poin itu tertulis pemerintah dalam hal ini Presiden dapat mengubah undang-undang lewat Peraturan Pemerintah (PP). 

Publik mengernyitkan dahi ketika membaca aturan tersebut. Salah satunya adalah peneliti di organisasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu. 

"RUU CILAKA nih cilaka betulan. Pemerintah bisa ubah UU pakai Peraturan Pemerintah gak perlu pakai UU lagi, konstitusi gak dianggep. Tutup aja lah fakultas hukum di Indonesia," demikian cuitan Erasmus mengomentari draf tersebut. 

Ketika dikonfirmasi kepada Yasonna, ia pun mengakui di dalam konstitusi tidak mungkin Omnibus Law Cipta Kerja diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP). Di dalam teori, kedudukan PP berada di bawah UU. 

"Gak bisa dong PP melawan undang-undang," ujar menteri dari PDI Perjuangan itu di Istana Kepresidenan pada Senin (17/2) lalu. 

Ia menjelaskan yang bisa diubah dengan PP dalam Omnibus Law Cipta Kerja adalah Peraturan Daerah (Perda). Namun, Perda baru dapat diubah bila bertentangan dengan UU. Secara teori, Perda berada di bawah PP, Peraturan Presiden dan UU. 

Lalu, apa komentar Mahfud soal adanya kekeliruan dan salah ketik di dalam draf Omnibus Law ini? Sebab, drama salah ketik juga terjadi ketika DPR ingin mengesahkan UU baru KPK. Usia minimal agar bisa diangkat jadi pimpinan komisi antirasuah adalah 50 tahun, namun keterangan di dalam teks tertulis 40 tahun. 

1. Menkopolhukam Mahfud MD sebut hanya satu pasal yang pengetikannya keliru

Dua Menteri Akui Ada Salah Ketik Dalam Draf Omnibus Law Cipta KerjaMenko Polhukam Mahfud MD di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu 12 Februari 2020 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Ketika dikonfirmasi kepada Menkopolhukam Mahfud MD, ia mengakui memang ada kesalahan pengetikan di rancangan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Namun, kekeliruan itu hanya ada di satu pasal saja. 

"Ndak ada banyak (yang salah). Cuman satu (pasal)," ujar Mahfud di kantor Kemenkopolhukam seperti dikutip dari kantor berita Antara pada Selasa (18/2). 

Ia mengatakan pemerintah akan memperbaiki kekeliruan pengetikan itu. Mahfud turut mengomentari beberapa pasal yang diprotes oleh kelompok yang menilai terdampak dari pemberlakuan undang-undang tersebut. Beberapa aturan yang diprotes antara lain mengenai skema pengupahan yang menjadikan UMP (Upah Minimum Provinsi) sebagai satu-satunya besaran gaji, berkurangnya pesangon ketika di-PHK, penghapusan cuti khusus hingga pengaturan tenaga kerja kontrak. 

Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu poin-poin yang disebutkan tidak termasuk salah pengetikan. Protes dinilai Mahfud karena adanya perbedaan pendapat. 

"Itu kan bukan karena salah (pengetikan), tapi karena orang beda pendapat. Kalau beda pendapat diperdebatkan di DPR," tutur dia. 

Baca Juga: Polemik Omnibus Law: Buruh Ancam Demo, Pemerintah Coba Menenangkan

2. Pemerintah akan memperbaiki pengetikan naskah saat masuk tahap pembahasan

Dua Menteri Akui Ada Salah Ketik Dalam Draf Omnibus Law Cipta KerjaMenteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Kekeliruan pengetikan ini seolah tidak dianggap serius oleh Menkum HAM Yasonna Laoly. Ia mengatakan akan memperbaiki poin kekeliruan itu saat digelar sidang pembahasan bersama DPR. 

"Nanti di DPR akan diperbaiki. Itu hal teknis," kata Yasonna. 

Peluang untuk perbaikan juga disampaikan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad di kompleks parlemen Senayan. Dasco mengaku sudah tahu soal kesalahan pengetikan itu dan pemerintah diberi kesempatan untuk memperbaiki. 

"Dalam draf itu kan ada kesalahan ketikan. Oleh karena itu nanti kami kasih kesempatan memperbaiki atau nanti kita perbaiki di sini sebelum kemudian kita bahas lebih lanjut," ujar politikus Partai Gerindra itu. 

Ketika anggota DPR melakukan peninjauan maka kekeliruan di dalam pasal itu bisa diperbaiki. 

3. Presiden Jokowi memberi target omnibus law rampung dalam waktu 100 hari

Dua Menteri Akui Ada Salah Ketik Dalam Draf Omnibus Law Cipta KerjaAksi penolakan Omnibus Law. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Kendati masih menuai perdebatan, tetapi Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah membuat target agar UU Omnibus Law bisa rampung dalam waktu 100 hari. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan antara presiden dengan para elite koalisi parpol sudah bertemu pada (14/1). Salah satu yang dibahas yakni mengenai omnibus law cipta lapangan kerja. 

Arsul mengatakan draf RUU Cipta Lapangan Kerja memasuki tahap finalisasi. 

"Omnibus Law (RUU Cipta Lapangan Kerja) sedang difinalisasi oleh pemerintah dan segera disahkan," ujar Arsul pada (15/1) lalu. 

Draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akhirnya diserahkan ke DPR pada (12/2) lalu. Ia mengatakan RUU itu bisa disahkan bertepatan dengan HUT ke-75 RI. Kendati terkesan ngebut, namun Arsul memastikan DPR dan pemerintah akan melibatkan masyarakat dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja. 

Baca Juga: Mimpi Jokowi Lewat Omnibus Law, Pendapatan Rp84 Juta per Kapita

Topik:

Berita Terkini Lainnya