Happy Ending Prabowo-Sandi: Lawan Jokowi di Pilpres yang Jadi Kawan 

Sandiaga Uno mengikuti jejak Prabowo terima tawaran menteri

Jakarta, IDN Times - Sandiaga Salahudin Uno akhirnya mengikuti jejak ketua umumnya di Partai Gerindra, Prabowo Subianto menerima tawaran menjadi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Pada Selasa (22/12/2020), pria yang akrab disapa Sandi itu ditunjuk oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Whisnutama. 

"Beliau adalah dulu wakil gubernur DKI Jakarta, ketua HIPMI dan saat ini beliau akan kita berikan tanggung jawab untuk pimpin Kemenpar," kata Jokowi kemarin sore di Istana. 

Lengkap sudah, Prabowo dan Sandi, rival Jokowi di pilpres 2019, kini menjadi bagian dari pemerintahan. Keduanya menjadi pembantu presiden dalam Kabinet Indonesia Maju.

Pilpres tahun lalu terasa panjang lantaran Prabowo sempat bermanuver sudah mengumumkan memenangi pilpres dengan mengklaim meraih 62 persen suara. Tanpa didampingi Sandi, Prabowo pada 17 April 2019 sempat sujud syukur di depan kediamannya di Kertanegara, Kebayoran Baru, sebagai bentuk ekspresi kemenangan. 

Tetapi, hasil akhir penghitungan suara malah menunjukkan pasangan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang pemilu. Prabowo-Sandi tidak terima. Pada 24 Mei 2019, pasangan dengan nomor urut 02 itu resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Lebih dari satu tahun kemudian, kedua pasangan yang sempat menjadi rival itu kini berada di perahu yang sama. 

Dalam pandangan pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Dr. Ujang Komarudin fenomena ini menggambarkan bahwa dalam politik tidak ada kawan atau lawan yang abadi. "Yang ada itu hanya kepentingan dan itulah yang terjadi saat ini," kata Ujang yang dihubungi IDN Times melalui telepon pada Selasa malam (22/12/2020). 

Apa dampaknya fenomena semacam ini terhadap perkembangan demokrasi Indonesia di masa depan?

1. Keputusan menarik masuk rival saat pilpres dianggap menguntungkan kedua pihak

Happy Ending Prabowo-Sandi: Lawan Jokowi di Pilpres yang Jadi Kawan Ilustrasi Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno berkumpul dalam satu kabinet (www.twitter.com/@na_dirs)

Ujang menjelaskan masuknya Prabowo dan Sandi ke dalam kabinet akan menguntungkan Jokowi. Sebab, secara otomatis pemerintahan Jokowi semakin kuat karena dapat sokongan politik dari Partai Gerindra. 

"Di sisi lain, Pak Prabowo juga happy karena jatah menteri di kabinetnya tidak berkurang. Tetap dua menteri. Cuma digeser dari Menteri KKP ke Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sandi juga happy karena dengan jadi menteri membantu mewujudkan cita-citanya untuk kembali maju di pilpres 2024 nanti," tutur Ujang secara blak-blakan. 

Ia menilai Sandi menerima tawaran menjadi menteri lantaran turut menimbang kepentingannya lebih jauh di tahun 2024. Sebab, dengan masuk ke dalam kabinet otomatis akan sering mendapatkan eksposure dari media massa. 

"Selama satu tahun ini dia berjalan di media sosial kan tidak ramai dan gak ada yang melirik. Namun, dengan dia masuk sebagai menteri akan mempercepat untuk mendongkrak elektoral," katanya lagi. 

Sayangnya, Ujang melanjutkan, yang tidak bahagia lagi-lagi adalah rakyat. Sebab, sudah sempat terpecah dan diadu domba pada 2019, tetapi ujung-ujungnya para elit malah berkompromi. 

"Para politikus ini kan suka berpura-pura. Di depan seolah-olah rival, tetapi di belakang malah saling rangkul," ujarnya. 

Baca Juga: Pekik Takbir Hingga Sujud Syukur, Prabowo: Kita Sudah Menang

Happy Ending Prabowo-Sandi: Lawan Jokowi di Pilpres yang Jadi Kawan (IDN Times/Sukma Shakti)

2. Koalisi Jokowi gemuk dan oposisi lemah sehingga proses check and balance tidak berjalan

Happy Ending Prabowo-Sandi: Lawan Jokowi di Pilpres yang Jadi Kawan Joko Widodo dan Prabowo ketika debat capres pada pemilu 2019 (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak)

Ujang menilai fenomena semacam ini membahayakan demokrasi di Indonesia. Sebab, koalisi Jokowi-Ma'ruf di pemerintahan sangat gemuk yakni 85 persen. Kalaupun ada oposisi, mereka tidak cukup kuat untuk melakukan koreksi dan kritik terhadap pemerintahan yang ada. 

"Kan yang disisakan hanya PAN yang tidak berdaya, Partai Demokrat yang memposisikan dirinya berada di tengah, PKS kan juga menempatkan dirinya tidak konsisten dan lemah," ujar Ujang. 

Ia menjelaskan PKS tidak konsisten karena ketika ada penambahan kursi Wakil Ketua di MPR, mereka malah ikut mendukung. Seharusnya, bila PKS meneguhkan posisi sebagai oposisi maka tidak akan mendukung meski diiming-imingi jatah wakil ketua MPR. 

"Jadi, mereka itu juga tidak (memosisikan) oposisi murni, ada kepentingan juga," tutur dia. 

3. Sandiaga diusulkan jadi Menteri Parekraf oleh Gerindra sebagai kompensasi atas dana yang sudah dikeluarkan saat pilpres 2019

Happy Ending Prabowo-Sandi: Lawan Jokowi di Pilpres yang Jadi Kawan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Dalam pandangan Ujang, alasan Gerindra menyodorkan nama Sandiaga ke Presiden Jokowi karena dua hal. Pertama, sebagai bentuk kompensasi atas dana jumbo yang sudah dikeluarkan oleh Sandiaga ketika pilpres 2019.

Dalam beberapa wawancara, Sandiaga mengakui untuk mengikuti pilpres tahun lalu, ia merogoh kocek hingga mencapai Rp1,4 triliunan. Bahkan, ia tidak menyesali meski sudah mengeluarkan dana besar namun tidak terpilih sebagai wakil presiden. 

"Buat saya tidak ada penyesalan sama sekali. Ini menjadi pengorbanan dan di politik itu kalau kita mau mandiri maka harus berani keluar uang sendiri," kata pria yang akrab disapa Sandi itu ketika diwawancarai oleh Refly Harun di akun YouTubenya. 

Kedua, kata Ujang, sebab dari lima petinggi di Partai Gerindra, hanya Sandi yang belum mendapatkan posisi apa-apa. "Ahmad Dasco sudah jadi Wakil Ketua DPR, Ahmad Muzani jadi Wakil Ketua MPR, Fadli Zon juga sudah ada di DPR dan menjabat sebagai Ketua BKSAP, Sugiono yang sempat jadi ajudan Prabowo kan sekarang sudah di DPR. Tersisa Sandi yang belum punya posisi apapun," tutur dia. 

Ujang mengatakan Sandi juga tak sembarangan memilih posisi menteri. Ia cenderung akan menolak bila ditawarkan menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Belajar dari kasus Edhy Prabowo, ia tak mau ikut terperosok. "Bila ia menjadi Menteri KKP akan sulit untuk membangun citra demi 2024 nanti. Makanya, ia ambil lahan (posisi menteri) yang ringan dan tidak berat," ujarnya. 

Ia menilai Sandi cocok menjadi Menteri Parekraf sebab memiliki latar belakang pengusaha muda yang sudah lama bergelut di dunia bisnis. Namun, Sandi tidak memiliki pengalaman sebagai pejabat publik yang memahami dunia birokrasi. 

"Pengalaman jadi Wakil Gubernur DKI itu kan sekedar ban serep. Tidak ada kewenangan untuk membuat kebijakan. Artinya, ia belum memiliki pengalaman yang matang di dunia birokrasi. Jangan sampai ia dianggap mampu tapi malah tak mampu ketika diberi pekerjaan itu," tutur Ujang blak-blakan. 

Baca Juga: Baru Tiba dari Jerman, Prabowo Utus Sandi Komunikasi ke Partai Koalisi

4. Pengamat politik menilai tak ada dari 6 menteri yang terpilih memiliki integritas murni

Happy Ending Prabowo-Sandi: Lawan Jokowi di Pilpres yang Jadi Kawan ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sementara, ketika ditanya rekam jejak enam menteri baru yang dipilih oleh Jokowi, Ujang meragukan integritas mereka. Sandiaga pun diketahui sempat memiliki rekening di perusahaan cangkang di Panama yang terungkap dalam dokumen bernama "Panama Papers." Panama diketahui merupakan salah satu negara yang dicari oleh para pengusaha untuk menyimpan uang karena bebas pajak. 

Dalam klarifikasinya pada 2016 lalu, Sandi menjelaskan sangat lazim dalam proses investasi dan penciptaan lapangan kerja menggunakan offshore service. "Tentunya, semua harus tetap dalam koridor hukum yang berlaku," tutur Sandi empat tahun lalu. 

Jokowi, kata Ujang, sudah tidak lagi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri rekam jejak para calon menterinya. "Jadi, gak ada (menteri) yang bersih murni. Semua seperti kacang hijau, campur aduk, ada hitamnya dan putihnya," kata dia. 

"Semua (pejabat) dalam tanda petik ingin merampok negara dan ini menjadi persoalan bagi kita semua," ujarnya lagi. 

Maka, ia tidak akan terkejut seandainya ada lagi menteri di kabinet Jokowi yang menjadi 'pasien' KPK. "Sebab, kan menteri-menteri ini sering dijadikan tanda petik ATM bagi partai politik. Itu kan sudah menjadi rahasia umum," kata dia. 

Baca Juga: Sandiaga Uno dan Istri Positif COVID-19, Anaknya Sulaiman Negatif

Topik:

  • Anata Siregar
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya