Jadi Tersangka, Bupati Non Aktif Tulungagung Tetap Ikut Pilkada

Ia tetap bisa dilantik di rutan seandainya menang Pilkada

Jakarta, IDN Times - Bupati non aktif Tulungagung Syahri Mulyo membantah kabur ketika dicari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu sore (6/6). Pada hari itu, penyidik lembaga anti rasuah itu menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di dua lokasi, yakni Tulungagung dan Blitar. 

Dari dua lokasi itu, penyidik menyita barang bukti uang senilai Rp 1 miliar dari seorang kontraktor bernama Agung Prayitno. Uang yang diterima Agung diduga diperoleh dari kontraktor lain bernama Sulistyo Prabowo. Rencananya, uang itu akan diserahkan ke Syahri. 

Usai sempat menghilang selama sekitar dua hari, Syahri akhirnya datang menyerahkan diri ke gedung KPK pada Sabtu (9/6) sekitar pukul 21.30 WIB. Ia datang seorang diri mengenakan kemeja berwarna gelap lengan panjang.

Usai diperiksa selama tujuh jam, akhirnya Syahri mengenakan rompi oranye dan ditahan selama 20 hari ke depan di rutan Polres Metro Jakarta Timur. Lalu, ke mana aja Syahri selama dicari penyidik KPK?

1. Saat diberitakan tertangkap, Syahri sedang bersama keluarga

Jadi Tersangka, Bupati Non Aktif Tulungagung Tetap Ikut PilkadaANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Kepada media yang menunggunya sejak semalam di Gedung KPK, Syahri mengungkapkan, saat diberitakan ia tertangkap dalam operasi senyap, calon kepala daerah petahana itu justru tengah bersama keluarga.

"Saya kan posisi kebetulan dengan keluarga, karena hari raya. Kebetulan (saat) hari raya dengan anak-anak di jalan itu, ada berita katanya ada OTT. Jadi saat OTT itu kami gak ada (di tempat)," ujar Syahri.

Ia mengaku sempat galau sebelum menyerahkan diri ke kantor KPK. Salah satu yang ia pikirkan yakni mengenai keikutsertaannya di Pilkada 2018. Setelah sempat berpikir, ia kemudian berinisiatif datang ke kantor KPK.

"Ini inisiatif saya sendiri. Jadi, kami ke sini tidak ada kemudian (niat) untuk menghilang. Tapi, kalau waktu terulur, kita galau itu kan wajar karena saya ya belum pernah mengalami hal seperti ini," kata dia, lagi.

2. Enggan menjelaskan video bagi pendukung dan relawannya

Jadi Tersangka, Bupati Non Aktif Tulungagung Tetap Ikut Pilkadawww.youtube.com

Ketika tengah dicari penyidik KPK, Syahri justru merilis video pendek berisi permintaan agar pendukung dan relawannya tetap menyukseskan Syahri dan Maryoto Bhirowo, sebagai pemenang Pilkada Kabupaten Tulungagung.

"Kepada simpatisan dan relawan Sahto (Syahri-Maryoto), saya harap semangat lah berjuang untuk tetap memenangkan Sahto pada 27 Juni 2018. Pak Maryoto bisa dilantik untuk periode yang akan datang. Salam dua jari, lanjutkan," ujar Syahri.

Namun, ketika dikonfirmasi, Syahri enggan mengklarifikasi soal video tersebut. "Intinya hari ini di sana kan ada pilkada," kata dia.

Syahri menilai OTT yang menimpanya itu merupakan konsekuensi karena ia ikut dalam Pilkada 2018. Oleh sebab itu, ia menganggap dirinya menjadi korban politik.

3. Syahri masih bisa ikut Pilkada 2018 walau sudah jadi tersangka

Jadi Tersangka, Bupati Non Aktif Tulungagung Tetap Ikut PilkadaANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Syahri tetap bisa mengikuti Pilkada 2018, meski KPK telah menetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999, mengenai tindak pemberantasan korupsi. Ancaman hukumannya pidana penjara 4-20 tahun serta denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Sementara, Pilkada akan digelar 27 Juni dan KPUD tak mungkin mencoret nama Syahri. Hal itu dijelaskan Ketua KPUD Tulungagung Suprihno.

"Pencalonannya gak bisa dibatalkan, jadi prosesnya terus berjalan. Bisa saja diganti dalam masa verifikasi dan 30 hari sebelum pemungutan suara. Lebih dari itu gak bisa diganti," ujar Suprihno kepada media Jumat (8/6).

Hal itu mengacu kepada Peraturan KPU nomor 15 Tahun 2017, perubahan dari PKPU Nomor 3 Tahun 2017. Di sana menyebut ada tiga alasan untuk mengganti calon peserta, pertama calon berhalangan, kedua, calon mengalami sakit permanen, dan ketiga calon dijatuhi pidana berkekuatan hukum tetap.

Dalam kasus Syahri-Maryoto, maka seandainya mereka menang, maka kepala daerah berusia 50 tahun itu akan tetap dilantik di dalam rutan. Setelah itu baru diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri. Itu pun dengan catatan, kasusnya sudah divonis dan berkekuatan hukum tetap.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pun tak membantah soal Syahri yang tetap maju dalam Pilkada 2018. Walau pun sesungguhnya lembaga anti rasuah tak berharap Syahri tetap bisa ikut. Sebab, rakyat berhak memilih calon kepala daerah yang bersih dan memiliki integritas.

"Kami tidak menghendaki hal tersebut. Tetapi, kalau nanti terpilih, seperti kejadian sebelumnya kan ada peristiwa di mana calon kepala daerah yang sudah ditahan kemudian menang Pilkada dan tetap dilantik di rutan. Itu kan masalah prosedur-prosedur saja," kata dia.

KPK, kata Saut, tetap akan mengikuti prosedur yang berlaku. Namun, mereka tak akan mengizinkan Syahri mengikuti sisa masa waktu kampanye.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya