Tumpak Panggabean: Omong Kosong Dewas Disebut Buat Kinerja KPK Lambat

"Contohnya izin geledah KPU turun dalam beberapa jam"

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tumpak Panggabean membantah dengan tegas kehadiran mereka sebagai organ baru di komisi antirasuah akan membuat kinerja KPK lebih lambat. Pernyataan itu disampaikan oleh Tumpak untuk menepis anggapan dewas lah yang membuat aktivitas penggeledahan terkait OTT KPU baru bisa dilakukan pekan ini. 

"Jadi, Anda gak usah khawatir (dewas disebut menghalang-halangi kinerja KPK). Omong kosong itu (yang bilang) dewas memperlama-lama. Gak ada itu! Contohnya, (izin untuk menggeledah kantor) KPU bisa turun dalam beberapa jam," kata Tumpak ketika ditemui di gedung pusat edukasi antikorupsi pada Selasa (14/1). 

Izin dari dewas untuk menggeledah dan menyita merupakan syarat penting yang harus dipenuhi sebelum kedua aktivitas itu bisa terwujud. Hal itu tertuang di dalam undang-undang baru nomor 19 tahun 2019 yang berlaku pada Oktober lalu. Di sana tertulis, salah satu kewenangan dewas yakni memberikan atau tidak memberikan izin untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan. 

Ia seolah memberikan petunjuk bila aktivitas penggeledahan di tempat-tempat tertentu baru terjadi pekan ini hal tersebut lantaran pimpinannya baru mengajukan izin ke mereka. Tumpak menegaskan tidak pernah menghalang-halangi penyidik komisi antirasuah untuk melakukan penggeledahan di manapun. 

"Izin itu akan diberikan maksimal 1X24 jam sejak permohonan itu dilakukan. Jadi, Anda perhatikan saja (kapan izin tersebut diajukan ). Mungkin belum ada (izin yang) diajukan (ke dewas), mungkin begitu ceritanya," kata mantan Wakil Ketua KPK periode pertama tersebut. 

Lalu, mengapa pimpinan KPK lambat dalam mengajukan izin ke dewas khusus untuk perkara OTT KPU?

1. Penggeledahan terkait perkara KPU baru dilakukan beberapa hari setelah OTT

Tumpak Panggabean: Omong Kosong Dewas Disebut Buat Kinerja KPK Lambat(Penyidik KPK melakukan geledah di kantor KPU) ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Proses penggeledahan terkait perkara suap kepada eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, baru dilakukan pada (13/1). Artinya aktivitas itu baru terjadi lima hari setelah operasi senyap dilakukan. 

Selain terlalu lama, rencana penggeledahan di ruang kerja Wahyu dan rumah dinasnya disampaikan ke publik. Hal itu belum pernah terjadi sebelumnya bahwa rencana penggeledahan diumumkan ke publik. Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan dari ruang kerja Wahyu yang sebelumnya sudah disegel, penyidik menyita sejumlah dokumen. 

"Sementara yang kami dapatkan dari penggeledahan, ada beberapa dokumen penting terkait dengan rangkaian perbuatan tersangka yang nanti akan kami konfirmasi lebih lanjut," ujar Ali pada Senin sore kemarin di gedung Merah Putih. 

Selain itu, penyidik juga sudah menggeledah rumah dinas Wahyu di daerah Pejaten, Jakarta Selatan. Namun, dalam penggeledahan tersebut belum ditemukan uang tunai. 

"Untuk informasi sementara dari rekan-rekan (di lapangan) belum ditemukan uang atau tidak ditemukan uang, tetapi beberapa dokumen yang menjadi penting nanti ketika dikonfirmasi kepada saksi," kata dia lagi. 

Baca Juga: [BREAKING] Komisioner KPU Terjerat OTT KPK, Ini Kata Ketua KPU

2. Bila pimpinan KPK lama mengajukan izin penggeledahan itu di luar kewenangan dewas

Tumpak Panggabean: Omong Kosong Dewas Disebut Buat Kinerja KPK Lambat(Dewan Pengawas KPK) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Lalu, apa tanggapan dewas soal lamanya pengajuan izin penggeledahan dalam perkara OTT KPU? Tumpak menilai bisa saja hal tersebut merupakan bagian dari strategi penyidik dan sudah di luar yurisdiksinya. 

"Itu sudah bukan lagi (menjadi kewajiban) di kami. Tentu di sana ada strategi juga. Penyidik punya strategi kapan mulai menggeledah. Bukan harus ini hari (digeledah juga)," kata Tumpak. 

Ia pun tidak tahu mengapa pengajuan izin untuk geledah dalam OTT KPU tergolong lambat. Bahkan, kantor DPP PDI Perjuangan hingga hari ini belum digeledah oleh penyidik. Ketika kantor DPP PDI Perjuangan hendak disegel oleh penyelidik, kehadiran mereka justru ditolak oleh petugas keamanan di kantor pusat parpol tersebut. 

Kantor DPP PDI Perjuangan ikut masuk dalam target penggeledahan karena OTT eks komisioner KPU diduga turut melibatkan Sekjen partai berlambang moncong putih itu yakni Hasto Kristiyanto. 

Situasi berbeda justru tak ditemukan usai OTT yang menimpa Bupati non aktif Sidoarjo, Saiful Ilah. Proses pengajuan izin cepat dan langsung disetujui oleh dewas. 

3. Dewan pengawas tidak akan menyampaikan ke publik izin penggeledahan mana saja yang dikabulkan

Tumpak Panggabean: Omong Kosong Dewas Disebut Buat Kinerja KPK LambatPimpinan dan Dewan Pengawas KPK. (twitter.com/@KPK_RI)

Selain itu, Tumpak juga menggaris bawahi pemberian izin untuk menggeledah dan menyita bukan termasuk informasi yang dikonsumsi oleh publik. Informasi pemberian izin untuk menggeledah dan menyita dikecualikan dari UU keterbukaan informasi publik. 

"Oleh karena itu harapan saya, rekan-rekan media jangan tanya-tanya apakah dewas sudah memberikan izin penggeledahan dan penyitaan atau belum. Saya tidak akan bisa berbicara itu," kata Tumpak. 

Sebab, informasi itu bersifat rahasia. Ia menyebut penggeledahan dan penyitaan barang bukti merupakan bagian dari strategi untuk bisa mengusut kasus tersebut lebih lanjut. 

"Itu kan juga menjadi strategi dalam penanganan suatu perkara. Kalau nanti saya sampaikan (soal izin penggeledahan), maka orang yang mau digeledah, nanti semua barang buktinya sudah dihilangkan semua," ujarnya lagi. 

Saking bersifat rahasia, Tumpak sampai mengabaikan semua pesan pendek yang masuk ke ponsel dari media untuk mengonfirmasi mengenaia aktivitas penggeledahan dan penyitaan. 

Baca Juga: Maha Kuasa Dewan Pengawas KPK 

Topik:

Berita Terkini Lainnya