Kronologi RI Diprotes China soal Pengeboran di Laut Natuna Utara

China malah ajak RI kerja sama kelola cadangan migas di sana

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi I dari fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon, mengklarifikasi awal mula Indonesia menerima surat protes dari China terkait pengeboran minyak di Laut Natuna Utara. Ia mengklaim bahwa kronologi tersebut disampaikan secara langsung oleh Kementerian Luar Negeri di saat rapat dengan komisi I. 

Effendi menjelaskan bahwa sesungguhnya surat protes dari Negeri Panda itu merupakan respons atas komunikasi diplomatik tertulis yang lebih dulu dikirimkan oleh Indonesia ke China. Indonesia memprotes aksi kapal riset China yang pada awal 2021 lalu terlihat wara-wiri di sekitar area eksplorasi di Blok Tuna di Laut Natuna Utara. 

"Eksplorasi itu dilakukan oleh Harbour Energy asal Inggris dan perusahaan Rusia. Di saat itu lah kita justru yang menyurati Kemenlu China untuk memprotes kehadiran kapal survei China. Bahkan, kapal perangnya juga sempat masuk," ungkap Effendi ketika berbicara di program CrossCheck yang tayang di YouTube MedcomID pada Minggu (5/12/2021). 

Surat protes itu kemudian ditanggapi oleh Duta Besar China di Indonesia. Dalam surat tanggapan tersebut, Negeri Tirai Bambu mengklaim area pengeboran di Laut Natuna Utara masuk dalam klaim sepihak mereka yang kerap disebut Sembilan Garis Putus-Putus. 

"Mereka (China) meminta agar proses eksplorasi dihentikan atau mereka mengajak Indonesia bekerja sama untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi hingga produksi," kata dia lagi. 

Usai diprotes China, Kemenlu Indonesia memutuskan tidak lagi merasa perlu untuk menanggapi surat yang dilayangkan oleh diplomat Negeri Tirai Bambu tersebut. Effendi juga menyebut bukan kali pertama China melayangkan protes tersebut. 

"Tapi, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita tidak beririsan dengan ZEE China," tutur dia lagi. 

Lalu, apakah sikap diam pemerintah Indonesia itu dinilai sudah tepat?

Baca Juga: Ini Ajakan China ke Indonesia dan Negara Kawasan Laut China Selatan

1. Indonesia biarkan ada eksplorasi minyak di Laut Natuna Utara untuk menegaskan kehadiran RI

Kronologi RI Diprotes China soal Pengeboran di Laut Natuna UtaraPresiden Joko Widodo berada di geladak heli KRI Usman Harun 359 saat kunjungan kerja di Faslabuh Lanal Ranai, Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, pada 8 Januari 2020. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi meninjau kesiapan KRI tambahan yang akan bergabung untuk melakukan operasi pengendalian wilayah laut, khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara. ANTARA FOTO/HO/Dispen Koarmada

Sementara, dari sudut pandang Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana langkah Indonesia yang membiarkan cadangan migas di Laut Natuna Utara dieksplorasi merupakan realisasi instruksi Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 2016 lalu. Ketika itu, Jokowi tengah merapat di KRI Imam Bonjol 383. 

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan pembangunan di Kepulauan dan perairan Natuna. "Karena pada 2016, memang terlihat ada kapal coast guard dan nelayan asal China yang mondar-mandir di sana, sehingga menimbulkan kehebohan," ungkap Hikmahanto. 

Ia pun menegaskan sejak awal Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak China soal sembilan garis putus-putus atau yang kerap disebut sebagai Nine Dash Line. Sebab, klaim sepihak Negeri Tirai Bambu tersebut tidak pernah diakui di dalam Konvensi Internasional PBB (UNCLOS). 

Hikmahanto mengatakan ketika jabatan Menteri Luar Negeri dipegang oleh Ali Alatas, ia pernah menanyakan ke China maksud klaim sepihak sembilan garis putus-putus itu. Tetapi, oleh China, hal tersebut tak pernah dijawab. 

Sementara, berdasarkan informasi yang diperoleh Effendi dari Kemenlu, tahap eksplorasi cadangan migas di Laut Natuna Utara sudah selesai. "Berdasarkan eksplorasi tersebut, kedua sumur itu memiliki potensi produksi migas dari formasi gabus, om arang dan lower trumbu. Keberhasilan eksplorasi terhadap dua sumur itu akan memberikan peluang penemuan hidro karbon lainnya di area tersebut," tutur Effendi. 

Langkah selanjutnya yang bakal ditempuh oleh pemerintah yakni memberikan izin untuk eksploitasi sesuai dengan hasil studi dan produksi. Ia juga menyebut sejauh ini SKK Migas sebagai regulator belum memberikan informasi lebih lanjut. 

Baca Juga: Perdana, China Protes RI Gegara Pengeboran Minyak di Laut Natuna Utara

2. China harus layangkan protes, bila tidak maka diartikan mereka akui Laut Natuna Utara wilayah Indonesia

Kronologi RI Diprotes China soal Pengeboran di Laut Natuna UtaraPakar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Isu nota diplomatik berisi protes dari China kali pertama menyeruak ke ruang publik lantaran diberitakan oleh Reuters pada pekan lalu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, ketika dikonfirmasi IDN Times mengatakan tak bisa membenarkan isi pemberitaan yang dimuat Reuters. Sebab, komunikasi diplomatik bersifat tertutup, sehingga ia tak ingin mengomentari lebih lanjut.

Hikmahanto juga menambahkan protes yang dilakukan China sudah menjadi prosedur standar. Sebab, bila tak ada protes dari China, maka mereka dianggap mengakui area di landas kontinen itu bagian dari Indonesia. 

"As of matter of SOP ya mereka memang harus melakukan itu," kata Hikmahanto kepada IDN Times melalui telepon pada 2 Desember 2021 lalu. 

Ia tak menampik ketegangan antara Indonesia dengan China sudah terjadi sejak lama. China menganggap area di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara bagian wilayah mereka. Sedangkan, Indonesia mengklaim bolak-balik hal tersebut tidak benar.

"Mereka kan akhirnya protes karena Indonesia ngebor di situ. Dengan melakukan pengeboran itu sekaligus memberikan tanda bahwa secara de facto, Indonesia ada di sana," tutur pria yang kini menjadi rektor di Universitas Jenderal Ahmad Yani, Cimahi.

Ke depan, Hikmahanto menyarankan, bila muncul protes serupa dari China tak perlu lagi direspons. Dengan mengabaikan protes dari Negeri Tirai Bambu, maka Indonesia sudah konsisten tidak mengakui klaim China mengenai sembilan garis putus-putus. 

Sedangkan, mengutip data dari laman Energy Voice, pengeboran minyak lepas pantai di rig Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, Laut Natuna Utara itu, dilakukan perusahaan bernama Harbour Energy, berasal dari Rusia. Mereka menjalin kerja sama dengan Kementerian ESDM.

Noble Clyde Boudreaux diketahui memiliki kontrak dua sumur yang diperkirakan akan berlangsung selama 120 hari di Blok Tuna. 

3. China juga memprotes latihan bersama TNI AD dengan militer Amerika Serikat

Kronologi RI Diprotes China soal Pengeboran di Laut Natuna UtaraKepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Andika Perkasa (kanan) berbincang dengan Komandan Tentara Angkatan Darat Amerika (US Army) Asia Pasifik Jenderal Charles A Flynn (kiri) saat menghadiri pembukaan Latihan Bersama Garuda Shield ke 15/2021 pada Rabu, 4 Agustus 2021 (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Selain meminta agar pengeboran di Laut Natuna Utara disetop, China juga memprotes latihan militer bersama antara TNI Angkatan Darat (AD) dengan militer Amerika Serikat, yang dilakukan dengan sandi Garuda Shield. Latihan militer bersama yang dilakukan di tiga kota di Indonesia itu dinilai telah memprovokasi China. 

Garuda Shield yang digelar pada Agustus 2021 menjadi latihan bersama terbesar yang pernah digelar antara TNI AD dan militer AS. Sebab, melibatkan 4.500-an prajurit. 

"China bisa jadi menduga apakah ini langkah untuk memprovokasi kami. Ya, memang itu kan pesan yang ingin dikirim oleh AS agar China tidak macam-macam di Laut China Selatan. Tapi, kan karena Indonesia menganut politik bebas aktif, kita melakukan latihan militer dengan siapa saja gak masalah," kata Hikmahanto. 

Sementara, anggota komisi I dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Muhammad Farhan menilai penyebab China ikut memprotes latihan bersama Garuda Shield diduga lantaran mereka khawatir komunikasinya di sepanjang area Laut China Selatan bisa dipantau militer Negeri Paman Sam. Ia bahkan menyebut bukan tidak mungkin ada alat tertentu yang dipasang di tiga lokasi latihan bersama itu, dan China tahu hal tersebut. 

Baca Juga: Pengamat: Abaikan Saja Protes China soal Pengeboran Laut Natuna Utara

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya