Mahfud: Ada 137 Eksil yang Jadi Korban Pelanggaran HAM di Luar RI

Sekretaris Kemenko Polhukam sebut jumlahnya bisa bertambah

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menyebutkan korban pelanggaran HAM tidak hanya berada di Indonesia. Mereka juga berada di luar Indonesia. 

Berdasarkan data yang diterima Mahfud dari Kementerian Luar Negeri per 18 Juni 2023, ada 137 warga Indonesia yang berada di luar RI karena ketika itu mereka sulit kembali ke Tanah Air. Mayoritas mereka merupakan eks Mahid (Mahasiswa Ikatan Dinas Indonesia) era Presiden Sukarno. 

Mereka dulunya adalah mahasiswa yang dikirim ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan S1 di negara-negara seperti Uni Soviet, Ceko, dan negara-negara sosialis komunis lainnya di Eropa Timur. Mahfud pernah menyampaikan 137 orang itu bakal dinyatakan Presiden Joko "Jokowi" Widodo bukan merupakan pengkhianat negara. 

"Mereka ini orang yang ada di luar negeri, dulu tidak terlibat (Partai Komunis Indonesia) tetapi terkena kebijakan (dari Orde Baru), akhirnya tak boleh pulang. Karena apa? Karena diasumsikan 'wah ini waktu itu disekolahkan oleh zaman Orde Lama', lalu dikaitkan dengan PKI," ujar Mahfud ketika memberikan keterangan pers, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023). 

Padahal, menurut Mahfud, mahasiswa yang dikirim Sukarno untuk menimba ilmu di Eropa Timur itu pintar-pintar. "Bahkan, ada yang jadi profesor," katanya. 

Ia memberikan dua contoh mahasiswa yang tidak bisa kembali ke Tanah Air adalah Rahardi Ramelan dan BJ Habibie. Mereka berhasil lulus tapi tak bisa kembali ke Indonesia karena terkena kebijakan tersebut. Padahal, mereka tidak tahu isi kebijakan itu. 

"Kebetulan Pak Habibie bertemu Pak Harto (di Jerman). Ditanya oleh Pak Harto 'kok kamu ada di sini Habibie? Pak Habibie bilang saya gak boleh pulang karena disekolahkan oleh Bung Karno," tutur Mahfud, menirukan kalimat Habibie ketika itu. 

Soeharto kemudian memerintahkan Habibie segera kembali ke Tanah Air. Sebab, Habibie harus mengaplikasikan ilmu yang ia peroleh. 

"Lho, kalau begitu kamu pulang (ke Indonesia). Bantu negara ini," ujar Mahfud yang menirukan kalimat Soeharto. 

1. Sebaran eksil yang kini bermukim di luar Indonesia

Mahfud: Ada 137 Eksil yang Jadi Korban Pelanggaran HAM di Luar RISeorang pemuda memegang kertas bertuliskan kasus HAM yang belum tuntas/ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Berdasarkan data yang dimiliki Kemenko Polhukam, berikut sebaran data eksil-- orang Indonesia yang tidak dapat kembali ke Tanah Air karena dicabut kewarganegaraannya--yang bermukim di luar Indonesia. Mereka ikut menjadi korban pelanggaran HAM berat karena sempat terkatung-katung dan tak bisa kembali ke Tanah Air:

  1. Belanda: 67 orang (peristiwa 1965)
  2. Rusia: 1 orang dan 37 keturunannya (peristiwa 1965)
  3. Ceko: 14 orang (peristiwa 1965)
  4. Swedia: 8 orang (peristiwa 1965)
  5. Slovenia: 2 orang dan 1 keturunannya (peristiwa 1965)
  6. Albania: 1 orang (peristiwa 1965)
  7. Bulgaria: 1 orang (peristiwa 1965)
  8. Suriah: 1 orang (peristiwa 1965)
  9. Inggris: 1 orang (peristiwa 1965)
  10. Jerman: 1 orang (peristiwa 1965)
  11. Malaysia: 2 orang (1 korban kerusuhan 1998 dan 1 korban peristiwa Simpang KKA Aceh)

Sekretaris Kemenko Polhukam, Letjen Teguh Pudjo Rumekso, mengatakan eksil yang menjadi korban pelanggaran HAM berat yang bakal mengikuti kick off pemulihan hak di Aceh secara virtual, terkonfirmasi 16 orang.

"Di Swedia ada 7 orang, lalu di Ceko 4 orang, Belanda 2 orang, Swedia, Prancis dan satu negara lainnya masing-masing 1 orang," kata Teguh ketika ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat. 

Ia menyebut akan ada dua orang yang ikut kick off secara langsung di Aceh. Satu eksil yang selama ini bermukim di Rusia dan satu lagi bermukim di Ceko. 

Sedangkan, jumlah korban pelanggaran HAM yang diketahui bermukim di Aceh diperkirakan sekitar 99 orang. "Dari 99 orang itu, 62 masih dalam keadaan hidup, 31 meninggal dan 6 hilang. Lalu, yang mendapat manfaat dari 99 korban ada 248 orang," tutur Teguh. 

Baca Juga: Akui 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat, Jokowi: Pulihkan Hak Korban

2. Kemenkum HAM bakal mempermudah akses bagi eksil kembali ke Indonesia

Mahfud: Ada 137 Eksil yang Jadi Korban Pelanggaran HAM di Luar RIKepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai Sugito saat meninjau persiapan petugas imigrasi menyambut partisipan G20 di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali pada Rabu (2/11/2022). (dok. Ditjen Imigrasi Indonesia)

Ia menjelaskan ada 19 kementerian dan lembaga yang bergotong royong terlibat dalam pemulihan hak para korban pelanggaran HAM berat. Salah satunya Kemendikbud. 

"Kemendikbud akan memberikan beasiswa (bagi korban) untuk tingkat SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi," kata Mahfud. 

Sedangkan, Kementerian Kesehatan akan memberikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) prioritas. Sehingga, mereka bisa berobat dengan grartis di rumah sakit. 

"Kementerian Pertanian akan memberikan bantuan sapi, traktor dan lain-lain. Lalu, Kementerian Luar Negeri dan Kemenkum HAM akan memberikan golden visasecond home visa dan Kitas (Kartu Izin Tinggal Terbatas)," tutur dia. 

Golden visa merupakan kebijakan baru dari pemerintah yang bakal memudahkan warga asing untuk tinggal lebih lama di Indonesia. Masa tinggalnya berkisar 5-10 tahun. Rencananya golden visa bakal terbit pada akhir Juni. 

Sedangkan, Kementerian PUPR bakal membangun living part mengenai HAM di lokasi Rumah Gedong. Di dalamnya, kata Mahfud, akan ada masjid seperti yang diminta oleh para korban. 

3. Pemerintah tak akan meminta maaf terhadap pelanggaran HAM berat pada masa lalu

Mahfud: Ada 137 Eksil yang Jadi Korban Pelanggaran HAM di Luar RIMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Meski pemerintah di bawah Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengakui 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu, namun mereka tidak akan meminta maaf kepada para korban. Alasannya, permintaan maaf tidak termasuk dalam rekomendasi oleh Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran (TPP) HAM berat di masa lalu. Pemerintah lebih memilih opsi mengakui dan menyesalkan pelanggaran HAM berat itu pernah terjadi. 

"Jadi, tidak ada permintaan maaf dan tidak ada perubahan status hukum terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu, yaitu misalnya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966, itu tetap berlaku," ungkap Mahfud di Istana Kepresidenan, pada Mei 2023.

Ia menggarisbawahi, pemerintah saat ini fokus terhadap pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Total ada 12 peristiwa yang resmi diklasifikasikan sebagai pelanggaran HAM berat. 

"Jumlah peristiwanya tentu tidak bisa ditambah oleh pemerintah karena menurut undang-undang yang menentukan pelanggaran HAM berat atau bukan, itu Komnas HAM. Mereka merekomendasikan 12 peristiwa sejak puluhan tahun lalu," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Baca Juga: Jokowi Bakal Nyatakan Eksil 1965 Bukan Pengkhianat Negara 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya