Mahfud: Ada yang Usul RUU Perampasan Aset Tidak Berlaku Surut

Bila berlaku surut maka RUU itu diprediksi sulit disahkan

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengakui ada usulan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tak bisa berlaku surut atau mundur. Artinya, RUU itu tak bisa menjerat pelaku tindak kejahatan sebelum aturan tersebut disahkan di parlemen. Mahfud menyebut usulan itu sebaiknya dipenuhi bila ingin RUU disahkan. 

"Meskipun memang ada aspirasi begitu (agar RUU Perampasan Aset) tak berlaku surut. Pak, sebaiknya jangan berlaku surut. Kalau perkara yang sudah lama dilewati saja, nanti banyak yang gak setuju kalau (aturan itu) bisa berlaku mundur. Ke depannya saja. Ada yang usul begitu. Tapi, ada yang bilang tidak mungkin karena misalnya ada kasus yang dibuka lalu terkait dengan kasus lama, nanti kita atur lah seperti itu," ungkap Mahfud blak-blakan yang dikutip dari YouTube R66 Newlitics pada Senin, (17/4/2023). 

Ia mengatakan RUU Perampasan Aset itu tidak terbatas bisa diterapkan pada tindak pidana korupsi dan pencucian uang saja. Namun, juga penyelundupan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menjelaskan bahwa dengan RUU ini membuat penegak hukum mampu merampas aset dan harta dari tindak kejahatan yang pelakunya belum diketahui siapa. 

"Ini penting untuk kasus seperti ada harta diduga dari hasil tindak pidana, tetapi pelakunya gak ada karena menghilang atau gak jelas. Nah, ini dirampas dulu. Aset dan harta itu bisa dirampas melalui mekanisme perdata tetapi dalam hukum pidana," tutur dia. 

Ia mengatakan sejauh ini draf RUU Perampasan Aset sudah diteken oleh enam kepala instansi atau lembaga yang terkait. Keenam kepala lembaga itu yakni Menko Polhukam, Menteri Keuangan, Kepala PPATK, Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Hukum dan HAM. 

"Sekarang tinggal mengoreksi yang typo-typo banyak. Pasal 9 tertulis pasal 6, nanti dikoreksi lagi seumpama masih ada. Sehingga, Pak Jokowi mintanya sih sebelum Lebaran (surpres) sudah dikirim, tapi selambat-lambatnya di awal pekan pertama Lebaran sudah dikirim ke (DPR)," katanya lagi. 

Apakah RUU Perampasan Aset itu sudah disepakati oleh para ketua umum parpol?

Baca Juga: Draf RUU Perampasan Aset Telah Selesai, Jokowi Siap Kirim Surpres 

1. Draf RUU Perampasan Aset 2023 memudahkan negara merampas aset pelaku pencucian uang

Mahfud: Ada yang Usul RUU Perampasan Aset Tidak Berlaku SurutIlustrasi Pencucian Uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, di dalam naskah RUU Perampasan Aset 2023, negara lebih mudah merampas aset dari para pelaku tindak kejahatan, khususnya yang melakukan pencucian uang. Sebab, proses perampasan aset tidak tergantung atau menunggu pelaku tindak kejahatan diproses lebih dulu di pengadilan. 

Hal ini mirip dengan naskah akademik RUU Perampasan Aset yang pernah dirilis pada 2016 lalu. Bahkan, di naskah akademik pada 2016 lalu dirinci secara detail jenis aset tindak pidana apa saja yang dapat dirampas oleh negara. Total ada 11 jenis aset, termasuk aset pejabat publik yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau yang tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaannya dan tak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah. Maka aset tersebut dapat dirampas berdasarkan RUU Perampasan Aset. 

Sementaram, jumlah minimum nilai aset dan perubahannya yang dapat dirampas diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

Baca Juga: Mahfud Pastikan Indonesia Jadi Anggota Organisasi Anti TPPU Juni 2023

2. PDIP belum berikan instruksi untuk bahas RUU Perampasan Aset

Mahfud: Ada yang Usul RUU Perampasan Aset Tidak Berlaku SurutKetua Komisi III DPR, Bambang 'Pacul' Wuryanto di rapat komisi. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Sementara, Ketua Komisi III DPR dari fraksi PDIP, Bambang Wuryanto mengungkapkan hingga 11 April 2023 lalu belum ada perintah dari Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri terkait pengesahan RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. 

"Sampai hari ini gak ada. Bahwa (RUU) perampasan aset dan uang kartal pun ketua umum juga tidak kasih perintah apa-apa," ungkap pria yang akrab disapa Bambang Pacul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 11 April 2023 lalu.

Hal itu disampaikannya ketika ditanya kembali maksud pernyataannya yang menyebut RUU Perampasan Aset bisa disahkan jika sudah melobi ketum partai politik.

Menurut dia, maksud pernyataannya itu lantaran kekhawatiran bahwa RUU Perampasan Aset bisa menciptakan otoritarian baru bagi seorang yang berkuasa. "Itulah kenapa kita harus ngomong, coba itu bicara dulu kan dengan para ketum partai. Karena itu bisa menciptakan otoritarian baru," ujar Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P ini.

Bambang mengaku tak bisa memastikan kelanjutan RUU Perampasan Aset segera disahkan. Sebab, kata dia, surat presiden (surpres) belum sampai ke DPR. Ia pun tak sependapat jika pernyataannya soal lobi ketum parpol mencerminkan bahwa Komisi III tak ikuti kehendak rakyat.

"Di sini tuh DPR RI terdiri dari sembilan fraksi. Namanya bukan fraksi rakyat. Tapi Fraksi PDI-P, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi PKB dan lain-lain. Tidak ada tulisan fraksi rakyat," ujar Bambang.

"Maksudnya saya adalah anggota DPR memperjuangkan aspirasinya rakyat PDIP. Jadi, ojo dicampur-campur gitu," kata dia lagi. 

3. RI harus segera sahkan RUU Perampasan Aset bila ingin bergabung ke satgas elite anti TPPU

Mahfud: Ada yang Usul RUU Perampasan Aset Tidak Berlaku SurutIlustrasi Pencucian Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, Program Manager di Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, mengatakan, salah satu alasan mengapa pemerintah begitu ngotot untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset yakni lantaran ingin bergabung menjadi anggota penuh satgas anti pencucian uang dan pendanaan terorisme (FATF). Di negara anggota G20, hanya Indonesia satu-satunya yang belum tergabung di dalam FATF. Di sisi lain, FATF pernah mengkritik Indonesia lantaran pemulihan aset dari tindak kejahatan tergolong kecil. 

Alvin menjelaskan seandainya RI kukuh bergabung ke FATF sedangkan instrumen hukum untuk merampas aset belum ada, maka Indonesia terancam dikucilkan di dunia internasional. Artinya, komitmen pengesahan RUU Perampasan Aset harus datang dari parlemen dan pemerintah. 

"Untuk bisa bergabung dengan FATF, dia tidak hanya mengisyaratkan dari pemerintah saja, tapi dalam konteks negara. Artinya, ada hubungannya dengan dukungan parlemen. Memang salah satu prasyarat yakni ada instrumen yang memudahkan koordinasi antar anggota FATF," ungkap Alvin ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Minggu. 

"Jadi, bayangkan kalau sudah masuk tapi tidak punya instrumen, tentu akan dikucilkan di forum-forum FATF itu sendiri," kata dia lagi. 

Meskipun Alvin menduga kuat bahwa pembahasan draf RUU Perampasan Aset akan alot ketika surpres sudah diserahkan ke DPR. Ia pun mendorong pemerintah dan parlemen untuk membuka draf naskah akademik dan RUU-nya agar bisa dikawal oleh publik terkait RUU Perampasan Aset. 

Baca Juga: Mahfud Ingin RUU Perampasan Aset Disahkan, DPR: Lobi Ketum Parpol Dulu

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya