Mahfud: Izin Investasi Miras Dicabut, Tanda Pemerintah Tak Antikritik

Menurutnya, kritik adalah vitamin yang harus diserap

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan sikap Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang bersedia mencabut aturan investasi industri minuman keras menandakan pemerintah tak alergi kritik. Ia menjelaskan asal kritik itu rasional sebagai suara rakyat, maka pemerintah akan mengakomodasinya.

Aturan soal investasi industri miras tertuang Perpres Nomor 10 tahun 2021 mengenai bidang usaha penanaman modal, yang diteken 2 Februari 2021. Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Ketika ada kritik tentang izin investasi mengenai miras untuk daerah-daerah tertentu maka pemerintah mencabutnya. Kritik adalah vitamin yang harus diserapkan ke tubuh pemerintahan," tulis Mahfud di akun Twitternya, @mohmahfudmd, Rabu (3/3/2021). 

Menurutnya, bukan kali ini saja pemerintah mendengar kritik publik. Saat muncul program vaksinasi gratis hanya diberlakukan untuk kelas bawah saja, sebagian pihak mengkritiknya. 

"Katanya vaksin harus gratis untuk semua. Pemerintah lalu terima kritik itu dan gratiskan untuk semua. Ada kritik lagi, harusnya perusahaan-perusahaan yang mau lakukan vaksinasi secara mandiri, diberi izin. Oke, pemerintah izinkan," tutur dia lagi. 

Apakah bisa aturan soal investasi di industri miras tersebut dihapus begitu saja?

Baca Juga: Investasi Miras Dinilai Bukan Solusi Menggenjot Sektor Pariwisata

1. Harus dibuat Perpres baru

Mahfud: Izin Investasi Miras Dicabut, Tanda Pemerintah Tak AntikritikFeri Amsari (Dok. IDN Times/istimewa)

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menjelaskan dengan adanya Perpres Nomor 10 Tahun 2021, maka aturan sebelumnya yaitu Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal tidak berlaku. 

Di dalam Perpres Nomor 44 Tahun 2016 diatur hanya enam bidang usaha saja yang tertutup dan tak boleh menerima kucuran investasi asing. Enam bidang usaha tersebut yaitu produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang, dan bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Sedangkan, ada 14 bidang usaha yang dibuka untuk menerima dana investor asing. Bidang usaha tersebut yakni pengangkatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam, industri pembuat Chlor Alkali dengan merkuri, bahan aktif pestisida, minuman beralkohol, minuman beralkohol berbahan anggur, dan minuman mengandung malt.

Lalu ada pengoperasian terminal penumpang angkutan darat, penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor, sarana navigasi pelayaran dan Vessel Traffic Information System (VTIS), layanan navigasi penerbangan, jasa pengujian tipe kendaraan bermotor. Sisanya yaitu penyelenggaraan stasiun monitoring spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, museum pemerintah, serta jasa pengoperasian wisata peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno).

Feri mengatakan setelah industri miras dihapus dari daftar bidang usaha yang boleh menerima investasi asing, maka akan menimbulkan kekosongan hukum.

"Bila tidak diatur tentu akan timbul keraguan bagi pelaku usaha atau setidak-tidaknya menguntungkan pelaku usaha tertentu karena jenis investasi mereka tidak diatur di dalam peraturan pemerintah atau UU," ujar Feri ketika dihubungi oleh IDN Times, Rabu (3/3/2021). 

Ia menjelaskan cara mengisi kekosongan hukum bisa dilakukan dengan membentuk Perpres baru yang mengatur soal investasi di industri minuman alkohol. 

Baca Juga: Pemerintah Ceroboh, Buat Aturan Investasi Lalu Dicabut

2. Jokowi buat kebijakan minim partisipasi publik dan sering trial-error

Mahfud: Izin Investasi Miras Dicabut, Tanda Pemerintah Tak AntikritikPengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah (www.fh.trisakti.ac.id)

Sedangkan, dalam pandangan pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, cara Jokowi membuat kebijakan sering kali malah tak melibatkan publik. Tiba-tiba kebijakan tersebut keluar begitu saja, lalu menimbulkan reaksi dari masyarakat.

Pembatalan kebijakan juga bukan baru kali ini saja terjadi. Saat pembuatan UU Cipta Kerja, Jokowi tak melibatkan publik dan bolak-balik revisi naskah. 

"Hampir semua kebijakan yang dilakukan oleh Jokowi sifatnya top-down. Selalu dirumuskan secara terburu-buru, kurang komunikasi dan konsultasi publiknya hampir gak ada," ujar Trubus ketika dihubungi oleh IDN Times pada Selasa malam, 2 Maret 2021. 

"Kebijakannya banyak yang bersifat trial-error. Dicoba dulu, kalau ada reaksi (publik) maka akan ditarik, sehingga kebijakan yang dibuat tidak dirumuskan secara matang," imbuhnya. 

3. Kebijakan Jokowi kerap menuai polemik

Mahfud: Izin Investasi Miras Dicabut, Tanda Pemerintah Tak AntikritikTwitter/Jokowi

Trubus juga menyebut kebijakan Jokowi yang kerap menuai polemik juga lantaran kepercayaan publik terhadap pemerintah menurun. Hal itu tidak lepas dari sisa Pilpres 2019 lalu.

Tepatnya, kata dia, ketika publik menyaksikan Pilpres dengan anggaran mencapai triliunan rupiah, tetapi ujung-ujungnya kedua kontestan bergabung di pemerintahan yang sama. 

"Itu kan semakin membuat masyarakat semakin kecewa. Demokrasi di Indonesia akhirnya jadi mundur, sementara kalau mengkritik malah dipolisikan," ungkapnya. 

Di sisi lain, dengan adanya Perpres Nomor 10 Tahun 2021 bisa membunuh peredaran miras pasar gelap yang masuk ke Tanah Air. Namun, pemerintah tak bisa mengkomunikasikan dengan baik lantaran minim kajian. 

"Sebenarnya, niat pemerintah (melalui perpres ini baik). Tapi, kemudian dikait-kaitkan dengan agama. Sementara, miras itu masuk ke norma agama," tutur dia. 

4. Investasi miras semula diatur hanya di empat provinsi

Mahfud: Izin Investasi Miras Dicabut, Tanda Pemerintah Tak AntikritikIlustrasi Minuman Beralkohol (IDN Times/Arief Rahmat)

Semula, aturan yang membolehkan calon investor berinvestasi di industri miras terdapat di Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Masuknya industri miras ke dalam daftar investasi ditentang keras oleh sebagian pihak karena dianggap berseberangan dengan ajaran Islam, agama mayoritas di Indonesia.

Di dalam lampiran III terdapat 46 bidang usaha yang membolehkan menerima kucuran dana investasi. Industri minuman keras dan alkohol ada di nomor 31-33.

Rinciannya adalah industri minuman keras mengandung alkohol, industri minuman mengandung alkohol anggur, dan industri minuman mengandung malt. Investasi di industri miras ini hanya dibolehkan di empat provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Bali dan Sulawesi Utara.

Namun, ada dua ketentuan yang harus diperhatikan. Pertama, penanaman investasi harus memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Kedua, harus berkoordinasi dengan Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) berdasarkan usulan gubernur. 

Baca Juga: Ini Poin Penting Perpres Investasi Miras yang Sedang Jadi Polemik 

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya