Mahfud: Pemerintah Lebih Percaya Hasil Survei Daripada Opini di Medsos

Kesan pemerintah gagal hanya ada di medsos

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan pemerintah lebih percaya terhadap hasil survei yang dilakukan lembaga yang kredibel soal evaluasi kinerja pemerintah. Ia mengaku tak percaya pada opini apapun yang disebarluaskan warganet di media sosial.

Sebab, kata Mahfud, sering kali narasinya bombastis dan tak sesuai kenyataan di lapangan. Padahal, dia juga pernah menyampaikan keraguannya terhadap hasil survei saat Transparency International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2020.

Dua tahun lalu skor Indonesia anjlok dari semula 40 menjadi 37. Peringkat Indonesia juga melorot dari semula 85 menjadi 102. 

Namun, pada Senin (11/7/2022), ketika mendengar pemaparan hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI), Mahfud lebih optimistis. Sebab, mayoritas hasil survei di sejumlah sektor menunjukkan perbaikan. Termasuk tren tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden. 

Berdasarkan survei IPI, bila April 2022 tingkat kinerja presiden anjlok di angka 59,9, maka pada Juni 2022, angkanya melonjak menjadi 67,5. 

Tren kondisi perekonomian nasional menunjukkan perbaikan. Bila pada Mei 2022, angka kondisi perekonomian nasional 22,9, maka pada Juni 2022 angkanya melonjak 26,6. 

"Pemerintah selalu menjadikan survei yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang kredibel, sebagai cermin yang sesungguhnya dari kepercayaan publik dan atas kinerja pemerintah. Oleh sebab itu, pemerintah selalu mengikuti survei yang dilakukan oleh IPI, SMRC, LSI, harian Kompas atau Charta Politika. Lalu, kami diskusi untuk melakukan langkah-langkah perbaikan," kata Mahfud seperti dikutip dari YouTube IDN Times hari ini.

"Selain itu, persepsi masyarakat tidak sama seperti yang ada di medsos. Kalau di medsos, seolah-olah kan negara ini bakal runtuh karena sudah buruk sekali. Tapi, setiap kali ada survei, publik terlihat baik-baik saja. Masyarakat pada umumnya baik karena kesan kegagalan itu lebih banyak ditiupkan dari medsos-medsos yang sangat brutal," lanjut dia.

Apa saja isu yang dinilai Mahfud dipandang publik lebih baik ketimbang persepsi yang berkembang di media sosial?

1. Indonesia tak disorot PBB karena diduga lakukan pelanggaran HAM berat

Mahfud: Pemerintah Lebih Percaya Hasil Survei Daripada Opini di MedsosANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Salah satu yang kerap disorot warganet di media sosial yakni soal dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan, persepsi yang terbentuk di media sosial, kata Mahfud, dugaan pelanggaran HAM itu sudah dilaporkan ke kantor PBB di Jenewa, Swiss.

"Bahwa PBB akan ke Indonesia untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM, itu ternyata hanya ada di media sosial. Karena saya pada 13 Juni-14 Juni 2022, datang sendiri ke markas Dewan HAM PBB. Indonesia sama sekali tidak disorot apapun dalam penegakan HAM," ujar dia.

Menurut Mahfud, justru yang disorot sejumlah negara adalah Turki, Rusia, Korea Utara, Brasil, hingga Amerika Serikat. "Ada 49 negara yang disebut. Sebanyak 18 negara disebut ada peningkatan, sedangkan 31 negara lainnya dianggap memburuk. Indonesia tidak ada di daftar itu," kata dia.

Ia menuding persepsi yang terbentuk di medsos berkat kerja dari kelompok-kelompok tertentu. Kelompok yang tak disebut namanya oleh Mahfud itu kemudian berkunjung ke kantor Mahkamah Internasional lalu diviralkan. Seolah-olah sudah terjadi pembicaraan dengan perwakilan PBB.

"PBB itu tidak ada agenda-agenda dengan Indonesia. Saya bisa pastikan karena saya berbicara sendiri dengan Ketua Dewan HAM PBB," tutur pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi RI Anjlok, Mahfud MD: Itu Opini Bukan Fakta

2. Mahfud akui pelanggaran HAM tetap terjadi, tapi polanya sudah berubah

Mahfud: Pemerintah Lebih Percaya Hasil Survei Daripada Opini di MedsosIDN Times/Galih Persiana

Meski demikian, Mahfud tetap mengakui pelanggaran HAM masih tetap terjadi di Indonesia, namun polanya sudah berubah. Bila dulu pelanggaran HAM dilakukan pemerintah kepada rakyat, kini justru rakyat yang melakukannya ke rakyat lainnya. 

"Kalau pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dalam ukuran tertentu, namanya pelanggaran HAM berat. Sedangkan, pelanggaran HAM biasa itu dari rakyat kepada rakyat lainnya," kata dia.

Mahfud juga memberikan contoh bahwa peristiwa personel TNI yang menabrak sepasang kekasih yang menumpang motor lalu jenazahnya dilempar ke sungai, termasuk pelanggaran HAM. Namun, kategorinya bukan pelanggaran HAM berat.

"Itu bukan kasus pelanggaran HAM yang ditangani oleh PBB. Itu sudah ditangani juga di sini sebaik-baiknya," ujarnya.

3. Mahfud MD puji sikap Polri yang dianggap responsif terhadap berbagai persoalan

Mahfud: Pemerintah Lebih Percaya Hasil Survei Daripada Opini di MedsosMenteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan Mahfud MD (Tangkapan layar YouTube Kemenkopolhukam)

Dalam pemaparan tadi, Mahfud juga memuji lembaga kepolisian yang dianggap berkontribusi besar dalam penjagaan keamanan di dalam negeri. Itu sebabnya berdasarkan survei IPI sebanyak 61,3 persen responden mengatakan kondisi keamanan di Tanah Air dalam kondisi baik. Bahkan, trennya meningkat bila dibandingkan pada April 2022. 

Pada April 2022, kondisi keamanan nasional ada di angka 54,9. Sedangkan, pada Juni 2022, melonjak menjadi 61,3. 

Menurut Mahfud, Polri dinilai responsif dan akomodatif terhadap berbagai persoalan. "Bahwa ada oknum Polri yang melanggar seperti mengutip uang di jalan, menganiaya orang, itu pasti ada. Karena satker Polri jumlahnya ratusan ribu setiap harinya. Dari angka itu, lalu ada oknum Polri yang memalak, itu kan (jumlahnya) kecil sekali. Tetap saja,  negara ini aman," kata dia.

Di sisi lain, Mahfud juga menyinggung kerja sama Satgas BLBI dengan Polri. Ia berkomunikasi dengan Kapolri bakal menyita sejumlah aset milik obligor nakal dana BLBI. Mahfud meminta agar Polri menjamin keamanan ketika proses penyitaan berlangsung. 

"Saya minta ke Polri agar tidak ada gangguan preman ketika penyitaan itu berjalan. Sekarang dalam kurun waktu 6 bulan, kami sudah meraih aset senilai Rp22 triliun dengan cara paksa," ujarnya lagi.

Baca Juga: Cerita Mahfud Akui Pernah Endorse ACT: Tiba-tiba Ditodong di Kantor

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya