MA Tolak Kasasi Meliana, Terdakwa Kasus Penodaan Agama

Meliana tetap divonis selama 18 bulan

Jakarta, IDN Times - Nasib terdakwa Meliana, perempuan asal Medan, Sumatera Utara benar-benar miris. Kendati telah memperjuangkan keadilan hingga ke tingkat kasasi, namun belum berujung positif. Majelis hakim di Mahkamah Agung menolak permohonan kasasinya. 

"Ya, sudah diputus. Bunyi amar putusannya ditolak," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah seperti dikutip kantor berita Antara pada Senin (8/4). 

Ia mengatakan belum tahu apa yang menjadi alasan majelis hakim menolak kasasi Meliana. "Alasannya saya juga belum tahu. Jadi, masih menunggu selesai minutasi putusan (pemberkasan perkara yang sudah diputus)," kata Abdullah lagi. 

Karena pengajuan kasasinya ditolak, maka ia tetap divonis 18 bulan penjara. Lalu, bagaimana sikap kuasa hukum Meliana terhadap putusan ini? Apakah akan mengajukan peninjauan kembali? Apa pula komentar organisasi masyarakat sipil soal putusan MA tersebut?

1. Meliana dituduh telah menodai agama Islam karena memprotes kerasnya suara azan

MA Tolak Kasasi Meliana, Terdakwa Kasus Penodaan AgamaANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

Kasus Meliana menjadi besar dan sorotan hingga dunia internasional bermula dari alasan sepele. Menurut kuasa hukum Meliana, Ranto Sibarani, peristiwa yang berujung divonisnya sang klien terjadi pada tahun 2016 lalu.

 Saat itu, kliennya tengah berbelanja di warung milik Kasini, tetangganya. 

"Nah, curhat lah Bu Meliana ini ke tetangganya itu. Dia waktu itu bilang: 'sekarang, suara masjid kita agak keras ya. Dulu gak begitu kan?' Udah begitu saja. Itu pun disampaikan dengan suara yang pelan," ujar Ranto pada Agustus 2018 lalu. 

Ia menepis pemberitaan di beberapa media soal adanya permintaan dari Meliana agar Kasini menyampaikan kepada sang ayah, yang mengurus masjid, agar mengecilkan suara pengeras azan. 

"Malah pedagang itu yang secara spontan mengatakan akan menyampaikan kalimat itu ke ayahnya. Meliana tidak pernah meminta agar keluhan itu disampaikan ke ayahnya," kata dia. 

Tetapi, alih-alih disampaikan ke ayahnya, Kasini justru menyampaikan cerita itu ke adiknya, Hermayanti. Kemudian muncul kalimat "si China itu meminta agar suara azan dikecilkan". Meliana diketahui memang keturunan Tionghoa beragama Buddha. 

Dari Hermayanti baru disampaikan ke ayahnya, hingga kemudian tersebar isu Meliana melarang agar azan berkumandang. 

Baca Juga: Ini Lho yang Disampaikan Sebenarnya oleh Meliana Soal Pengeras Azan

2. Organisasi ICJR menilai putusan MA jadi preseden buruk kebebasan beragama di Indonesia

MA Tolak Kasasi Meliana, Terdakwa Kasus Penodaan AgamaIDN Times/Sukma Shakti

Organisasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyayangkan putusan yang diambil oleh tim hakim agung di MA. Menurut Direktur Eksekutif ICJR, putusan tersebut akan menciptakan preseden buruk dalam kebebasan beragama di Indonesia. 

"ICJR sangat menyesalkan penolakan kasasi Mahkamah Agung tersebut. Majelis hakim seharusnya mampu menggali kesalahan penerapan hukum dalam persidangan di tingkat pengadilan negeri dan di tingkat banding," kata Anggara melalui keterangan tertulis pada Senin malam (8/4). 

Sebelumnya, kata Anggara, Meliana dijerat dengan pasal 156a huruf a mengenai penodaan agama karena mengutarakan keluhannya kepada tetangga berkaitan dengan volume pengeras suara masjid yang ada di kawasan kediamannya. ICJR kemudian menyampaikan pendapat hukumnya melalui dokumen amicus curiae. 

"Di dalam dokumen itu menggambarkan beberapa fakta persidangan yang seharusnya tidak memenuhi standar hukum acara pidana. ICJR juga mencermati kesalahan penerapan hukum dalam pemeriksaan di tingkat pengadilan negeri," kata dia. 

Dengan adanya kesalahan ini, maka menurut Anggara, tidak seharusnya Meliana tetap divonis bersalah. 

3. ICJR menilai Meliana tidak terbukti dengan sengaja ingin menodai agama Islam

MA Tolak Kasasi Meliana, Terdakwa Kasus Penodaan AgamaMeliana dan pengacaranya (Facebook/Ranto Sibarani)

Menurut Anggara, apa yang dilakukan oleh Meliana tidak memiliki niat dengan sengaja untuk menodai agama Islam. Pasal 156a huruf a KUHP, kata dia, mensyaratkan terbuktinyanya unsur dengan sengaja di depan umum mengeluarkan ucapan/perkataan mengekspresikan suatu “perasaan” yang “pada pokoknya bersifat menyatakan “permusuhan”. 

"Dengan sengaja yang dipersyaratkan adalah benar-benar merupakan suatu niat yang khusus' atau tindakan yang mempunyai maksud, yakni dengan sengaja bertujuan untuk menunjukkan kata-kata atau tindakan-tindakan permusuhan terhadap agama yang dilindungi, bukan suatu bentuk-bentuk niat yang lebih lemah," ujar Anggara. 

Sedari awal pemeriksaan, diketahui keluhan Meliana terkait dengan pengeras suara masjid ditujukan untuk mengecilkan suara pengeras masjid. Yang dilakukan bukan di muka publik, melainkan ke salah satu saksi.

"Harusnya MA melihat bahwa baik Majelis Hakim PN (Pengadilan Negeri) maupun Majelis Hakim PT (Pengadilan Tinggi) sama sekali tidak membuktikan unsur dengan sengaja tersebut berdasarkan penerapan hukum yang tepat," tutur dia. 

4. Terjadi kesalahan penerapan hukum terkait dengan alat bukti

MA Tolak Kasasi Meliana, Terdakwa Kasus Penodaan Agama(Aturan pengeras suara Masjid) IDN Times/Sukma Shakti

Alasan lain di mana terjadi kejanggalan dari vonis di tingkat MA yakni salah satu alat bukti yang digunakan untuk membuktikan unsur “penodaan agama” adalah Fatwa MUI. KUHAP sendiri mengenal adanya 5 (lima) alat bukti dalam sistem hukum pidana, yakni keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan juga keterangan terdakwa. 

"Menurut pandangan ICJR, kedudukan Fatwa MUI dalam pembuktian kasus pidana tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu kategori dari alat bukti tersebut. Fatwa MUI hanya bersifat mengikat bagi kelompok orang tertentu, dan bukan merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang mengikat," ujar Anggara. 

Baca Juga: Pengadilan Tinggi Medan Kuatkan Vonis 18 Bulan Penjara Kasus Meliana

Topik:

Berita Terkini Lainnya