Menkes: Bila Terjadi Lonjakan COVID, Kepala Negara G20 Takut ke Bali

Varian COVID-19 Delta AY.42 sudah ditemukan di Malaysia

Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah akan berusaha mengendalikan pergerakan masyarakat ketika libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.

Budi mengaku tak ingin terjadi lagi lonjakan kasus COVID-19, khususnya di wilayah Bali. Hal itu lantaran mulai tahun 2022 pertemuan menyangkut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 sudah mulai digelar di Pulau Dewata. 

"Jadi, Bapak Presiden sudah meminta ke Bapak Menko PMK, kenaikan mobilitas itu kalau bisa jangan lebih dari 5 persen karena bila itu (mobilitas) naik, menilik sejarah yang lalu, maka akan memunculkan gelombang berikutnya. Karena kita sudah memiliki pengalaman dua kali (lonjakan), sebagian masyarakat masih mau menyadari. Tapi, kalau ke Bandung dan Bali ya masih ramai juga," ujar Budi sambil tersenyum ketika mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX di kompleks parlemen, Senayan yang disiarkan secara virtual, Senin 8 November 2021. 

Ia mengaku khawatir bila terjadi lagi lonjakan kasus bisa mengancam jalannya KTT G20 di Bali pada 2022. "Jadwal meeting KTT G20 itu sudah penuh. Ini yang datang levelnya kepala negara, 20 (negara dengan perekonomian) terbesar di dunia. Jadi, Bali dan Indonesia pada umumnya gak boleh ada ledakan (kasus COVID-19)," katanya mewanti-wanti. 

Sebab, bila kembali terjadi lonjakan kasus COVID-19, maka para kepala negara dari G20 itu ogah datang ke Indonesia. "Kalau mereka gak mau datang, kan kita jadi malu," tutur pria yang pernah jadi Wakil Menteri BUMN itu. 

Lalu, apa strategi pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan gelombang ketiga COVID-19 yang diprediksi bakal terjadi pada Desember 2021 hingga awal 2022?

1. Pemerintah akan tambah 20 mesin genome sequencing, disebar ke seluruh wilayah Indonesia

Menkes: Bila Terjadi Lonjakan COVID, Kepala Negara G20 Takut ke BaliIlustrasi virus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Di dalam rapat kerja itu, Menkes Budi juga menyebut, pemerintah bakal menambah jumlah mesin untuk melakukan pengurutan genome, lalu mesin tersebut disebar ke beberapa wilayah di Indonesia. Tujuannya, agar pemerintah bisa lebih cepat mendeteksi keberadaan varian baru virus Sars-CoV-2.

Apalagi varian baru Delta AY.42 sudah resmi masuk ke Malaysia. Varian baru itu, kata Budi, dibawa dari Inggris. Tinggal menunggu waktu varian tersebut masuk ke Tanah Air lantaran banyak pergerakan WNI dari Malaysia ke Indonesia. 

"Saat ini (mesin genome sequencing) terkonsentrasi di Jawa dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Kami sudah dapat grant dan kami sudah putuskan untuk memberikan dua (mesin genome sequencing) di area Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Sumatra, Nusa Tenggara dan Bali," Budi menuturkan. 

Ia menyebut, mesin baru genome sequencing akan diberikan ke perguruan tinggi. Sebab, untuk melakukan aktivitas pengurutan genome membutuhkan kompetensi khusus. 

"Membutuhkan ahli untuk mengoperasikannya dan umumnya saintis yang bisa," ujarnya. 

Budi berharap dengan disebarnya mesin untuk menganalisa genome, maka sampel pemeriksaan tes swab PCR tidak perlu dikirim lebih dulu ke Pulau Jawa. 

Baca Juga: Menkes: Mohon Maaf Bapak Ibu DPR, Vaksin Booster Bayar Sendiri

2. Pemerintah membatasi pintu perbatasan yang dibuka bagi pelaku perjalanan internasional

Menkes: Bila Terjadi Lonjakan COVID, Kepala Negara G20 Takut ke BaliIlustrasi Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) (Dok. Angkasa Pura II)

Untuk memastikan varian baru Delta AY.4.2 tak masuk ke Tanah Air, maka pemerintah kata Menkes Budi, membatasi jumlah pintu perbatasan yang dibuka. Selain itu, di pintu perbatasan bakal dilakukan pemeriksaan secara ketat. Pemerintah belajar dari kejadian masuknya varian Delta yang dibawa oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Arab Saudi pada tahun ini. 

"Jangan sampai kali ini (varian AY.4.2) masuk ke Indonesia tanpa kita sadari, sehingga terjadi lonjakan seperti kemarin," kata Budi. 

Pintu perbatasan yang dibuka hanya lima bandara, enam pintu perbatasan untuk transportasi laut, dan delapan pintu akses untuk transportasi darat.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan, pemerintah bakal mempertimbangkan untuk memperpanjang masa karantina bagi warga yang datang dari luar negeri. Bila semula durasinya sudah diperpendek tiga hari, maka akan dikembalikan ke tujuh hari. 

3. Tes swab PCR selain untuk kepentingan kontak erat tak mungkin digratiskan

Menkes: Bila Terjadi Lonjakan COVID, Kepala Negara G20 Takut ke Baliilustrasi tes usap atau PCR swab test (IDN Times/Arief Rahman)

Menkes Budi juga mengakui secara blak-blakan tidak mungkin menggratiskan tes swab PCR untuk kepentingan screening bagi pengguna transportasi. Sebab, pemerintah tidak memiliki anggaran untuk kepentingan tersebut. 

Ia menjelaskan, selama ini biaya tes swab PCR yang ditanggung oleh pemerintah demi menelusuri kontak erat pasien COVID-19.

"Jadi, agak sulit (menggratiskan tes swab PCR), karena kami tak memiliki anggaran untuk itu. Kami hanya memiliki anggaran tes swab PCR gratis untuk kepentingan epidemiologis," ujar Budi. 

Ia juga menyebut bahwa tes swab PCR yang benar dan sesuai ketentuan epidemiologis yakni untuk menelusuri kontak erat pasien COVID-19, bukan screening pengguna transportasi. Ia pun sudah diminta oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk mengkaji kembali soal tujuan tes swab PCR.

Namun, Budi menyadari bila pengguna transportasi umum tidak di-screening maka sulit mengandalkan kepatuhan masyarakat terkait protokol kesehatan. Ia melihat kepatuhan warga mengenakan masker akhir-akhir ini semakin menurun. 

"Orang-orang kita tuh kalau sudah turun (kasus COVID-19), kalau menjadi kontak erat dan diminta tes gak mau dan kalau dipaksa (untuk tes) tidak ada leverage (pengaruh)-nya. Berbeda dengan ini (kepentingan screening), kalau tidak dites maka mereka kan tidak bisa terbang," katanya lagi. 

Baca Juga: Varian Delta AY.4.2 Masuk Malaysia, Luhut: Karantina Bisa Jadi 7 Hari

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya