Meski Ditolak Warga, Pengukuran Tanah di Wadas Bakal Tetap Dilanjutkan

Pemerintah klaim tidak ada pelanggaran hukum di Wadas

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD mengatakan insiden yang terjadi di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah tidak seperti yang digambarkan di media sosial. Saat ini, kata Mahfud, kondisi Wadas dalam keadaan tenang. Padahal, pada Selasa, 8 Februari 2022, ratusan personel polisi dikerahkan untuk mengawal 70 petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) yang melakukan pengukuran tanah di desa tersebut. 

Sebagian warga menolak kedatangan petugas BPN. Alhasil, sempat terjadi kericuhan antara warga Wadas dengan personel kepolisian. Mereka menangkap 64 warga. 

"Semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan suasana mencekam di Desa Wadas pada Selasa kemarin tidak akurat dan tak sesuai seperti yang digambarkan di lapangan. Situasi dan kondisi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo saat ini normal dan kondusif," ungkap Mahfud ketika memberikan keterangan pers dan dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam pada Rabu, (9/2/2022). 

Oleh sebab itu, aktivitas pengukuran lahan di sana, akan tetap dilanjutkan. Ia menambahkan, perbedaannya, dalam aktivitas pengukuran selanjutnya akan melalui pendekatan persuasif dan dialogis. 

"Saya tegaskan, penolakan masyarakat (terhadap pembangunan bendungan) tidak akan berpengaruh secara hukum karena tidak ada pelanggaran hukum pada penambangan batu andesit," kata pria yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Mengapa pemerintah bisa menyebut tak ada pelanggaran hukum bila dilakukan pembangunan bendungan di Desa Wadas?

Baca Juga: Listrik Padam di Desa Wadas, PLN: Bukan Kesengajaan Kami

1. Gugatan sebagian warga hingga ke MA ditolak

Meski Ditolak Warga, Pengukuran Tanah di Wadas Bakal Tetap DilanjutkanIlustrasi gedung Mahkamah Agung di Jakarta Pusat (www.mahkamahagung.go.id)

Mahfud menjelaskan sebagian warga yang menolak pembangunan Bendungan Bener sudah pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tetapi, ditolak oleh majelis hakim. 

"Gugatan kemudian diajukan lagi hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, hasilnya kembali ditolak. Jadi, kasus ini sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap," ungkap Mahfud. 

Ia mengklaim instrumen berupa Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah dipenuhi. Berdasarkan data dari Komnas HAM, ada 346 warga Wadas yang sudah setuju untuk pindah ke area lain dan menerima ganti rugi. Sisa 271 warga lainnya menolak proyek pembangunan Bendungan Bener. 

Untuk membangun bendungan tersebut dibutuhkan bahan baku batu andesit. Maka, perlu dilakukan penambangan di sekitar area tersebut. 

Total lahan yang dibutuhkan untuk penambangan dan pembuatan bendungan mencapai 145 hektare. Kemudian, dibutuhkan area tambahan seluas 8,64 hektare. Area itu digunakan untuk akses jalan menuju ke proyek penambangan. 

Baca Juga: Setara Institute: Gubernur Ganjar Seharusnya Memihak Warga Wadas 

2. Gubernur Ganjar akan ajak dialog warga yang menolak pembangunan bendungan

Meski Ditolak Warga, Pengukuran Tanah di Wadas Bakal Tetap DilanjutkanMenteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD ketika memberikan pidato di Hari Pers Nasional (HPN) 2022. (Tangkapan layar YouTube Dewan Pers)

Mahfud mengatakan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo akan melakukan dialog dengan warga Desa Wadas yang masih menolak rencana kegiatan pembangunan bendungan dan penambangan batu andesit. Dialog itu, kata Mahfud bakal difasilitasi oleh Komnas HAM. 

Ia juga menjelaskan Bendungan Bener masuk ke dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah yang berlokasi di Kabupaten Purworejo. Pembangunan bendungan itu, kata Mahfud sudah dimulai sejak 2013 lalu. 

"Bendungan ini dibangun untuk mengaliri sawah sekitar 15 ribu hektare, pengadaan sumber air baku, sumber listrik, dan untuk mengatasi banjir. Jadi, bendungan itu pada dasarnya untuk kepentingan rakyat juga," tutur dia. 

Sementara, menurut sebagian warga Wadas, bila area itu dibangun bendungan, maka mengancam keberadaan 27 sumber mata air. Alhasil, hal tersebut berpotensi merusak lahan pertanian. 

3. Mahfud klaim tidak ada tindak kekerasan di dalam insiden pengukuran lahan

Meski Ditolak Warga, Pengukuran Tanah di Wadas Bakal Tetap DilanjutkanWarga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) memasang spanduk saat melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022) (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Lebih lanjut, Mahfud mengklaim tidak ada tindak kekerasan ketika dilakukan pengukuran lahan di Wadas pada 8 Februari 2021 lalu. Ia memastikan tidak ada letusan senjata yang terdengar. 

"Karena sekarang ini di medsos (bertebaran narasi) seolah-olah ada orang yang diangkut dari rumahnya. Itu sudah kami cek semua dan tidak ada. Tetapi, kenapa bisa (terekam) seperti itu, karena ada orang yang ribut di lapangan, ketika mau diamankan, malah lari ke rumah penduduk ya diangkut dari rumah penduduk itu. Jadi, bukan dipaksa pergi dari rumahnya," ungkap Mahfud. 

Ia pun memaklumi bila pihak kepolisian harus mengambil tindakan tegas ketika situasinya terjadi gesekan. Namun, Mahfud memastikan tidak ada satu pun letusan senjata yang terdengar ketika mengatasi konflik di Wadas. 

"Tidak ada satu pun orang yang menjadi korban. Silakan cek ke kantor polisi, Desa Wadas hingga ke rumah sakit," kata dia lagi. 

Baca Juga: Kronologi Konflik Antara Aparat dan Warga Desa Wadas Versi Masyarakat

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya