Mural Kritik Dihapus Aparat, Demokrat: Ini Bukan Negeri Otoriter

"Bukan malah diredam atau ditutup-tutupi."

Jakarta, IDN Times - Partai Demokrat menilai Presiden Joko "Jokowi" Widodo seharusnya menginstruksikan Kapolri agar pengejaran terhadap pembuat mural berisi kritikan kepada pemerintah tak perlu dilanjutkan. 

"Seharusnya pemerintah menerima mural itu sebagai masukan dan menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang membuatnya. Bukan malah dihapus lalu pelakunya dikejar," kata Anggota Komisi III DPR, Benny K. Harman, ketika dihubungi, Kamis (19/8/2021).

Benny mengatakan pengejaran terhadap pelaku mural menunjukkan jika Jokowi tidak konsisten terhadap pidato kenegaraan yang ia sampaikan pada 16 Agustus 2021 di Gedung DPR. Saat itu, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan tidak anti terhadap kritik. Malah, ia bersikap terbuka terhadap kritik yang membangun. 

"Ini kan bukti, pidato Presiden Jokowi di sidang tahunan bahwa pemerintah tidak antikritik malah tidak dijalankan oleh aparatur negara di bawahnya," katanya.

1. KSP ingatkan agar tak sembarangan menggambar, presiden adalah orang tua

Mural Kritik Dihapus Aparat, Demokrat: Ini Bukan Negeri OtoriterKepala Kantor Staf Presiden Moeldoko (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mendukung aparat penegak hukum memburu pembuat mural berisi kritik. Pembuat mural yang dicari adalah pembuat tulisan "Jokowi 404: Not Found" di Batuceper, Tangerang, Banten. 

Mantan Panglima TNI itu mengatakan penghapusan mural tak menandakan pemerintah anti terhadap kritik. Tetapi, ada tata krama bila ingin menyampaikan kritik. 

"Jadi, kalau mengkritik sesuatu, ya beradab, (ada) tata krama, ukuran-ukuran culture kita itu supaya dikedepankan. Bukan hanya selalu berbicara antikritik, antikritik. Cobalah lihat cara-cara mengkritiknya itu,” ujar Moeldoko ketika memberikan keterangan pers pada 18 Agustus 2021. 

Moeldoko mengatakan di ruang publik kini sudah tidak lagi bisa dibedakan mana kritik dan fitnah. Situasi itu bertambah keruh karena adanya pernyataan dari tokoh-tokoh publik lainnya. 

"Sering kan setelah mengatakan itu, lalu minta maaf. Ini apa bangsa ini? Berbuat sesuatu, ada tindakan, minta maaf. Ini sungguh sangat tidak baik. Mestinya bangsa yang pandai adalah bangsa yang berpikir dulu sebelum bertindak sesuatu," kata dia lagi. 

Baca Juga: Deretan Mural Kritik Pemerintah Berujung Dihapus Aparat

2. Pemanggilan terhadap pengkritik belum tentu represif

Mural Kritik Dihapus Aparat, Demokrat: Ini Bukan Negeri OtoriterIlustrasi Garis Polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Moeldoko menilai bila polisi melakukan pemanggilan terhadap orang yang menyampaikan kritik maka pemanggilan tersebut tak lantas bisa disebut sebagai tindakan represif terhadap warga sipil. Ia mengatakan publik belum mengetahui keseluruhan permasalahan sehingga diimbau agar tidak buru-buru mengambil kesimpulan. 

"Jadi, jangan dijustifikasi represif dan seterusnya. Ini kan sekarang kita melihat hanya kulitnya, bukan dalamnya," ungkap Moeldoko. 

Moeldoko juga mengingatkan presiden adalah orang tua bangsa Indonesia. Sehingga, publik harus menghormati dan tak sembarangan menyampaikan kritik.

“Jadi, jangan sembarangan berbicara, jangan sembarangan menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat atau dalam bentuk gambar,” kata dia lagi. 

3. Demokrat sebut penghapusan mural berisi kritik ciri negara otoriter

Mural Kritik Dihapus Aparat, Demokrat: Ini Bukan Negeri OtoriterSejumlah pengendara motor melintasi mural kritik sosial "Tolak RUU KUHP" di Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (29/9/2019). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai sikap aparat keamanan yang memburu pembuat mural berisi kritik aneh. Seharusnya, kata dia, rakyat diberi ruang untuk menyalurkan ekspresi mereka seperti dalam bentuk mural.  

"Jangan kemudian ruang untuk berekspresi dan berpendapat malah semakin dikekang. Negeri ini negeri demokrasi, bukan negeri otoriter," ujar Herzaky dalam keterangan tertulis, Kamis (19/8/2021). 

Herzaky mendorong pemerintah melakukan introspeksi diri terhadap kondisi rakyat di tengah pandemik COVID-19. Ia menilai munculnya mural merupakan tanda kegelisahan di kalangan masyarakat atas situasi yang mereka hadapi akibat pandemik COVID-19.

Menurut dia, pemerintah mestinya mencari tahu akar permasalahan dari kegelisahan itu dan mencarikan solusinya. "Bukan malah diredam atau ditutup-tutupi," katanya lagi. 

Baca Juga: Mural Berisi Kritik ke Jokowi Dihapus, Moeldoko: Kritik Harus Beradab

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya