Novel Baswedan: Banyak Keanehan di Persidangan Kasus Penyerangan Saya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengaku sudah melihat banyak kejanggalan dalam pengusutan kasus penyiraman air keras. Hal itu termasuk, sikap Polri yang tiba-tiba menetapkan Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette sebagai tersangka tersangka.
Padahal, menurut saksi-saksi yang melihat wajah kedua tersangka, mereka tak mirip dengan pelaku yang menyiram air keras pada 11 April 2017 lalu. Kejanggalan lain yakni Novel menduga ada upaya pengubahan fakta peristiwa. Dugaan itu seolah terkonfirmasi ketika cairan yang disiramkan oleh kedua terdakwa disebutkan di dalam dakwaan air aki dan bukan air keras.
Zat kimia yang dikandung di dalam air aki dan air keras berbeda. Dalam satu sesi wawancara, Novel mengatakan air aki tidak memiliki dampak bisa membakar kulit.
"Kemudian seolah-olah pelakunya hanya dua orang. Seolah-olah sebelum penyerangan itu terjadi tidak ada pengamatan yang dilakukan oleh pelaku (ke rumah) dan lain-lain," tutur Novel ketika berbicara di diskusi virtual Ngobrol Seru bersama IDN Times dengan tajuk "Keadilan dan Penegakan Hukum Kasus Novel Baswedan" pada Selasa (16/6).
Di dalam nota pembelaan kedua terdakwa yang dibacakan oleh kuasa hukum pada (15/6), disebutkan salah satu pelaku menyerang Novel secara spontan. Menurut penyidik senior komisi antirasuah itu, hal tersebut tidak benar sebab saksi-saksi di sekitar rumahnya melihat ada orang asing yang sudah memantau kediamannya. Apa lagi kejanggalan pengusutan kasusnya yang dirasakan oleh Novel?
1. Beberapa saksi kunci tidak dihadirkan oleh jaksa dan diperiksa di pengadilan
Kejanggalan lain yang dirasakan oleh Novel yaitu ada beberapa saksi kunci yang tidak diperiksa oleh polisi dan dihadirkan di pengadilan. Menurut salah satu tim advokasi Novel Baswedan, Alghifari Aqsa, ada tiga saksi kunci yang tidak ikut diperiksa. Padahal, mereka sempat berbincang dengan orang yang mengintai rumah Novel di area Kelapa Gading.
Tiga orang itu berinisial Y, M dan K. Kepada IDN Times, Alghifari mengatakan Y sempat melihat dan mengambil gambar orang yang mengintai rumah Novel. Sedangkan, M dan K sempat berbicara dengan orang yang mengintai tersebut ketika tengah duduk santai di sebuah warung.
Novel menjelaskan rumahnya di area Kelapa Gading sudah diamati sejak H-3 sebelum ia disiram air keras. Pengamatan dilakukan secara rutin pada waktu subuh.
Saksi penting lainnya yang luput dari pemeriksaan adalah imam di Masjid Al-Ihsan. Novel mengatakan imam masjid itu sempat berbicara dengan pelaku satu sebelum aksi penyiraman air keras dan ikut membantu membawa ke rumah sakit.
"Lalu, kalau saksi-saksi penting itu tidak diperiksa, maunya apa? Apakah dengan begitu untuk menguatkan bahwa pelakunya hanya dua orang. Ini berbahaya?" tanya Novel.
Baca Juga: Pakar Hukum: Presiden Jokowi Bisa Intervensi Kasus Novel Baswedan
2. Bukti penting yakni baju yang Novel kenakan dan terpapar air keras telah digunting
Editor’s picks
Hal lain yang dirasakan Novel janggal yakni barang bukti penting yang menjadi petunjuk yakni baju berubah bentuknya. Novel menjelaskan di baju tersebut yang terpapar air keras sudah digunting. Baju Novel digunting di bagian depan karena sudah berubah akibat disiram air keras.
Sidik jari di cangkir yang menampung air keras pun sempat disebut Novel telah dihapus. Dengan sederet kejanggalan itu, maka tak heran bila mantan Kasatreskrim di Polsek Bengkulu tersebut menduga ada skenario tertentu untuk menutupi sesuatu.
"Kenapa saya katakan begitu, karena di persidangan saya ditanya oleh jaksa begini; 'saudara saksi, kalau saudara jadi penyidik, lalu kemudian ada orang di suatu perkara datang mengaku, apakah akan saudara proses? Ini kan menunjukan bahwa jaksa tidak punya bukti apa-apa," tutur Novel dalam diskusi daring tersebut.
Walaupun itu bukan kewajibannya sebagai saksi, tetapi Novel tetap menjawab pertanyaan jaksa tersebut di ruang sidang. Ia menjawab sebagai penyidik, tugasnya memeriksa kasus secara obyektif dan harus disusun berdasarkan bukti.
"Jadi, ketika ada orang yang mengaku sebagai pelaku, maka keterangannya dicatat dikaitkan dengan bukti-bukti yang ada. Apakah itu sesuai," katanya.
Setelah itu harus dicek, apakah ia mengaku karena insaf atau disuruh untuk mengaku dengan sejumlah imbalan. Namun, di dalam pembacaan nota pembelaan pada (15/6), kuasa hukum terdakwa menepis anggapan kliennya menyiram ke wajah Novel karena disuruh oleh pihak tertentu. Menurut Widodo, kliennya berinisiatif sendiri.
3. Laporan TGPF yang dipimpin Kapolri sudah menyebut ada oknum polisi yang terlibat
Hal lain yang disoroti oleh Novel yaitu berdasarkan laporan TGPF yang dipimpin oleh Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sudah menunjukkan ada oknum polisi yang terlibat dalam penyiraman air keras. Disebutkan pula di dalam laporan itu, pelakunya sistematis dan terorganisir.
"Artinya, (pelaku) tidak hanya dua orang," kata Novel.
Namun, fakta-fakta tersebut justru tidak dianggap dalam proses penyidikan. Justru yang terjadi seolah dipaksakan pelaku adalah dua orang yang kini duduk di kursi terdakwa.
"Maka, saya katakan kalau buktinya mau diada-adakan jangan begitu. Itu terlalu mencolok. Lebih bagus, pelakunya dibebaskan saja," tutur dia lagi.
Baca Juga: Novel Baswedan Minta Dua Terdakwa Penyerangnya Dibebaskan, Kenapa?