Pakar Hukum: Banyak Menteri di Kabinet Buat Pemerintahan Gak Gesit

Pemerintahan diprediksi bakal boros dan rawan korupsi

Intinya Sih...

  • Pakar Hukum Tata Negara menilai wacana penambahan jumlah menteri hingga 40 tidak efisien dan rawan korupsi.
  • Penambahan menteri akan memboroskan anggaran negara dan membuat kabinet rentan terhadap praktik-praktik korupsi.
  • Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas menyatakan Indonesia hanya membutuhkan 26 menteri, dengan satu menteri memimpin beberapa kementerian untuk penghematan anggaran.

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat, Feri Amsari, menilai wacana presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menambah jumlah menteri hingga 40 tidak efisien dan tak gesit dalam menghadapi masalah Indonesia.

Ia memprediksi jumlah kue kekuasaan yang dibagikan bakal bertambah lantaran kursi wakil menteri juga turut ditawarkan. 

"Di mana-mana kabinet yang berlebihan tidak akan pernah efektif. Dari segi kebahasaan, namanya saja kabinet, dari kata cabin. Sejarahnya itu, raja-raja sebelum pergi ke parlemen, mereka akan bertemu orang-orang kepercayaannya di kamar-kamar kecil. Makanya, disebut kabinet. Dari katanya saja sudah bermakna sedikit orang," ujar Feri ketika dihubungi IDN Times, Selasa (7/5/2024). 

Selain itu, Feri juga menyinggung biaya tambahan yang harus dikeluarkan jika Prabowo-Gibran tetap menambah kursi menteri. Mulai dari gaji untuk staf menteri, menyewa gedung kementerian, penggunaan kendaraan dinas, rumah dinas hingga gaji ASN. 

"Belum lagi kalau kementerian baru ini akan memiliki kanwil hingga ke daerah. Berapa banyak anggaran yang terbebani. Jadi, tidak akan membantu efektivitas dalam bekerja," tutur dia. 

Dalam pengisian posisi menteri, pemerintah mengacu kepada UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam Pasal 15 tertulis, presiden membentuk kementerian paling banyak 34 buah. Sedangkan, di Pasal 16 tertulis, pembentukan kementerian paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan janji saat pelantikan. 

Aturan itu pula yang diacu oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo selama hampir 10 tahun berkuasa dalam membentuk kabinet. Meski Feri mengakui pemberian kursi wakil menteri adalah cara Jokowi mengakali untuk mengakomodasi lebih banyak orang di kabinet. 

Baca Juga: PDIP: Sikap Ganjar Tak Akan Gabung Kubu Prabowo Representasi Partai

1. Menggemuknya kabinet jadi tanda nafsu parpol di koalisi yang ingin berkuasa

Pakar Hukum: Banyak Menteri di Kabinet Buat Pemerintahan Gak GesitAkademisi dari Universitas Andalas, Feri Amsari (Dokumentasi Watch Doc)

Feri mengatakan, semakin menggemuk dan berpotensi memboroskan anggaran, maka kabinet Prabowo-Gibran pun juga rentan terhadap praktik-praktik korupsi.

"Kalau akibat dari penyusunan kabinet saja membuat anggaran jadi mubazir dan boros, apa dasarnya kabinet itu akan antikorupsi? Cara mereka bekerja sama sudah memboroskan anggaran negara," katanya. 

Feri menilai, jumlah menteri di kabinet semakin bertambah lantaran nafsu berkuasa partai politik yang ada di koalisi sangat besar. Bahkan, sudah ada satu parpol yang minta jatah minimal lima kursi di pemerintahan mendatang. 

"Ini kan (menterinya) jadi banyak sekali karena hasrat partai-partai (di dalam koalisi) banyak. Kepentingannya banyak. Maka, ini jadi bukti bahwa kue kekuasaan itu tidak ditentukan oleh presiden tetapi oleh nafsu para ketum parpol di koalisi," kata dia. 

Menurutnya, bila pembentukan kabinet benar-benar menandakan kepentingan presiden, maka bisa dipilih secara sederhana.

"Jadi, orang yang menginginkan penambahan kursi di kabinet pasti karena ingin dapat jatah dari tampuk kekuasaan tersebut," ujarnya. 

Baca Juga: Ikuti Ganjar, Anies Berencana Ada di Luar Kabinet Prabowo-Gibran

2. Pusako pernah meneliti pemerintah hanya butuh 26 menteri di kabinet

Pakar Hukum: Banyak Menteri di Kabinet Buat Pemerintahan Gak GesitKabinet Indonesia Maju lapor SPT Tahun 2024 (IDN Times/Istimewa)

Feri menyebut, Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas pernah membuat kajian bahwa Indonesia hanya membutuhkan 26 menteri. Meski kementerian yang ada tetap sesuai UU Kementerian Negara, yaitu 34. Artinya, ada satu menteri yang mengkoordinasi lebih dari satu kementerian. 

"Kementerian yang dipimpin itu kan ada isunya hampir sama. Misalnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ikut memimpin Kementerian Desa," kata dia. 

Poin kedua yang menjadi dasar satu menteri memimpin beberapa kementerian adalah demi penghematan anggaran dan tak perlu ada pergantian nomenklatur kementerian. Dengan begitu, maka tak perlu menambah anggaran. 

"Kalau kementeriannya berubah akan berpengaruh ke anggaran yang sudah ditetapkan. Sebab, nomenklatur (kementerian) berubah-ubah. Berbagai biaya baru pun akan muncul," tutur dia. 

Ia kemudian menghitung untuk kepemimpinan Prabowo-Gibran sebenarnya cukup membutuhkan 12 menteri. Sebab, jumlah parpol pendukung di koalisi ada 12 sehingga minimal masing-masing partai dapat satu jatah kursi. 

"Satu menteri akan memimpin beberapa kementerian. Itu akan jauh lebih efektif dan berdampak kepada pemerintahan. Partai mengelola ruang-ruang pemerintahan tertentu di beberapa kementerian. Pembagian yang signifikan bagi partai. Parpol yang memiliki jasa lebih ya akan dapat jatah lebih banyak," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Ada 34 Kementerian dalam Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Ini Rinciannya

3. Feri prediksi akan ada akademisi yang minta UU Kementerian Negara ditinjau ulang ke MK

Pakar Hukum: Banyak Menteri di Kabinet Buat Pemerintahan Gak GesitSusana sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/4/2024). (IDN Times/Aryodamar)

Lebih lanjut, untuk memuluskan penambahan jumlah menteri dan kementerian, maka akan ada pihak tertentu yang mengajukan gugatan peninjauan UU Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, bila Prabowo tetap berencana menambah jumlah menteri lebih dari 34, maka bisa dianggap melanggar UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 

"Kalau ada akademisi yang mengajukan JR (UU Kementerian Negara) baik atas nama mereka atau mewakili orang lain, tentu ini adalah target politik bukan lagi kepentingan dunia ketatanegaraan dan dunia ilmu pengetahuan," ujar Feri. 

"Yang saya dengar begitu ya. (UU Kementerian Negara) Diuji lewat MK," tutur dia. 

https://www.youtube.com/embed/CgDSqxnp1Xc

Baca Juga: Prabowo Diisukan Nambah Menteri Kabinet Jadi 40, Bagi-Bagi Kekuasaan?

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya