Pengamat: Pengakuan PM Australia Soal Yerusalem untuk Selamatkan Citra

Scott Morrison ingin menyelamatkan wajah pemerintahannya

Jakarta, IDN Times - "Australia kini mengakui Yerusalem Barat, di mana menjadi lokasi Knesset (parlemen Israel) dan banyak institusi pemerintah, kini menjadi ibukota Israel," ujar Perdana Menteri Scott Morrison di Sydney Institute pada Sabtu (15/12) kemarin. 

Pernyataan itu sesungguhnya di luar dugaan. Sebab, dari pernyataan Morrison sebelumnya, ia seolah memberikan petunjuk Negeri Kanguru segera mengekor Amerika Serikat dengan ikut memindahkan gedung kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun, dalam pernyataan Sabtu kemarin, Morrison menegaskan pemindahan gedung kedutaan ditunda. 

Pemimpin Partai Liberal itu mengatakan baru akan memindahkan gedung kedutaan, setelah ada finalisasi mengenai status Yerusalem. Untuk sementara ini, Australia akan membangun lebih dulu kantor perwakilan perdagangan dan pertahanan di sana. 

"Dengan semakin dalamnya hubungan industri pertahanan antara Australia-Israel  yang menyentuh angka US$1,3 miliar per tahun, maka hal itu akan membantu memperkuat hubungan bilateral kedua negara," kata Morrison lagi. 

Pernyataan pemimpin berusia 50 tahun itu kemudian ditanggapi oleh Pemerintah Indonesia pada Sabtu kemarin. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan Pemerintah Indonesia mencatat dengan baik sikap yang dipilih oleh Negeri Kanguru, termasuk langkah mereka yang tidak jadi memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. 

"Indonesia juga mencatat dengan baik posisi Australia untuk mendukung prinsip two-state solution dengan Yerusalem timur sebagai ibukota negara Palestina," kata Arrmanatha kemarin. 

Lalu, apakah pernyataan Morrison itu akan mengubah sikap Indonesia dan segera meneken perjanjian bebas dagang IA-CEPA?

1. Indonesia mengajak Australia dan semua anggota PBB untuk mengakui Palestina sebagai negara

Pengamat: Pengakuan PM Australia Soal Yerusalem untuk Selamatkan CitraPalestina (Pixabay/Hosny_salah)

Juru bicara Kemenlu, Arrmanatha Nasir mengatakan Pemerintah Indonesia kembali menegaskan isu Yerusalem adalah satu dari enam isu yang harus dinegosiasikan dan diputuskan sebagai bagian akhir dari perdamaian komprehensif antara Palestina dan Israel dalam kerangka 'two state solution'. Selain itu, Indonesia mengajak Australia dan semua anggota PBB agar segera mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat. 

"Indonesia juga mengajak bekerja sama guna tercapainya perdamaian yang berkelanjutan dan kesepakatan antara Palestina dan Israel berdasarkan prinsip 'two state solution," kata Arrmanatha melalui keterangan tertulis pada Sabtu (15/12). 

Indonesia, kata dia, akan terus mendukung perjuangan rakyat Palestina lantaran hal itu merupakan bagian dari amanah konstitusi. 

Baca Juga: Australia Resmi Mengakui Yerusalem Barat Sebagai Ibukota Israel

2. PM Morrison hanya ingin mengamankan citranya di mata warga Australia

Pengamat: Pengakuan PM Australia Soal Yerusalem untuk Selamatkan Citra(Presiden Joko Widodo bersama dengan Perdana Menteri Scott Morrison) Laily Rachev/Biro Pers Istana

Dalam pandangan pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, pernyataan yang disampaikan oleh Morrison pada Sabtu kemarin hanya berupaya untuk menyelamatkan citranya di hadapan warga Negeri Kanguru dan Indonesia.

Sejak awal, Indonesia sudah tidak setuju dengan rencana Australia untuk memindahkan gedung kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem Timur. 

"Ketidak-setujuan Indonesia itu diwujudkan dengan memanfaatkan daya tekan untuk tidak menandatangani perjanjian perdagangan pada Desember ini," kata Hikmahanto kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Sabtu malam. 

Morrison membedakan posisi Yerusalem Barat dengan Yerusalem Timur. Yerusalem Barat, kata guru besar hukum di UI itu, memang akan dijadikan wilayah ibukota oleh Israel. Sedangkan Yerusalem Timur di mana kota suci bagi tiga agama nantinya akan menjadi ibukota Palestina. 

"Dengan demikian Morrison seolah ingin menyampaikan pesan bahwa Australia tetap menghormati resolusi PBB dan sikap Indonesia yang menyatakan bahwa Yerusalem Timur tetap merupakan wilayah yang ada di bawah pengawasan PBB," kata dia lagi. 

3. PM Morrison sudah diwanti-wanti oleh koleganya soal dampak pemindahan gedung kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem

Pengamat: Pengakuan PM Australia Soal Yerusalem untuk Selamatkan Citratwitter.com/fiweh

Perubahan kebijakan Australia dengan akan memindahkan gedung kedutaan ke Yerusalem Timur juga menimbulkan protes di dalam negerinya sendiri. Harian The Guardian edisi Sabtu (15/12) melaporkan mantan Wakil Perdana Menteri, Barnaby Joyce telah mewanti-wanti pemerintahan Morrison agar berhati-hati menyangkut kebijakan Israel-Palestina. Sebab, bagi negara mitra Australia seperti Indonesia, Arab Saudi, Qatar, Bahrain dan Yordania, isu tersebut dianggap sangat sensitif. 

Apalagi dengan negara-negara itu, Negeri Kanguru memiliki hubungan dagangan yang nilainya jauh lebih besar ketimbang berdagang dengan Israel. 

Selain itu, di bulan Oktober lalu, Badan Intelijen Australia, ASIO, telah memperingatkan seandainya pemerintah benar-benar akan memindahkan gedung kedutaan mereka ke Yerusalem maka akan memicu terjadinya protes dan kerusuhan di Jalur Gaza dan Tepi Barat. 

Saat Negeri Paman Sam memindahkan gedung kedutaan mereka ke Yerusalem, akhirnya memicu unjuk rasa yang berakhir kericuhan. Sebanyak 50 warga Palestina tewas dalam peristiwa itu. 

4. Israel diragukan bisa memegang komitmennya demi perdamaian dengan Palestina

Pengamat: Pengakuan PM Australia Soal Yerusalem untuk Selamatkan Citratimesofisrael

Sementara, dari sudut pandang Presiden Jaringan Advokasi Palestina Australia, Bishop George Browning, mengatakan pernyataan Morrison pada Sabtu kemarin hanya merupakan upaya untuk menyelamatkan wajahnya karena dalam pemilu sela pada Oktober lalu di Wentworth kandidat yang ia dukung, Dave Sharma, gagal menang. Sharma sendiri bukan keturunan Yahudi, tetapi ia adalah mantan Duta Besar Australia untuk Israel. 

Di area Wentworth sendiri terdapat 12,5 persen populasinya warga Yahudi. Sehingga pernyataan Morrison ingin memenangkan dukungan dari populasi warga Yahudi di sana. 

"Yang paling benar, orang bisa saja mengatakan pengumunan kemarin ternyata tidak semenyeramkan yang ditakutkan oleh banyak pihak. Permasalahannya adalah Morrison mengabaikan fakta bahwa Israel telah mengesahkan sebuah aturan hukum baru yang isinya menyatakan Yerusalem adalah ibukota abadi dan tidak terpisahkan milik mereka," kata Browning seperti dikutip dari harian The Guardian

Ia menilai Morrison coba menyatakan ke publik kalau tidak ada masalah yang berarti dari pernyataan yang ia sampaikan di Sydney kemarin. Padahal, di satu sisi, Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukotanya dan tidak akan membagi wilayahnya itu dengan Palestina. 

Maka, kata Brownin, kalau Morrison ingin melakukan sesuatu yang lebih proaktif, ia bisa menekan Israel dengan menjatuhkan sanksi atau boykot bagi produk dari negara itu. 

"Paling tidak itu bisa dilakukan untuk meminta komitmen Israel agar tetap mengakui hak-hak warga Palestina, khususnya terkait Yerusalem Timur," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Bertemu PM Australia di Singapura, Akankah Jokowi Bahas Isu Palestina?

Topik:

Berita Terkini Lainnya