Pemerintah Diminta Tak Ikut Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19

Ivermectin kini diburu dan stoknya langka di pasaran

Jakarta, IDN Times - Inisiator organisasi nirlaba LaporCovid19, Irma Hidayana, meminta pemerintah agar mengkomunikasikan dengan lebih baik mengenai penggunaan obat keras Ivermectin. Dalam beberapa kesempatan sejumlah menteri dan pejabat tinggi mempromosikan Ivermectin ampuh untuk mengobati pasien COVID-19 yang memiliki gejala ringan. Ivermectin sebagai obat terapi virus corona.

Salah satu yang menyampaikan pernyataan tersebut adalah Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, ketika berbicara dalam program podcast bersama Deddy Corbuzier. Dalam video yang tayang di YouTube pada 6 Juli 2021, Luhut secara blak-blakan menyebut Ivermectin sudah diberikan kepada pasien COVID-19 sejak pandemik gelombang pertama. 

Luhut mengatakan sudah membahas mengenai kegunaan Ivermectin dengan Fathema Djan Rachmat, Direktur Utama PT Pertamina Bina Medika. Sebelumnya, Fathema juga sempat menjabat sebagai Dirut RS PT Pelni. 

"Kami pakai Ivermectin karena Presiden (Donald) Trump ketika itu sudah mengumumkan di White House. Saya bilang, cobain saja deh (Ivermectin) untuk pasien (dengan gejala) ringan and it works," kata Luhut. 

"Sekarang, sedang dibikin oleh Pak Erick. Lalu, salahnya apa? Kan (sudah terbukti) paten," ujar pria yang juga bertugas sebagai komandan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) wilayah Jawa-Bali itu. 

Apa betul Ivermectin ampuh untuk menyembuhkan pasien COVID-19?

1. Pemerintah semestinya tidak bikin bingung masyarakat

Pemerintah Diminta Tak Ikut Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19Obat Ivermectin yang didonasikan ke Kudus untuk mengobati COVID-19 dan telah dapat izin edar BPOM (ANTARA FOTO/Akhmad Nazaruddin Latif)

Menurut Irma, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengkomunikasikan secara baik temuan studi dan dampaknya bila obat keras tersebut dikonsumsi oleh warga.

"Pemerintah harusnya lebih tegas membuat kebijakan terhadap penggunaan Ivermectin ini, dan jangan membuat masyarakat bingung," kata Irma ketika menjawab pertanyaan IDN Times dalam diskusi virtual pada Kamis (22/7/2021). 

Ia menyadari Ivermectin kini menjadi salah satu obat yang diburu warga. Namun, stoknya dari pasar malah menghilang. Hal itu akhirnya memicu harga Ivermectin jadi melonjak tinggi bila ditemukan di e-commerce

"Jadi, bagusnya dari pemerintah satu suara (mengenai Ivermectin) karena sudah cenderung meluas (soal khasiat Ivermectin bagi COVID-19)," tutur Irma. 

2. Dekan FK UI sebut Ivermectin tak bisa memulihkan pasien COVID-19

Pemerintah Diminta Tak Ikut Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Ari Fahrial Syam (www.fk.ui.ac.id)

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, mengatakan kurang pas bila Ivermectin digunakan sebagai obat terapi COVID-19. Sesuai dengan kegunaannya, Ivermectin lebih sesuai dikonsumsi bila ingin mencegah agar tidak cacingan.

Sejauh ini, penggunaan Ivermectin untuk terapi COVID-19 masih dalam proses uji klinis dan belum bisa digunakan secara bebas. Meski demikian, Ari mengakui, pada praktiknya di lapangan obat tersebut sudah sulit didapat. Bila pun ditemukan, maka harganya sangat mahal. 

Di sisi lain, Ari mengatakan hingga saat ini belum ada publikasi medis yang menyebut Ivermectin ampuh mengobati pasien yang tertular virus corona. Ia menjelaskan berdasarkan hasil observasinya di situs Pubmed, Ivermectin tidak signifikan membantu pemulihan pasien COVID-19. 

Kesimpulan itu diperoleh dari dua kelompok pasien. Ada satu kelompok pasien yang hanya memperoleh terapi standar. Sisa satu kelompok lainnya memperoleh terapi standar dan diberi Ivermectin. 

"Ternyata diperoleh hasil yang tidak signifikan, di sana disebutkan demikian," ujar Ari ketika memberikan keterangan pers bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara virtual pada 2 Juli 2021. 

Ari juga menjelaskan bila Ivermectin dikonsumsi dalam jangka waktu panjang maka bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya. Beberapa efek samping yang dirasakan menurut pasien antara lain diare, merasa kantuk, mual, hingga muntah. 

"Selain itu dalam kondisi tertentu yang sudah (punya penyakit) underlying misalnya pasien dengan gangguan liver malah mengakibatkan perburukan fungsi organ hati. Sebab, sejatinya obat ini hanya bekerja lokal untuk membunuh cacing di rongga usus," tutur dia. 

Ari mengatakan bila obat itu digunakan untuk membunuh virus di dalam darah maka dosis yang dibutuhkan akan lebih besar. "Maka, soal berapa banyak dosis yang diberikan atau berapa lama (pemberian Ivermectin) masih membutuhkan studi lebih lanjut," katanya. 

Baca Juga: Sidak PT Harsen, BPOM Temukan Bahan Pembuat Ivermectin Ilegal

3. BPOM tegaskan Ivermectin masih dalam uji klinis sebagai terapi COVID-19

Pemerintah Diminta Tak Ikut Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19BPOM menggelar konferensi pers Use Authorization (EUA) vaksin COVID-19 Sinovac, Senin (11/1/2021) (Dok. BPOM)

Sementara, dalam pengumuman terbaru pada 21 Juli 2021, BPOM menegaskan mereka belum memberikan izin edar darurat (EUA) bagi Ivermectin sebagai terapi COVID-19. Kepala BPOM, Penny K Lukito mengatakan yang mereka berikan adalah skema perluasan penggunaan khusus (Expanded Access Program/EAP). Ia menyebut EAP tidak sama dengan EUA. 

"Persetujuan penggunaan obat melalui EAP bukan merupakan izin edar atau EUA yang ditujukan kepada industri farmasi. Namun, berupa persetujuan penggunaan kepada kementerian atau lembaga penyelenggara urusan pemerintahan di bidang kesehatan, institusi kesehatan, atau fasilitas pelayanan kesehatan," kata Penny seperti yang tertulis dalam situs resmi BPOM.

Mereka menjelaskan alasan BPOM menerbitkan aturan EAP bagi beberapa obat, salah satunya Ivermectin. BPOM mengatakan di dalam perkembangannya, banyak obat yang memiliki potensi menyembuhkan COVID-19 namun masih dalam tahap penelitian.

Kemudian dalam kondisi kedaruratan, dengan keterbatasan jenis dan jumlah obat yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit yang mengancam jiwa seperti COVID-19 ini, maka diperlukan suatu terobosan skema perluasan penggunaan khusus obat yang masih dalam tahap penelitian. Tetapi, bukan berarti obat itu sah dapat dikonsumsi luas secara umum.

"Skema ini telah diberlakukan oleh regulator obat di beberapa negara, seperti The United States Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicines Agency (EMA)," tutur Penny. 

BPOM memastikan pihaknya akan melakukan pengawasan dan mengawal distribusi obat EAP hanya di faskes yang disetujui. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan bahwa Ivermectin sebagai obat EAP adalah obat yang masih digunakan dalam kerangka penelitian. Selain itu, Ivermectin berpotensi  disalahgunakan.

4. BPOM jatuhkan sanksi bagi produsen Ivermectin PT Harsen Laboratories

Pemerintah Diminta Tak Ikut Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19Ilustrasi obat Ivermectin produksi PT Harsen Laboratories, Ivermax 12 (Istimewa)

Sementara, sebagai bagian dari kewenangannya, BPOM menjatuhkan sanksi bagi salah satu produsen Ivermectin, PT Harsen Laboratories. BPOM meminta produksi Ivermectin dengan merek IvermaX12 disetop. Selain itu, obat Ivermax12 yang sudah beredar di pasaran harus ditarik kembali. 

Presiden Direktur PT Harsen Haryoseno meminta maaf kepada BPOM, karena terbukti melakukan sejumlah pelanggaran dalam memproduksi Ivermectin. 

Haryoseno mengatakan tiga orang yang menyebut diri sebagai sebagai bagian dari jajaran direksi, diakuinya telah menggiring opini masyarakat untuk melakukan pengobatan COVID-19 secara mandiri. Hal itu berakibat masyarakat membeli obat Ivermax 12 tanpa resep dan pengawasan dari dokter.

Ketiga orang yang dimaksud Haryoseno yakni Sofia Koswara yang duduk sebagai Vice President, Iskandar Purnomo Hadi sebagai Direktur Komunikasi dan dr Riyo Kristian Utomo sebagai Direktur Marketing. 

"Sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi oleh PT Harsen Laboratories terkait dengan Ivermax 12, dengan ini kami Direksi PT Harsen Laboratories memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Badan POM RI," demikian bunyi permintaan maaf secara terbuka itu di harian Kompas pada 18 Juli 2021. 

PT Harsen pun turut meminta maaf kepada masyarakat lantaran melakukan overclaim atau informasi berlebihan mengenai produksi Ivermax12. "Kami klarifikasi di sini bahwa izin edar yang kami terima dari BPOM RI untuk Ivermax 12 adalah untuk pengobatan cacing dan bahwa benar Ivermax 12 adalah obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter," kata Haryoseno. 

Pemerintah Diminta Tak Ikut Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19Pengumuman permintaan maaf dari PT Harsen Laboratories kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (www.twitter.com/@awidyaputranto)

Baca Juga: Ivermectin Diburu, dr Tirta: Gak Kapok Belajar dari Hidroklorokuin

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya