Pengamat: Parpol Bawa Jargon Perubahan Mau Gabung dengan Keberlanjutan

Masyarakat sipil yang masih kritik dianggap belum move on

Jakarta, IDN Times - Direktur eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menilai kondisi politik di Tanah Air sudah mati pasca-pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 22 April 2024 lalu. Politik saat ini dimaknai semata-mata cara untuk mendapatkan kekuasaan. Salah satu indikator kematian politik yakni semua pihak sudah terburu-buru untuk merapat ke pemenang Pemilu 2024. 

"Kalau semua merapat ke kekuasaan pertanda politiknya mati. Kan gak ada yang bersiap menjadi oposisi atau menyatakan berbeda. Di DPR-nya mati. Kan gak ada lagi perdebatan-perdebatan yang memperlihatkan betapa pentingnya perbedaan pikiran," ujar Ray dalam dialog seperti dikutip dari YouTube Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) pada Minggu (28/4/2024). 

Silaturahmi yang terjadi selama Idul Fitri kemarin lebih menggarisbawahi kepada keinginan untuk tawar-menawar kekuasaan. "Bahasanya, saya akan dapat apa?" tutur dia. 

Ia pun juga menyentil sikap partai-partai di kubu paslon Anies-Muhaimin yang semula membawa jargon perubahan. Ketika pemilu usai, parpol-parpol tersebut malah ikut merapat ke kubu Prabowo-Gibran yang membawa jargon keberlanjutan pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo. 

Sejauh ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan NasDem sudah menyatakan siap mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Sedangkan, PKS yang mengharapkan hal serupa belum dikunjungi oleh presiden terpilih itu. 

"Saya baru menyadari sekarang, makna perubahan itu artinya berubah dan mengikuti arah angin. Jadi, kalau arah angin ke barat, dia ikut ke barat. Kalau arah angin ke timur, dia ikut ke timur. Kalau arah anginnya ke (paslon) 02, dia ikut ke 02," katanya menyindir Partai NasDem dan PKB. 

Dalam pandangan Ray, delapan program perubahan yang dititipkan oleh Ketum PKB, Muhaimin Iskandar, tidak akan diakomodir oleh Prabowo-Gibran. Sebab, isi programnya sudah berbeda. 

1. Delapan program perubahan PKB yang dititipkan ke Prabowo hanya gimik

Pengamat: Parpol Bawa Jargon Perubahan Mau Gabung dengan KeberlanjutanPresiden terpilih, Prabowo Subianto ketika menerima program perubahan dari Muhaimin Iskandar. (www.instagram.com/@cakiminow)

Lebih lanjut, dalam pandangan Ray, delapan program perubahan yang sempat dititipkan oleh Ketum PKB, Muhaimin Iskandar tidak lebih dari sekedar gimik. Sebab, sejak awal program perubahan yang diusung oleh PKB tidak nyambung dengan yang diperjuangkan oleh Prabowo-Gibran. 

"Tapi, kan harus dicari-cari supaya ada yang kena dan dijadikan alasan bisa bergabung. Misalnya visi perubahan itu kan tidak menerima IKN (Ibu Kota Negara Nusantara), jelas berbeda dengan Pak Prabowo. Mereka kan tidak mendukung (program) makan siang gratis. Ya, jelas gak ketemu dengan Pak Prabowo," tutur Ray. 

Hal lain yang digaris bawahi di dalam jargon perubahan yakni harus ada kebebasan untuk berpolitik karena di era kepemimpinan Jokowi tidak terjadi. Lagi-lagi menurut Ray, Prabowo-Gibran tidak memperjuangkan hal tersebut. 

"Jadi, 8 visi-misi yang dijadikan isyarat untuk bertemu oleh PKB, saya kira 80 persen pasti gak ketemu. Tapi, cukup dua (visi) yang ketemu, langsung masuk. Begitu lah kelakuan politisi kita saat ini," katanya lagi. 

Situasi itu, kata Ray diperparah dengan sikap mayoritas masyarakat justru ikut merayakan praktik nepotisme. Hal itu sejalan dengan penjelasan yang disampaikan oleh hakim konstitusi di sidang putusan. Hakim mengatakan tidak terjadi nepotisme dan dinasti politik lantaran Gibran dipilih oleh rakyat secara langsung. 

Baca Juga: Tim AMIN: MK Berhasil Dobrak Tradisi, Tak Cuma Jadi Mahkamah Kalkulator

2. Suara kritis pasca-pembacaan putusan MK dianggap belum move on dari pemilu

Pengamat: Parpol Bawa Jargon Perubahan Mau Gabung dengan KeberlanjutanDirektur eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti. (Tangkapan layar zoom)

Ray pun menolak tegas rekonsiliasi yang dilakukan oleh para politisi belakangan ini. Sebab, para politisi hanya memikirkan keuntungan yang mereka peroleh usai merapat ke kubu Prabowo-Gibran. Namun, sikap kritis Ray tersebut kini diolok-olok dan dianggap belum bisa melupakan pemilu 2024. 

"Pilpres sudah selesai gitu lho, Anda belum bisa move on," kata Ray menirukan kalimat yang sering ia baca akhir-akhir ini. 

"Jadi, makna move on itu sekarang adalah berbicara tentang saya dapat apa. Kalau kita bicara 'oh, ini gak tepat dong. Belum selesai tapi sudah bicara kursi berapa. Jadi, gak ada malunya. Kita yang mengkritik yang dianggap gak move on," tutur dia lagi. 

Ia juga menambahkan rekonsiliasi yang dilakukan saat ini bermakna tak boleh lagi mengkritik kemenangan Prabowo-Gibran di pemilu 2024. Selain itu, publik juga diajak untuk menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 22 April 2024 lalu. 

3. Kubu Prabowo yang dinilai belum move on

Pengamat: Parpol Bawa Jargon Perubahan Mau Gabung dengan KeberlanjutanKonferensi pers Surya Paloh bersama Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan (25/4/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Ray justru menilai pihak yang belum bisa melupakan pemilu adalah kubu Prabowo-Gibran itu sendiri. Sebab, mereka seolah tidak merasa percaya diri dan harus menarik pihak lawan di pemilu untuk ikut bergabung ke pemerintahan. 

"Seharusnya kan sudah menang satu putaran dengan 58 persen suara, mereka sudah percaya diri untuk mengelola suatu pemerintahan. Jadi, gak perlu lagi menarik-narik pihak yang tak memilih mereka kemarin," kata Ray tegas. 

Tujuan Prabowo-Gibran menarik rival politik diduga karena ingin menghilangkan oposisi atau lawan politik. Ia juga menilai cara Prabowo-Gibran melobi pihak yang kalah pemilu tidak menunjukkan sikap sebagai pemenang. 

"Seharusnya sebagai pemenang pemilu menghormati yang kalah. Caranya dengan menyebut pihak yang kalah berada di luar kekuasaan. Jangan lagi ditarik masuk ke dalam pemerintahan," tutur dia lagi. 

https://www.youtube.com/embed/Dpk41A2dXPY

Baca Juga: MK Terima 297 Permohonan PHPU Pileg 2024, Paling Banyak Diajukan PPP

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya