Pengamat Politik Adi Prayitno Kecewa Namanya Dicatut di Diskusi GMPG

Adi merasa dirugikan namanya tetap ditulis di flyer diskusi

Jakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengaku sejak awal sudah menolak menjadi salah satu pembicara diskusi yang diadakan Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) yang berujung ricuh, Rabu (26/7/2023).

Adi mengaku bentrok dengan agenda lain. Lalu, dia menyebut enggan hadir dalam acara diskusi dengan tema tersebut. 

"Saya tidak ada di acara itu. Saya sudah menolak sejak Selasa kemarin dihubungi oleh panitia," ungkap Adi kepada IDN Times melalui telepon, hari ini. 

"Karena gak mungkin juga hadir di acara-acara begitu kan?" sambungnya. 

Meski begitu, Adi mengaku kecewa pada panitia karena namanya tetap dicantumkan di publikasi acara diskusi.

"Tiba-tiba ada flyer yang menyebar ke mana-mana. Itu pun saya tidak tahu (ada flyer). Penyelenggara main catut dan menyebar undangan yang ada foto saya," kata dia. 

Maka itu, Adi bingung ketika tiba-tiba mendapat banyak pesan teks dari media yang menanyakan kisruh diskusi bertema "Selamatkan Partai Golkar: Menuju Kemenangan Pileg 2024".

"Saya tidak ada hubungannya dengan acara tersebut. Tidak tahu menahu soal acara itu. Terus terang saya merasa dirugikan dengan flyer semacam itu," ujarnya. 

1. GMPG klaim dapat konfirmasi dari pembicara tapi jelang hari diskusi batal hadir

Pengamat Politik Adi Prayitno Kecewa Namanya Dicatut di Diskusi GMPGFlyer diskusi Selamatkan Partai Golkar yang digelar Rabu, 26 Juli 2023. (www.instagram.com/@adiprayitno.official)

Sementara, ketika dikonfirmasi kepada inisiator GMPG, Almanzo Bonara, ia mengaku sudah memperoleh konfirmasi dari Adi pada diskusi di Restoran Pulau Dua, Senayan. Sejumlah politisi senior di Golkar juga sudah dapat konfirmasi serupa, tetapi satu hari jelang perhelatan diskusi, Adi batal hadir. 

"Sudah terkonfirmasi. Kami sudah melakukan konfirmasi itu. Beberapa senior juga sudah dapat konfirmasinya. Tetapi, Beliau sebelum hari H memang menginfokan tidak hadir," ungkap Almanzo kepada IDN Times melalui telepon hari ini. 

Ia pun menepis diskusi yang semula ingin digelar sore bertujuan untuk mengganti Airlangga Hartarto sebagai ketua umum. Tetapi, mereka ingin mendapat input dari sejumlah politisi Golkar yang mendukung Airlangga. 

"Perspektif kami bukan tendensi ke arah sana. Kami hanya mengambil komparasi. Sehingga, kami juga ingin menangkap pikiran teman-teman yang pro terhadap ketua umum. Agar ada titik tengah," tutur dia. 

Ia mengatakan ada perwakilan dari DPP Partai Golkar yang diundang untuk hadir dalam diskusi tersebut. Almanzo mengakui tidak menutup opsi bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tetap perlu digelar. Namun, ia tak ingin sembarang Munaslub. 

"Tetapi, bila persoalan hukum mendera ketua umum kita kan kita harus punya exit plan dong. Munaslub itu kan baru bisa digelar kalau ada pelanggaran konstitusi, tetapi kita punya case bahwa ada dua kali Munaslub di era kepemimpinan Jokowi. Itu semua terjadi karena ada perpecahan (di internal Golkar)," ujarnya. 

Almanzo menjelaskan jangan sampai terjadi peristiwa status hukum Airlangga naik jadi tersangka, baru digelar Munaslub. Sebab, sesuai aturan tidak bisa dokumen-dokumen terkait dukungan pencapresan diteken oleh pelaksana tugas ketua umum. 

Baca Juga: Acara Diskusi soal Golkar Berakhir Ricuh, Panitia Minta Maaf ke Media 

2. Golkar tak akan dirugikan dengan kemunculan isu Munaslub

Pengamat Politik Adi Prayitno Kecewa Namanya Dicatut di Diskusi GMPGAnalis politik dari UIN, Adi Prayitno. (www.instagram.com/@adiprayitno.official)

Lebih lanjut, Adi menilai, Golkar sebagai institusi bakal tetap kokoh meski digoyang kemunculan isu Munaslub. Ia menilai parpol dengan lambang pohon beringin hijau itu sudah terbiasa dengan isu-isu pergantian kepemimpinan. 

"Golkar terbiasa dengan dinamika dan gesekan. Sebagai bukti suara Golkar di pileg 2019, Golkar tetap solid. Kursi Golkar di DPR lebih banyak dibandingkan Gerindra lho," ujar Adi. 

Berdasarkan data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), Golkar mendapatkan 85 kursi di Senayan. Sedangkan, Gerindra yang ikut mengajukan capres, justru ada di bawah Golkar. Mereka mendapatkan 78 kursi. 

Ia pun mengaku pesimistis Munaslub bisa digelar dalam waktu cepat. Sebab, kunci ada di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 

"Karena yang punya aspirasi untuk menyuarakan Munaslub itu DPD. Itu sesuai AD/ART di Golkar. Jumlahnya pun harus memenuhi kuorum yaitu 2/3 DPD di seluruh Indonesia. Itu gak gampang dicapai," tutur dia. 

3. Perolehan suara Golkar di pileg selalu masuk tiga besar

Pengamat Politik Adi Prayitno Kecewa Namanya Dicatut di Diskusi GMPGANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Adi pun menilai isu politik untuk menggoyang kepemimpinan Airlangga lemah. Sebab, meski elektabilitas ketua umumnya kecil, tetapi raihan dalam pileg selalu tembus tiga besar. 

"Bahkan, hasil Pilpres 2019 lalu ketika Pak Airlangga jadi Plt (pelaksana tugas) ketum saat itu, Golkar hanya hilang enam kursi. Itu artinya, ada daya tahan yang dimiliki oleh Pak Airlangga," kata dia. 

Pada Pileg 2019, Golkar menjadi pemenang kedua dan berada di bawah PDI Perjuangan. Hal tersebut, kata Adi, menunjukkan kekuatan Golkar ada di anatomi struktur dan mesin partai. 

"Kekuatan mereka ada di caleg mereka yang bekerja keras. Sekalipun di internal mereka ada huru-hara itu gak berdampak signifikan. Buktinya 2019 saat Pak Airlangga menjadi Plt Ketum, Golkar sedang menghadapi prahara besar. Pak Setya Novanto saat itu sudah ditangkap KPK," tutur dia. 

Baca Juga: Berujung Ricuh, Polisi Bubarkan Diskusi Generasi Muda Partai Golkar

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya