Politikus Demokrat Minta Jokowi Tegas Tolak Perpanjangan Masa Jabatan

Jokowi tak bisa sebut masalah amandemen UUD 1945 urusan MPR

Jakarta, IDN Times - Politikus Partai Demokrat Benny K. Harman menilai, Presiden Joko "Jokowi" Widodo tidak pernah tegas menolak menjabat sebagai RI 1 lagi setelah tahun 2024. Selama ini, Jokowi dinilai berlindung di balik kalimat mematuhi apa yang tertulis di dalam konstitusi UUD 1945. Padahal, ujar Benny, wacana liar perpanjangan masa jabatan presiden sampai 2027 harus segera diakhiri. 

"Sikap Presiden harus jelas. (Presiden Jokowi) tidak bisa mengatakan itu urusan MPR. Ia tidak bisa mengatakan soal amandemen itu adalah urusan MPR dan presiden tidak boleh melakukan intervensi," ujar Benny ketika berbicara di diskusi virtual dengan tajuk 'Presiden Tiga Periode Antara Manfaat dan Mudarat' pada Senin (13/9/2021). 

Ia menambahkan, bila Jokowi bolak-balik menyampaikan hal tersebut maka tidak akan dipercayai oleh rakyat. "Rakyat ingin mendengar dari Presiden bahwa kalau pun nanti ada amandemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Beliau hingga 2027, maka Beliau harus dengan tegas menolaknya," kata pria yang juga anggota Komisi III DPR tersebut. 

"Begitu juga, bila nanti ada amandemen UUD 1945 yang berisi menambah periode jabatan, maka Bapak Presiden harus dengan tegas menolak dan tidak mau maju lagi," lanjutnya. 

Menurut Benny, bila Jokowi langsung menyatakan kedua hal tadi, maka wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau penambahan periode kepemimpinan presiden akan selesai dengan sendirinya. Spekulasi bahwa rezim yang berkuasa saat ini sedang menumpuk kuasa dan harta melalui konstitusi otomatis juga terhenti. 

Lalu, apa respons Istana soal anggapan yang menyebut Jokowi tidak tegas terkait wacana jabatan presiden diperpanjang tiga periode?

1. Jokowi bakal setia terhadap konstitusi UUD 1945 dan agenda reformasi 1998

Politikus Demokrat Minta Jokowi Tegas Tolak Perpanjangan Masa Jabatan(Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Ibu Iriana Jokowi) ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Sementara, dalam rekaman pernyataan video, Juru Bicara Istana Fadjroel Rachman mengatakan, Jokowi sudah tidak lagi berminat jadi presiden. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu disebut bakal setia terhadap isi konstitusi UUD 1945 dan amanah reformasi 1998. 

"Ini adalah sikap politik Presiden Joko Widodo untuk menolak wacana (jadi presiden) tiga periode maupun memperpanjang masa jabatan presiden," ungkap Fadjroel pada 11 September 2021 lalu. 

Bantahan itu kembali disampaikan pihak Istana usai Partai Amanat Nasional (PAN) memutuskan bergabung ke koalisi pemerintah. Publik memandang dengan bergabungnya PAN akan memudahkan agenda politik apa pun, termasuk menambah masa jabatan presiden dari 2024 hingga 2027. 

"Presiden Joko Widodo memahami bahwa amandemen UUD 1945 adalah domain dari Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR)," kata pria yang dipilih Jokowi menjadi Duta Besar RI untuk Kazakhstan tersebut. 

Dalam sudut pandang pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komaruddin, publik harus mencermati kalimat kunci mematuhi isi konstitusi. Sebab, di sanalah titik ambigu sikap Jokowi. 

"Kalau konstitusinya diubah dan berisi masa jabatan presiden bisa ditambah, gimana? Apa presiden bakal ikut juga?" tanya Ujang ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Senin (13/9/2021). 

Selain, itu celah yang diduga akan dimainkan agar Jokowi tetap jadi presiden yakni memperpanjang masa jabatan dari 2024 hingga 2027. "Kan dari kubu pemerintah ingin memperpanjang, karena saat ini belum bisa bekerja maksimal disebabkan karena pandemik," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Istana Klaim Jokowi Ogah Tambah Masa Jabatan dan Pimpin RI 3 Periode

2. Partai Demokrat tak haramkan bila UUD 1945 dievaluasi

Politikus Demokrat Minta Jokowi Tegas Tolak Perpanjangan Masa JabatanAnggota Komisi III DPR Benny K. Harman (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)

Lebih lanjut, Benny juga mengatakan, Partai Demokrat tidak melarang bila UUD 1945 dievaluasi. Apalagi usianya sudah lebih dari 20 tahun. 

"Saya rasa konstitusi bukan kitab suci, kita harus melakukan evaluasi apa masalahnya. Bila dilakukan evaluasi, juga dicek apakah sistem ketatanegaraan sudah berjalan dengan baik, di mana hambatan dan tantangannya. Itu yang harus diidentifikasi, lalu masuk ke dalam agenda amandemen konstitusi," kata Benny. 

Namun, Partai Demokrat menolak konsep amandemen UUD 1945 bila tujuannya hanya untuk menambah masa jabatan dan mempertahankan kekuasaan. Di sisi lain, Benny juga menyebut dasar hukum untuk menetapkan PPHN juga harus dicermati. Bila yang dipilih PPHN dimasukan ke dalam konstitusi berdasarkan Tap MPR, maka sifatnya top to down

"Konsekuensinya ada anggapan bila bentuk hukum PPHN adalah Tap MPR maka tidak bisa diuji di Mahkamah Konstitusi. Bila bentuk hukumnya dimasukan ke dalam Tap MPR, maka UUD 1945 juga harus diamandemen," kata dia. 

Mayoritas anggota MPR pun lebih memilih agar bentuk hukum PPHN adalah Tap MPR ketimbang Undang-Undang. "Sementara, bila dalam bentuk UU, sifatnya bottom up dan karena sifatnya UU terbuka untuk diajukan pengujian di MK," ujarnya lagi. 

3. Masa jabatan presiden yang dibatasi dua periode dinilai sudah ideal

Politikus Demokrat Minta Jokowi Tegas Tolak Perpanjangan Masa JabatanAnggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Sementara, dari sudut pandang anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraeni, masa jabatan presiden lima tahun dan dibatasi maksimal dua periode sudah sesuai dengan kultur Indonesia. Waktunya tidak terlalu pendek bagi presiden memenuhi janji kampanye dan tak terlalu lama bagi rakyat untuk menilai kinerja pemimpinnya. Bila dianggap kinerjanya tidak mumpuni, maka ia layak diganti dengan sosok yang lain. 

"Selain itu, dengan jabatan dibatasi turut memberi efek ikutan pada pejabat petahana untuk menjaga performa. Rakyat pun bisa ikut terlibat dalam mengawasi kinerja presiden yang berkuasa," ungkap Titi kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini. 

Di sisi lain, wacana tiga periode kepemimpinan presiden bisa melemahkan regenerasi politik dan dapat menghambat kader partai untuk dapat mencalonkan diri sebagi pemimpin.

"Selain itu, juga akan membuat politik dinasti baik dalam konteks politik nasional maupun lokal. Sebab, masa jabatan yang sangat lama akan digunakan untuk mengokohkan kekuatan politik dalam semua lini," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Koalisi Pendukung Pemerintah Makin Gemuk, Amandemen UUD Kian Mudah

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya